Rekomendasi Pemakzulan Upaya Untuk Menghentikan Langkah Gubernur NA Lakukan "Bersih-bersih", Dinilai Tidak Layak

Koordinator Badan Pekerja Komite Masyarakat Anti Korupsi (KMAK) Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat (Sulselbar), Djusman AR
MAKASSAR (wartamerdeka.info) – Upaya pemakzulan Gubernur HM Nurdin Abdullah (NA) oleh sejumlah oknum Pansus DPRD Sulawesi Selatan dinilai sebagai upaya untuk mengentikan upaya "bersih-bersih" yang dilakukan Gubernur NA di lingkungan Pemprov Sulsel.

Seperti diketahui, dalam upaya "bersih-bersih" ini Gubernur NA telah mencopot tiga pejabat pratama di lingkungan Pemprov Sulsel, yaitu Jumras (Kepala Biro Pembangunan Pemprov Sulsel), M Hatta (Kepala Biro Umum Sulsel), dan Luthfi Natsir  (Kepala Inspektorat Sulsel).

Menurut Gubernur, pencopotan tersebut dilakukan, karena tiga orang itu dinilai bermasalah berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dari BPK dan arahan Koordinasi dan Supervisi Daerah (Korsupda) KPK.


"Kami sudah jelaskan dari awal bahwa Pak Jumras itu tidak serta merta kita copot ada tahapan-tahapannya. Kalau Pak Luthfi itu arahan KPK karena itu termasuk penghambat di Korsupda. Kalau kepala biro umum itu landasannya di LHP dari BPK, jadi ada temuan yang menjelaskan kalau yang bersangkutan harus diberhentikan," kata Nurdin Abdullah, beberapa waktu.

Ternyata pencopotan pejabat bermasalah tersebut kemudian menjadi salah satu poin dasar pembentukan Pansus Hak Angket oleh DPRD Sulsel.

Koordinator Badan Pekerja Komite Masyarakat Anti Korupsi (KMAK) Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat (Sulselbar), Djusman AR., menegaskan, tidak ada alasan untuk tidak mengapresiasi himbaun atau kebijakan Gubernur Sulawesi Selatan Prof. Dr. Ir. H.M. Nurdin Abdullah, M.Agr., di lingkungan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, mengundang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk masuk ke lingkungan Pemerintah Provinsi Sulsel untuk memantau pemerintahannya.

Jauh sebelum Nurdin Abdullah ditetapkan dan dilantik sebagai gubernur, Djusman mengaku sudah memberi saran melalui media massa yang menanyakan harapanya terhadap gubernur terpilih.

“Saya selalu konsisten dengan sikap saya, apa pun itu kita dorong bagaimana agar dapat terwujud pemerintahan yang bersih dan bebas KKN. Dan tampaknya, Pak Gubernur menyambut baik saran saya itu. Itu sebabnya, tak ada alasan untuk tidak mengapresiasi apa yang dilakukan Pak Guberbur,” kata Djusman di Makassar,  hari ini (16/08/2019).

Lebih jauh Djusman mengatakan, adanya permintaan Gubernur Nurdin Abdullah ke KPK, baik lisan atau tertulis untuk turun ke Sulsel, melakukan supervisi atau koordinasi terhadap OPD di jajaran Pemprov Sulsel, sangat baik.

“Menurut saya, sikap Gubernur Nurdin Abdullah itu menunjukkan adanya niat baik untuk menciptakan pemerintahan yang terbuka dan transparan,” ujar Djusman yang juga menjabat sebagai Direktur Lembaga Peduli Sosial Ekonomi Budaya Hukum & Politik (LP-SiBuk) Sulsel.

Djusman menilai, sangat keliru bila ada oknum atau kelompok atau politisi yang mempersoalkan sikap Gubernur Nurdin Abdullah tersebut. “Aneh ‘kan. Sebaliknya, kita menanti sikap seperti itu. Kalau kita mengacu pada UU 28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas KKN, tentu itu harus dilakukan. Dan kita sebagai LSM juga selalu memantau setiap perkembangan di pemerintahan,” tegasnya.

Djusman mengaku, secara lisan tidak pernah berhubungan dengan Gubernur Nurdin Abdullah, namun pihaknya selalu memantau apa yang terjadi di lingkungan pemerintahan Provinsi Sulawesi Selatan.

Oleh karena itu dia menyebut aneh, jika sekarang terjadi ‘ribut-ribut’ soal Hak Angket Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang mempermasalahkan kinerja Gubernur Nurdin Abdullah. Salah satunya yang diangkat adalah soal mutasi dan pengangkatan pejabat eselon di lingkungan Pemprov Sulsel, lalu menimbulkan ‘sakit hati’ dan melahirkan hak angket.

“Bila untuk menciptakan pemerintahan yang bersih dan kemudian ada yang dipecat saya pikir tak seharusnya lahir hak angket meskipun itu adalah hak anggota DPRD,” kata Koordinator Forum Komunikasi Lintas (FoKal) NGO Sulsel ini.

Menurut Djusman, tidak sedikit masyarakat Makassar dan secara keseluruhan masyarakat Sulsel menilai bahwa hak angket ini adalah akibat belum ‘move on’ pihak yang kalah dari Pemilihan Gubernur 2018 lalu. “Apa lagi kita ketahui juga, hampir ¼ dari teman-teman DPRD yang menyuarakan hak angket itu adalah bukan lagi anggota yang terpilih kembali pada periode 2019-2024,” katanya.

Djusman mengatakan, persoalan hukum sebaiknya dipandang dengan perspektif hukum dan persoalan politik, sebaiknya memandang masalah ini juga harus dengan perspektif politik.

“Kalau menurut saya, apa yang disangkakan oleh Anggota DPRD ini adalah soal hukum, maka saya harus memandangnya dengan perspektif hukum. Artinya begini, bahwa kalau memang sepakat dengan argumentasi, kenapa hak angket dilakukan. Kalau terjadi dugaan kebijakan yang menyimpang dan ada implikasi pelanggaran terhadap anggaran, karena itu adalah ranahnya delik, kenapa tidak didorong ke ranah hukum. Kenapa tidak langsung didorong ke KPK. Kepana harus menggulirkan hak angket,” tandasnya.

Hak angket, kata Djusman, jelas targetnya adalah pemakzulan dan pemakzulan yang berujung ke MA, sifatnya adalah paket dan keduanya harus dimakzulkan, gubernur dan wakil gubernur. “Lalu setelah itu, siapa nanti yang akan naik. Apakah yang akan naik pemenang kedua pemilihan gubernur 2018 lalu? (pihak yang kalah –red). Dan, ternyata setelah ditelusuri, yang ngotot menyuarakan hak angket ini, ketua pansus yang ‘nota bene adalah adik dari pihak yang kalah,” ujar Djusman membeberkan.

Bila memang ada indikasi KKN, katanya, mengapa tidak langsung mendorong ke KPK, ke kepolisian, atau kejaksaan. “Mengapa harus melalui hak angket. Dan sekarang, di tengah proses perjalanan hak angket ini, saya dengar info, ada beberapa anggota dewan yang menemui KPK untuk melaporkan bahwa diduga ada unsur KKN yang dilakukan gubernur. Hasilnya, KPK tidak menemukan ada unsur korupsi,” papar Djusman.

Pada ujungnya, kata Djusman, Panitia Khusus Hak Angket ini melarikan ke KPK seperti langkah frustasi karena mereka merasa bahwa upaya pemakzulan ini tidak akan bisa terjadi.

Dikatakan Djusman, sejauh yang dia ketahui, lima point yang diangkat oleh Pansus Hak Angket DPRD, salah satunya terkait tudingan KKN oleh keluarga Gubernur Nurdin Abdullah tidak serta merta langsung bisa dipercaya. “Bagi kami, sesuatu yang terungkap di ruang publik tanpa melalui proses hukum dan pembuktian, maka itu sifatnya asumsi. Jadi, kalau memang ini proses hukum yang dilihat dengan perspektif hukum dan langsung dorong saja ke KPK, kalau memang ada indikasi sepertri itu,” ujar Djusman.

Pendeknya, kata Djusman, bila ingin menciptakan pemerintahan yang bersih, good governance atau clean governance, maka seorang pemimpin dituntut untuk bersikap tegas, kapan perlu harus membuang rasa (bersikap tega –red), jangan bersikap kasihan pada siapa pun, bahkan ke keluarganya sendiri.

“Seorang pemimpin itu harus proporsional. Sama halnya ketika berbicara hukum, sebagai contoh tindak korupsi, siapa pun yang terlibat, meski belum berkekuatan hukum penuh, tetapi kan ada kajian. Soal mutasi dan soal pemberhentian, saya kira karena ini pemilihan langsung, kita harus memahami bahwa itu adalah hak prerogatif gubernur. Tetapi juga bukan hak prerogatif yang semena-mena. Jadi, kami dari jauh, khususnya ketika beliau terpilih hanya mengingatkan bagaimana agar tercipta pemerintahan yang bersih. Jauhkan pemerintahan yang bersih itu dari praktik-praktik KKN,” katanya.

Sekalipun saat ini pemerintahannya sedang ‘digoyang’ harus diyakini bahwa ibarat jalan tidak ada yang lurus, menuju sebuah pematangan minimal pernah dihantam badai. “Tidak ada pelaut ulung yang tidak pernah dihantam badai. Tidak ada pemimpin yang bersih bila dia tidak pernah dihantam. Jadi, bagi kami tidak adalah untuk tidak mengapresiasi, men-support, dan mem-backup, apa yang dilakukan Gubernur Nurdin Abdullah yang ingin melakukan ‘bersih-bersih’,” pungkasnya.

Anggota Pansus Hak Angket Ariady Arsal dari Fraksi PKS (kanan) dan H Alimuddin dari Fraksi PDI-Perjuangan (kiri)
Sebelumnya, dalam wawancara khusus dengan wartawan, anggota Pansus Hak Angket Ariady Arsal dari Fraksi PKS dan H Alimuddin dari Fraksi PDI-Perjuangan juga menegaskan bahwa ketiga pejabat yang dipecat tersebut memang sudah selayaknya dipecat.

Tindakan Gubernur NA mencopot ketiga pejabat pratama tersebut menurut mereka sudah tepat. Jadi, sangat aneh jika hal tersebut, dipakai sebagai salah satu alasan untuk melakukan pemakzulan Gubernur NA melalui rekomendasi Pansus Hak Angket DPRD.

Fraksi PKS sendiri, mengaku  sudah menyerahkan rekomendasi hasil pemeriksaan sejumlah saksi dalam sidang tang dilakukan Pansus Hak Angket itu. Ada tujuh rekomendasi yang diberikan.

Pertama, merekomendasi Gubernur untuk melakukan evaluasi menyeluruh atas pengangkatan Pejabat Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, berdasarkan penilaian kinerja dari Tim Penilai Kinerja. Dan menempatkan pada posisi sesuai kompetensinya masing-masing.

Kedua, memberikan sanksi kepada saudara Bustanul yang telah menempatkan dirinya sendiri sebagai Kepala UPTD Samsat 1 Kota Makassar, yang sudah tidak sejalan dengan arahan Gubernur. Bahkan usulan penempatan tersebut sudah dengan jelas belum disetujui oleh Gubernur.

Salah satu sanksi yang dapat diberikan, dalam bentuk mengembalikan kepada posisinya sebelum menduduki jabatan yang diemban saat ini.

Tiga, perlu dilakukan kajian atas berbagai kebijakan yang diambil dan disandarkan pada SK no. 40 tahun 2003, dan dievaluasi menyeluruh baik era Wakil Gubernur saat ini ataupun era sebelumnya. Demikian pula terkait akibat hukum yang ditimbulkannya.

Keempat, merekomendasikan untuk memaksimalkan fungsi Biro Hukum dalam telaah hukum atas berbagai kajian yang akan dilakukan.

Kelima, merekomendasikan untuk dilakukan Audit PDTT [Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu], khususnya terkait adanya kemungkinan kelalaian akibat kebijakan yang diambil berdasarkan SK No.40/2003 hingga sebelum dicabutnya SK dimaksud. Audit dapat dilaksanakan oleh BPKP ataupun BPK RI.

Keenam, melimpahkan kepada pihak Aparat Penegak Hukum atas terjadinya indikasi gratifikasi permintaan fee atas proyek yang dilakukan oleh saudara Jumras terhadap pengusaha. Hal ini perlu dilakukan untuk memberikan efek jera sehingga tidak terjadi lagi kegiatan serupa oleh siapapun demi terwujudnya pemerintahan yang “Good and Clean Government”.

Hal yang sama perlu dilimpahkan kepada aparat hukum yang secara jelas dan gambling telah menjadi temuan dalam LHP dari Inspektorat Pemprov Sulsel.

Ketujuh, koordinasi dan konsolidasi yang lebih intensif antara Gubernur dan Wakil Gubernur serta dengan DPRD perlu dilakukan dengan lebih baik sehingga APBD 2019 dapat berjalan lancar dan lebih baik lagi. (Ar)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama