Hakim Arogan PN Jakarta Barat Dilapor Ke Ketua Kamar Pengawasan MA

Advokat senior John SE Panggabean, SH, MH

JAKARTA (wartamerdeka.info) - Seorang hakim pada Pengadilan Negeri Jakarta Barat, terkesan arogan dalam bersidang perkara perdata sehingga dia jadi sasaran berita sejumlah jurnalis.

Hakim yang layaknya penuh dengan wibawa, bijaksana, penyabar, berintegritas tinggi dan pastinya dengan adil harus membantu para pencari keadilan tapi hakim yang satu ini justru tampil beda.

Para jurnalis pun berfikir jadinya, bagaimana jika hakim yang dipercayakan memutus suatu perkara justru bersikap angkuh dan merugikan mereka yang tengah menjalani proses hukum.

Keangkuhan hakim ini terjadi dalam persidangan pertama perkara perdata No. 352/Pdt.G/2020/ PN.Jkt. Brt yang disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Selasa (30/6/2020).

Kejadian ini diceritakan langsung oleh Advokat senior John SE. Panggabean, SH, MH yang berperan sebagai kuasa hukum Penggugat.

Pengacara ini merasa dilecehkan dirinya. Maka ia pun membocorkan kepada sejumlah wartawan yang sehari hari meliput berita hukum di Jakarta

Arogansinya sosok hakim PN Jakarta Barat, Dr. Hanry Henky Suatan, SH, MH sangat mencolok di hadapan banyak pengunjung sidang.

Kejadian bermula saat dalam persidangan Tergugat I dan Tergugat II tidak hadir tetapi Tergugat III hadir. Berdasarkan release panggilan, juru sita menjelaskan bahwa satpam perumahan menyatakan baik Tergugat 1 maupun Tergugat 2 sudah tidak tinggal di alamat tersebut.

John menjelaskan kepada majelis hakim bahwa alamat yang didatangi tersebut adalah alamat terakhir yang diketahui kliennya. Pihaknya pun menyatakan siap untuk melakukan panggilan melalui iklan di koran jika kedua pihak tergugat memang benar tidak tinggal di alamat itu lagi.

Alih-alih memberi solusi, hakim anggota Dr. Hanry dan hakim ketua Rita Elsy, SH, MH seenaknya saja malah menyuruh gugatan ini dicabut dan mendaftarkan gugatan yang baru jika alamat pihak Tergugat 1 dan 2 sudah ditemukan.

Terhadap saran hakim advokat John mengatakan  menolak mencabut gugatan lantaran dapat semakin memperpanjang proses peradilan yang semestinya berjalan cepat, sederhana dan murah.

“Saya bisa memperbaiki gugatan bahwa itulah alamat terakhir yang diketahui tapi hakim anggota Hanry tetap menyuruh dicabut dan setelah ada alamatnya gugatan baru dimasukkan lagi,” tutur John yang selama ini dikenal sebagai advokat yang banyak membela perkara wartawan yang bermasalah hukum di hampir semua pengadilan di Jakarta dan di satu dua daerah lain.

Jhon Panggabean yang juga merupakan Ketua PERADI Jakarta Timur itu pun menerangkan secara detil kepada majelis hakim bahwa di PN Jakarta Pusat pun langkah yang diambil sama, yakni melakukan panggilan melalui iklan di koran. Namun hal tersebut tak digubris oleh hakim Hanry yang memang otoriter dan arogan saat memimpin sidang dalam perkara lain. Dalam perkara perdata ini Henky hanyalah sebagai hakim anggota tetapi domainnya melebihi ketua majelis hakim yang justru banyak diam.

Ia menyebut bahwa PN Jakarta Pusat berbeda dengan PN Jakarta Barat. Dengan arogannya ia bahkan menyebut insiden yang terjadi dalam persidangan kali ini seumpama orang yang sedang naik Transjakarta (busway).  “Kalau salah tempat harus keluar terminal dulu,” begitu kata Hanry seperti diungkapkan oleh advokat John, seakan Henky lupa bahwa PN Pusat dan Barat adalah satu zona peradilan di wilayah hukum Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.

Setelah berulang kali disuruh mencabut gugatan, Advokat senior yang pernah mendapatkan piagam penghargaan dari Mahkamah Konstitusi ini mengatakan, Majalah Pledoi yang saya pimpin  aktif menyuarakan hukum keadilan.  Jhon menyatakan dengan tegas pihaknya akan tetap lanjut dan tidak mencabut gugatan karena itu sangat merugikan klien.

Perdebatan panas ini pun akhirnya ditengahi oleh ketua majelis hakim dengan memberi waktu toleransi seminggu untuk mencari alamat pihak Tergugat I dan Tergugat II.

John yang merasa dilecehkan dengan sikap arogan Hanry mengaku sangat kecewa.

“Pengalaman saya selama ini kalau memang seorang Tergugat alamatnya yang digugat ternyata sudah pindah ya bisa diiklankan bukan dicabut kecuali memang sejak awal tidak berada di alamat tersebut. Hakim seharusnya bijaksana,” katanya kesal.

“Awalnya yang menyuruh gugatan dicabut adalah hakim ketua Ibu Rita dan hakim Hanky, tetapi yang paling aktif menggurui adalah hakim anggota Hanky padahal menurut saya pendapatnya dan contoh yang dibuatnya keliru,” ungkap Jhon lagi.

Permasalahan ini pun sampai di telinga Ketua Muda (Tuada) Bawas MA, Dr. Andi Samsan Nganro, SH, MH. Ia menegaskan akan segera memberi teguran kepada anak buahnya yang ketahuan menyalahi peraturan MA atau SEMA terkait hukum beracara dalam perdata dimana pemanggilan melalui koran terhadap para pihak yang alamatnya sudah pindah adalah suatu yang lazim. (dm)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama