Bongkar Kasus KPK, OC Kaligis Mohon Keadilan Pada Komisi III DPR-RI

Prof. Dr. Otto Cornelis Kaligis, SH, MH
JAKARTA (wartamerdeka.info)  -  Pengacara senior Indonesia, Prof. Dr. Otto Cornelis Kaligis, SH, MH, baru baru ini melalui Komisi III DPR-RI memohon keadilan.

Permohonan kepada Komisi III tersebut diajukan Otto Cornelis Kaligis yang akrab dipanggil OC Kaligis ini secara tertulis melalui suratnya No: 113/OCK/VIII/2019 Tertanggal 28 Agustus 2019. Dan alamat Kaligis dalam surat itu dicantumkan Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat.

Kata OC Kaligis dalam suratnya, dari temuan Pansus DPR terhadap KPK ditemukan kesaksian Miko, yang disandera di safe house oleh KPK. Miko dikirimi uang oleh KPK untuk memberi keterangan/kesaksian palsu dalam perkara pidana Akil Muchtar (hakim Mahkamah Konstitusi).

Apabila hal yang sama dilakukan oleh pengacara, kecuali kalau pelakunya ex komisioner KPK Bambang Widjoyanto, maka sang pengacara yang bersangkutan langsung dijerat pidana oleh KPK dengan dakwaan menghalang halangi pemeriksaan. "Contoh korban adalah pengacara Lucas dalam perkara Eddy Sundoro atau Fredrik Yunadi dalam perkara Setya Novanto," kata Kaligis dalam suratnya ke Komisi III DPR, yang copynya dibagikan kepada wartawan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (10/9), saat dia bersidang menggugat Gubernur DKI Jakarta pada pengadilan tersebut.

Kasus yang kedua menurut OC Kaligis, dalam perkara E-KTP ketika saksi Miryam menarik keterangannya sebagai saksi di depan sidang E- KTP. Penarikan keterangan dengan alasan karena ditekan atau diarahkan  oleh penyidik KPK, dilawan KPK dengan berita media bahwa penarikan keterangan BAP tersebut dapat dipidana dengan sangkaan kesaksian palsu. Anehnya, ketika nama nama anggota DPRRI yang disebut Miryam sebagai nama nama keterangannya karena diarahkan oleh penyidik KPK ketika DPRRI dalam rangka pengawasan yang dimiliki Pansus DPR memanggil Miryam  untuk didengar keterangannya, KPK menolak menghadirkan Miryam untuk didengar keterangannya. KPK menolak menghadirkan Miryam sebab jelas KPK takut praktek KPK kebiasaan KPK mengintimidasi mengarahkan saksi sesuai kehendak KPK. Bila Miryam  hadir di depan Pansus DPR terhadap KPK akan dikuliti habis oleh DPR. Ahirnya tuduhan  memberi kesaksian palsu di depan persidangan karena Miryam menarik keterangannya, berita di petieskan.


Yang ketiga mengenai Novel Baswedan. Umum mengetahui bagaimana kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan dijadikan bukan saja menjadi berita naaional tetapi juga berita dunia. Sampai sampai melibatkan lembaga hak asasi internasional. Polisi dituding habis habisan sebagai penyidik yang tak profesional. Masyarakat dijadikan terbius  dan lupa akan putusan Pengadilan Negeri Bengkulu yang memerintahkan agar perkara penganiayaan dan pembunuhan Novel Baswedan dilanjutkan ke pengadilan. Pertimbangan hakim dalam putusan Praperadilan  yang dimajukan keluarga korban  menyebutkan dua pertimbangan pokok. Pertama perkara itu tidak daluarsa. Adalah jaksa yang mengatakan berkas perkara lengkap alias P-21 dan karenanya adalah jaksa sendiri yang telah melimpahkan perkara pidana Novel Baswedan ke pengadilan untuk segera disidangkan sebelum batas daluarsa. Pengadilan pun telah memberi nomor register perkara Novel Baswedan.

Kedua: alasan jaksa meminta berkas itu ke pengadilan dengan tujuan untuk membuat surat dakwaan ternyata menurut pertimbangan hakim  dalam putusan Praperadilan disebut adalah: jaksa bohong dan telah mengelabui pengadilan. Dengan permohonan pe arikan berkas  pidana Novel Baswedan jaksa justru menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan. Atas dasar pertimbangan tersebut Pengadilan memutuskan dan memerintahkan kepada Kejaksaan untuk memerintahkan melimpahkan berkas perkara Novel Baswedan ke Pengadilan.

Putusan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP) oleh jaksa dinyatakan tidak sah dan batal demi hukum oleh hakim Praperadilan. 

Jaksa Agung membangkang. Tidak mematuhi perintah Pengadilan. Bahkan Novel Baswedan  oleh media dielu elukan sebagai pahlawan pemberantas korupsi. Dilain pihak keluarga korban yang memperjuangkan keadilan, karena nihilnya dukungan pers dan LSM seperti ICW, terpaksa memakamkan keluarganya tanpa pertolongan negara sebagaimana dinikmati Novel Baswedan dalam kasus penyiraman air keras. Dibiayai negara untuk pengobatannya di Singapura dengan biaya negara ratusan juta bahkan mungkin miliaran rupiah. Mengenai biaya pengobatan Novel Baswedan, Negara tidak pernah transparan mengenai besarnya jumlah biaya pengobatan Novel Baswedan. Padahal Novel Baswedan banyak terlibat dalam rekayasa keterangan saksi seperti antara lain terbukti dalam kesaksian Miko.


Keempat, permohonan saya telah banyak membuat surat agar keadilan dan peradilan juga berlaku bagi oknum KPK yang nampaknya sampai saat ini kebal hukum. KPK ogah perkaranya disidangkan ke pengadilan dengan alasan bahwa KPK tidak mempercayai pengadilan ketika KPK sendiri yang terlibat. Sebaliknya perkara pidana KPK walaupun tidak cukup bukti, dalih KPK untuk keberatan yang dimajukan pencari keadilan adalah selaly berbunyi: Biar Pengadilan Yang Memutuskan. Semoga semua perkara KPK termasuk kejahatan KPK yang ditemui dalam Pansus DPR terhadap KPK, dapat segera dilumpahkan ke Pengadilan, termasuk perkara korupsi Payment Gateway Prof Denny Indrayana.

Kaligis mengingatkan segala perhatian anggota di DPRRI, walaupun saya yakin tidak ada tindak lanjut untuk laporan saya ini, saya yakin surat ini satu waktu akan menjadi catatan sejarah perjuangan seorang warga binaan, korban target KPK. Ya, saya memang korban, target kriminalisasi KPK, kata Kaligis mengahiri pengaduannya kepada Komisi III DPRRI.

Surat tersebut tindasannya disampaikan kepada: Presiden RI Ir Joko Widodo, di Istana Negara Republik Indonesia dan Wakil Presiden RI, Ma'ruf Amin di Jalan Merdeka Selatan No.6 Jakarta Pusat.

Dan melengkapi pengaduan itu Kaligis melampirkan beberapa klipping berita yang mendukung laporannya ke Komisi III DPRRI. (dm)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama