Duhh..Tak Puas Dengan Fortuner, Direksi Pasar Jaya Beli Pajero Dari Bunga Deposito Perusahaan


JAKARTA (wartamerdeka.info) - Direktur Keuangan dan Administrasi (Dirad)  Perumda Pasar Jaya Ramses Butar-Butar, mengaku soal bunga deposito Perumda Pasar Jaya di Bank Bukopin  yang ditukar dengan 4 unit Pajero dan 5 unit Avanza oleh Bukopin. "Itu sudah dijawab ke Inspektorat dan sudah clear digelar  di Kejakgung akhir tahun lalu", ujar Ramses pada wartawan yang melakukan konfirmasi lewat what shapp, Senin  (4/5/20).                       

Jawaban Ramses tentu membingungkan. Data yang ada di media ini memaparkan  soal Pajero kejadiannya tahun 2017, tapi hasil audit Inspektorat baru terbit 29 Des 2019. Itu atinya baru 4 bulan lalu. Jadi jika Direktur keuangan dan Administrasi Ramses Butar-Butar mengaku sudah klarifikasi dengan Inspektorat dan  Kejagung,  kenapa Inspektorat masih tetap memuat temuan tersebut. Mengapa tidak didelete dari laporan ?

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, audit inspektorat DKI Jakarta menemukan pelbagai "dosa" kepemimpinan Arief Nasrudin yang mengawaki BUMD milik Pemda tersebut.

Seabrek "dosa" tersebut, terungkap dalam audit Pasar Jaya tentang kinerja Arief tahun 2016 dan triwulan II  tahun 2017. Auditnya selesai 29 Desember 2019.

Dalam dokumen yang bersifat rahasia itu, banyak rekomendasi minor tentang Arief.

Tak hanya soal perekrutan pegawai yang "mengangkangi" internal regulasi Pasar Jaya, tapi juga soal pembangunan pasar dan distribusi macam Jakgrosir dan Jakmart, hingga pemborosan

Tudingan boros, tidak efisien itu mewarnai saat mempelajari soal aset Perumda di Bank Bukopin yang mencapai Rp 100 miliar dalam bentuk deposito.

Nilai itu terdiri 8 billyet deposito dengan rate 5,50 persen, karena bunga sebesar 3,5 persen diberikan dalam bentuk empat unit Pajero Sport, 5 unit  Avanza. Agaknya Direksi tak puas dengan kendaraan dinas Fortuner yang sudah ada


Menurut Inspektorat, berdasarkan perhitungan dengan membandingkan rate bunga sebelumnya, terdapat potensi kekurangan penerimaan bunga deposito sebesar Rp 100.000.000.000

Padahal, hasil tinjauan lapangan Inspektorat, Pasar Jaya saat itu punya 9 kendaraan, termasuk empat Toyota Fortuner yang jarang digunakan. Akibatnya, tudingan Inspektorat, penambahan kendaraan dinas operasipnal tidak didasari analisa kebutuhan dan tidak efektif.

Secara rinci, Inspektorat menyebutkan nomer seri Toyota Fortuner, produksi tahun 2014, yang tidak digunakan. Keempatnya bernomer polisi B 2230 PJ, B  2229 PJ, B 2228 PJ dan B 2231 PJ.

Sementara Pajero baru dari hasil "bunga deposito" merk Pajero Sport, produksi 2017. Keempat mobil itu digunakan Dirut Utama Arief No Polisi B 1300 RFO, Direktur  Keuangan dan Administrasi Ramses Butar-Butar  No Polisi B 1301 RFO, Direktur Usaha Anugrah Esa No Polisi B 1302 RFO, Direktur  Operasional B 1303 RFO (Saat ini dipakai Direktur Tehnik Dono)

Meski sudah membeli 5 unit Avanza, namun faktanya Pasar Jaya masih menghambur-hamburkan uang per bulan sebesar Rp 29 juta. Uang ini untuk menyewa 5 unit kendaraan, terdiri dari 4 unit Avanza dan 1 Unit Toyota Kijang Innova G.

Penelusuran Inspektorat, di 2014 Pasar Jaya melakukan pengadaan kendaraan Dinas Operasional  sebanyak 10 unit dengan nilai Rp 3.582.750.000. 10 unit itu meliputi Toyota Fortuner G dan 6 unit kendaraan Toyota Kijang.

Di 2017 pembelian kendaraan melalui bunga deposito sebanyak 9 unit. Nilainya mencapai Rp 2.800.000.000, terdiri dari 4 unit Mitsubishi Pajero Sport, dan 5 kendaraan Toyota Avanza. Menurut Inspektorat pembelian di 2017 itu tanpa melalui persetujuan dari Badan Pengawas.

Kondisi tersebut, dinilai Inspektorat, tidak sesuai dengan rencana jangka panjang Pasar Jaya 2013 - 2017 Bab V, dan Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomer  857 tahun 2016 tentang Pengesahan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan  tahun buku 2016. Isinya menyebukan pengelolaan keuangan diselenggarakan berdasarkan prinsip-prinsip  manajemen keuangan yang sehat dan efisien, mengacu kepada anggaran yang ditetapkan.

Semua itu terjadi, karena Pasar Jaya belum punya standar sarana dan prasarana. Terlebih, manager umum dan humas belum membuat StandartvOperating Prosedure (SOP) yang mengatur mekanisme penvgunaan kendaraan dinas operasional.

Akibat semua itu, tulis Inspektorat, pengelolaan kendaraan dinas operasional jadi kurang tertib. (tim Sergab)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama