Mayjen TNI (Pur) Saurip Kadi Kirim Surat Terbuka Kepada Rektor Dan Mahasiswa

"Demo Mahasiswa sebagai GERAKAN MORAL"


JAKARTA (wartamerdeka.info) - Mantan Aster Kasad Mayjen TNI (Pur) Saurip Kadi, hari ini, mengirim surat terbuka kepada seluruh Rektor dan Mahasiswa perguruan tinggi se Indonesia, terkait maraknya demo mahasiswa belakangan ini.

Tokoh yang mengetahui secara langsung bagaimana demo mahasiswa yang terjadi saat 1998 ini, menyebut,  Demo Mahasiswa yang tergelar serentak di sejumlah kota saat ini masih murni gerakan moral dengan tuntutan tunggal yaitu Penerbitan PERPPU Pembatalan UU KPK.

Tetapi, dalam surat terbukanya tersebut, Saurip Kadi, mengingatkan, agar Demo Mahasiswa sebagai GERAKAN MORAL  tidak masuk dalam kepentingan dan apalagi jebakan pihak-pihak tertentu yang hendak menghacurkan demokrasi.

Inilah selengkapjanya surat terbuka yang disampaikan Saurip Kadi:

Surat Terbuka Untuk:
Yth. Seluruh Rektor Universitas/Pimpinan Perguruan Tinggi Se Indonesia.
Yth. Segenap Mahasiswa Universitas /Perguruan Tinggi Se Indonesia.

Dengan hormat,
Sebagai purnawirawan TNI yang di tahun 1998 mengetahui secara langsung bagaimana mahasiswa melakukan demo, kepada tersebut alamat perkenankan saya menyampaikan pendapat sebagai berikut:

Sungguh keliru secara fatal kalau ada tokoh dan apalagi pejabat pemerintah yang men “stigma” bahwa Demo Mahasiswa belakangan ini tidak lagi murni sebagai GERAKAN MORAL dan atau telah DITUNGGANGI pihak lain. Memang betul ada pihak lain yang nimbrung ikut demo bersama Mahasiswa, tapi tidak berarti bahwa Demo Mahasiswa yang tergelar serentak di sejumlah kota dengan tuntutan tunggal yaitu Penerbitan PERPPU Pembatalan UU KPK telah ditunggangi kepentingan pihak lain.

Bahwa terdapat perbedaan mendasar atas latar belakang dan tujuan dari Demo Mahasiswa di tahun 1998 dahulu dengan Demo Mahasiswa belakangan ini, oleh karenanya dengan hormat kepada tersebut alamat disarankan untuk menguji  dengan mendasarkan pada fakta lapangan yang berkembang saat ini, tepat tidaknya kalau Demo Mahasiswa dilanjutkan khususnya menjelang Pelantikan Presiden terpilih pada tanggal 20 Oktober 2019 mendatang,  agar Demo Mahasiswa sebagai GERAKAN MORAL  tidak masuk dalam kepentingan dan apalagi jebakan pihak-pihak tertentu yang hendak menghacurkan demokrasi.

Bahwa fakta yang berkembang saat ini, dapat dijelaskan dan dianalisa sebagai berikut:

Bahwa berbeda dengan perubahan dari Orde Lama ke Orde Baru, dalam reformasi 1998 bangsa ini tidak melakukan “potong generasi” atau pembersihan dari Pelaku dan Isme Orde Baru. Yang terjadi isme Orba terus berlanjut, dan orang-orang lama tak terkecuali yang bermasalah dalam KKN dan kejahatan kemanusiaan lainnya, justru belakangan malah kembali dipanggung politik nasional. Kondisi tersebut telah membuat selama 21 tahun di era reformasi, bangsa ini terus terlibat “TURBULENSI” Elit, bak membakar OBAT NYAMUK Jadul. 

Bahwa, praktek oligharkhi kekuasan oleh pemegang capital melalui kaum politisi  begitu kasat mata dipertontontan didepan publik. Akhirnya sendi-sendi demokrasi menjadi lumpuh dan penampilan demokrasi kita jauh dari harapan rakyat. Bagaimana mungkin dalam negara demokrasi, dimana Presiden dan DPR dipilih melalui Pemilu sepanjang 5 tahun, tiada hari tanpa DEMO, lantas untuk apa ada DPR yang anggotanya dipilih lewat Pemilu.

Bahwa sebagai bangsa sungguh beruntung, karena Presiden Jokowi kemudian berani tampil memberi contoh dalam menghadapi praktek MAFIA seperti dalam pembubaran Petral dan Mega Korupsi lainnya.

Namun demikian, bagi pejabat dilapangan terlebih dijajaran penegak hukum dipastikan mustahil berani mengusik bisnis illegal kaum Mafioso yang ada disekitar dirinya, karena tidak ada jaminan bagi mereka untuk tidak di “NON JOB” kan atau dipindah ke tempat yang “kering” dan jauh dari keluarga, apalagi mereka tahu bahwa atasan mereka begitu dekat dengan sang MAFIOSO. 

Disanalah maka kondisi “Dimana-mana Mafia - Mafia Dimana-mana” dalam prakteknya juga masih utuh dan dalam banyak hal malah tambah menjadi-jadi.  Dan karenanya maka, ketika secara mendadak DPR RI menggunakan Hak inisiatif dengan mengajukan RUU Perubahan UU KPK yang diproses hanya dalam hitungan belasan hari, tanpa harus digerakkan oleh siapapun, niscaya Mahasiswa akan turun kejalan.

Maka persoalan mendasar yang harus dipahami tersebut alamat bersama segenap civitas akademika lainnya adalah perlunya mengetahui apa tujuan dan kepentingan sesaat di balik pengajuan Hak Inisiatif RUU Perubahan UU KPK, tersebut.

Karena dalam prakteknya, kondisi yang tergelar telah menggiring Presiden Jokowi pada posisi terjepit, mengabulkan tuntutan mahasiswa berarti akan berhadapan dengan Partai-Partai Pengusung dan Pendukung di DPR, sebaliknya bila menolaknya akan berhadapan dengan Mahasiswa.

Bahwa bagi yang paham “power game” dalam pengelolaan kekuasaan negara, sesungguhnya kondisi yang tercipta saat ini adalah jebakan dari pihak-pihak tertentu melalui Pimpinan Partai yang telah menyetujui pengajuan RUU Perubahan UU KPK sebagai HAK INISIATIF DPR RI.

Betulkah hanya sekedar untuk memproteksi diri, mengingat begitu besarnya kaum politisi yang terjaring OTT KPK, ataukah kepentingan lain untuk membuat agar Presiden Jokowi meneruskan cara lamanya, ataukah lebih dari itu yaitu kepentingan Pemilu 2024 mendatang.

Dan masih banyak lagi fakta pendukung lainnya yang mengindikasikan bahwa Presiden Jokowi secara politis menjelang pelantikan Presiden tanggal 20 Oktober mendatang telah dilemahkan, apalagi sebelumnya didahulu dengan kasus Rasis Papua yang berdampak jatuhnya korban dalam jumlah yang tidak sedikit dan terakhir dengan “sign” kekerasan, yaitu penusukan Pak Wiranto.

Bahwa untuk kepentingan soliditas kabinet dan konsolidasi kekuasaan khususnya terkait dengan Partai Pendukung maka harus dipahami oleh semua pihak terlebih tersebut alamat, bahwa sangat mustahil  Presiden Jokowi akan mengabulkan tuntutan termaksud, dan karenanya perlu diimbangi dengan menawarkan solusi Strategi Samudera Biru agar Presiden Jokowi tanpa ikut rebutan dan apalagi “berperang” dengan pihak manapun dan upaya pelemahan lainnya menjadi tidak relevan, dan sekaligus untuk menawarkan model pemberantasan Korupsi yang jauh lebih dasyat dari sekedar persoalan UU KPK, apalagi kalau realitanya KPK ternyata telah berubah menjadi alat kelompok tertentu.

Berdarkan hal-hal tersebut diatas, dengan hormat kepada tersebut alamat diharapkan bisa memberi tambahan tenaga baru bagi Presiden Jokowi agar dalam penyusunan kabinet mendatang betul-betul “ZAKEN” dan jangan sampai ada satupun tokoh bermasalah, ikut terbawa didalamnya.

Untuk itu, kepada Presiden Jokowi perlu disarankan untuk membentuk Tim Seleksi Calon Menteri khusus dalam hal asal usul kekayaan Calon Menteri dengan PEMBUKTIAN TERBALIK, tak peduli tokoh yang dicalonkan oleh Pimpinan Partai Pengusung sekalipun.

Disamping itu, tersebut alamat juga perlu menyarankan agar Presiden Jokowi dalam periode kedua dapatnya membentuk Badan Percepatan Reformasi Nasional yang dipimpinnya sendiri, dengan unsur pembantu gabungan para Ahli dengan tokoh yang matang dalam menghadapi praktek Mafia.

Dan untuk mengganti tuntutan Penerbitan PERPPU Pembatalan UU KPK, tersebut alamat perlu mengajukan permohonan penerbitan PERPPU Pembuktian terbalik, sebagai perkuatan bagi jajaran Polri dan Kejaksaan Agung dalam upaya menghentikan praktek Mafia dan Pemberantasan Korupsi sebagaiman yang dijanjikan Presiden Jokowi dalam kampanye Pemilu, sekaligus pemberian kewenangan kepada Kejaksaan Agung untuk melakukan penyadapan tanpa harus melanggar norma hukum yang ada.

Sekian dan terima kasih.

Pengirim:
Saurip Kadi, Mayjen TNI (Purn). 



Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama