Yasonna Laoly Berhasil Tuntaskan Ekstradisi Buronan Pembobol Bank BNI Rp1,7 Triliun Dari Pemerintah Serbia

Yasonna Laoly (kanan) dan Maria Pauline Lumowa di pesawat saat proses pemulangan ke Indonesia 

JAKARTA (wartamerdeka.info) - 
Menteri Hukum dan HAM R.I, Yasonna Laoly berhasil tuntaskan proses ekstradisi buronan pembobol Bank BNI dalam kasus Letter of Credit (L/C) fiktif senilai Rp 1,7 triliun, Maria Pauline Lumowa, dari pemerintah Serbia.

Padahal, Indonesia dan Serbia diketahui tidak memiliki perjanjian ekstradisi, untuk dapat membawa Maria Pauline yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Polri sejak 2003 silam. Lantas, bagaimana cara pemerintah dapat membawa Maria Pauline yang telah dinyatakan buron sejak 17 tahun lalu?

"Walaupun kita belum memiliki kerja sama ekstradisi dengan Serbia, tapi dengan hubungan baik, dengan pendekatan diplomasi dalam bidang hukum dan persahabatan, akhirnya kita bisa membawa beliau kemari," kata Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly saat memberikan keterangan di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, di Tangerang, Banten, Kamis (09/07/2020).

Dikatakan Yasonna, Maria Pauline diketahui telah ditangkap oleh otoritas keamanan Serbia saat berada di Bandara Internasional Nikola Tesla di Beograd pada 16 Juli 2019 lalu. Hal itu tidak terlepas dari adanya red notice terhadapnya yang diterbitkan interpol sejak 22 Desember 2003.

Setelah ditangkap, Pemerintah Serbia menghubungi Pemerintah Indonesia untuk memberitahukan hal tersebut. Selanjutnya, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Hukum dan HAM melayangkan surat untuk dapat mengekstradisi Maria Pauline.

"Sempat ada upaya hukum dari Maria Pauline Lumowa untuk melepaskan diri dari proses ekstradisi, juga ada upaya dari salah satu negara Eropa untuk mencegah ekstradisi terwujud," ungkapnya.

Tapi Yasonna tak menyebut negara mana yang dimaksud. Namun, untuk diketahui, meski lahir di Paleloan, Sulawesi Utara, saat ini Maria Pauline diketahui menyandang status warga negara Belanda. Ia menambahkan, proses ekstradisi terhadap buron itu juga tidak lepas dari asas timbal balik atau resiprositas yang diberikan Pemerintah Serbia.

Sebelumnya, Indonesia sempat mengabulkan permintaan Serbia untuk mengekstradisi pelaku pencurian data nasabah Nikolo Iliev pada 2015. Untuk diketahui, Maria Pauline Lumowa merupakan salah satu tersangka pelaku pembobolan kas bank BNI cabang Kebayoran Baru lewat Letter of Credit (L/C) fiktif.

Diketahui, pada periode Oktober 2002 hingga Juli 2003, Bank BNI mengucurkan pinjaman senilai 136 juta dolar AS dan 56 juta Euro atau sama dengan Rp 1,7 Triliun dengan kurs saat itu kepada PT Gramarindo Group yang dimiliki Maria Pauline Lumowa dan Adrian Waworuntu. Aksi PT Gramarindo Group diduga mendapat bantuan dari 'orang dalam' karena BNI tetap menyetujui jaminan L/C dari Dubai Bank Kenya Ltd., Rosbank Switzerland, Middle East Bank Kenya Ltd., dan The Wall Street Banking Corp yang bukan merupakan bank korespondensi Bank BNI.

Pada Juni 2003, pihak BNI yang curiga dengan transaksi keuangan PT Gramarindo Group mulai melakukan penyelidikan dan mendapati perusahaan tersebut tak pernah melakukan ekspor. Dugaan L/C fiktif ini kemudian dilaporkan ke Mabes Polri, namun Maria Pauline Lumowa sudah lebih dahulu terbang ke Singapura pada September 2003 alias sebulan sebelum ditetapkan sebagai tersangka oleh tim khusus yang dibentuk Mabes Polri.

Banyak pihak yang memberikan apresiasi terhadap upaya KemenkumHAM dan Mabes Polri atas kasus ini. Tak luput, pihak BNI sendiri memberikan apresiasi, Komisi III DPR, ORI, pihak Kementerian BUMN dan pihak-pihak lainnya.

Tanggapan Kementerian BUMN Staf Khusus Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Arya Sinulingga mengapresiasi Kementerian Hukum dan HAM yang telah berhasil menangkap buron tersangka kasus pembobolan BNI Maria Pauline Lumowa.

“Walaupun Serbia tidak memiliki hubungan ekstradisi di kita, tapi berhasil dibawa ke Indonesia. Ini hal yang besar dilakukan oleh teman-teman dari Kementerian Hukum dan HAM,” ujar Arya dalam pernyataannya, Kamis (09/07/2020).

Arya berharap Maria bisa segera diproses secara hukum. Dengan begitu, Maria bisa mempertanggungjawabkan seluruh perbuatannya yang telah merugikan Bank BNI.

“Mudah-mudahan selama proses hukum di Indonesia itu juga bisa membawa dampak, bahwa kerugian yang dialami oleh Bank BNI bisa dikembalikan oleh tersangka dengan kembalinya ke Indonesia,” tegasnya. (DANS)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama