FGD Mencari Bentuk Jejaring Sosial Antara Suku Ato, Bana, Lake Dan Sanak Digelar Di TTU


TTU (wartamerdeka.info) - FGD (Focus Group Disscusion) "Mencari Bentuk Jejaring Sosial Antara Suku Ato, Bana, Lake dan Sanak Di Kabupaten Timor Tengah Utara", digelar di Sane Ekon Tefan, Oel Maslete-Kefamenanu-Kab. Timor Timur Utara (TTU), NTT pada 12 Desember 2020.

Kegiatan ini digelar oleh Gregor Antropological Group (GAG) bersama Yayasan Go Green Go Clean Indonesia dibantu Komunitas Simpang Sembilan – Kefamenanu - Kabupaten TTU dengan dukungan sepenuhnya dari Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia - Direktorat Jenderal Kebudayaan.

Yang menarik, acara FGD ini dihadiri oleh 4 orang kepala suku dari Suku Ato (Hilarius Ato) Suku Bana (Nikolas Bana), Suku Lake (Bi Nom Lake), dan Balthasar Sanak kepala Suku Sanak, dan Perwakilan dari 4 suku dengan total 28 orang

Tamu undangan lain yang hadir, antara lain: Ir. Justiani, M.Sc (Ahli Informatika & Komunikasi), Pieter Zwitser (Pakar Pertanian Tradisonal), Irma Bety (Pengembang Tanaman Obat Tradisional), Tim Dirjend. Kebudayaan (5 Orang), Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten TTU, Tim GAG (5 orang), Komunitas Simpang Sembilan (13 orang yang sekaligus sebagai panitia lokal) dan sejumlah masyarakat setempat yang datang terlibat dalam kegiatan.

Kegiatan ini juga dimeriahkan dengan penampilan musik dan tarian tradisional dari Sanggar Tafen Tob Fafinesu – SMAN Fafinesu.

Pater Drs. Gregor Neonbasu, SVD, PhD (Antropolog), selaku Keynote Speaker mengemukakan, konstelasi manusia Timor dalam hubungan dengan geo-antropologi oceania/pasifik sebagai ras malenesia dan bentuk jejaring sosial yang harus dibangun dari paradigma tentang arti eksistensial, makna aktual dan nilai yg relevan ini dilihat dalam kerangka struktur sosial, sistem sosial serta peran/fungsi sosial dari keempat suku di bikomi tersebut.

Sedangkan Drs Yohanes Sanak MA, selain Sebagai narasumber dari Suku Sanak, juga banyak mengulas dan memberikan informasi terkait batas wilayah, peran dan aktivitas-aktivitas sebagai agenda rutin yang masih berlangsung sampai saat ini di Kabupaten TTU.

Narasumber lain, Pater Fritz Meko SVD, MA mengambil isu Globalisasi dengan semua aspek positif dan negatif menekankan pada perubahan semua tatanan mapan yang sudah dianuti sejak dulu. 

Semua segi kehidupan seolah tergugat termasuk kehidupan para religius dan pola pelayanan mereka yang diseriusi selama ini. 

Lima (5) pokok pikiran yang terkait dengan globalisasi  yakni; Ethnoscapes, Technoscape, Financescapes, Mediascapes, Ideoscapes. 

Hal lain yang menjadi perhatian adalah masalah-masalah di era globalisasi yaitu; Kemiskinan dan Kesenjangan, Konsumerisme dan  Materialisme, Militerisme dan Terorisme, Masalah Pluralisme dan Eksklusifisme Agama, Lingkungan, Kemerosotan Moral (demoralisasi), Kemerosotan Spiritual (desakralisasi).

Pater David Amfotis SVD, MA, Ph.D yang juga menjadi narasumber mengatakan, hubungan manusia dengan alam dan segala isinya merupakan hal utama untuk mengajak masyarakat adat kembali menjaga ekosistem dimulai dari wilayahnya masing-masing. 

Polusi, praktek-praktek destruktif dalam keseharian seperti tebang hutan dan lainnya dan tuntutan untuk menyelamatkan alam, dengan berpijak pada tradisi cara berpikir kebudayaan yg tersusun dalam sistem Oe Kanaf, Faot Kanaf serta 'Leu-leu' (pemali-pemali) diyakini oleh masyarakat lokal menjadi tantangan tersendiri yang harus dipecahkan. 

Namun demikian ada harapan dimana konstruksi jaringan sosial yang berbasis pada filosofi-filosofi lokal mesti diaktualisasikan dalam gerakan-gerakan untuk memberikan penyelamatan terhadap lingkungan hidup/alam yang akan memberikan rasa nyaman pada semua penghuni bumi.

Sementara itu Mayjend. TNI (Purn) Saurip Kadi, SE, MM, MBA yang juga menjadi narasumber  menekankan pada isu-isu global. Pertama; globalisasi modal dan integrasi ekonomi menjadi satu pasar tunggal. 

Kedua; perkembangan teknologi transportasi dan komunikasi yang membuat ruang atau jarak menjadi tidak relevan. 

Dan ketiga; konvergensi kepentingan di antara kelompok-kelompok dan timbulnya korporasi multinasional yang memadukan kembali kekuatan-kekuatan sosial pada tingkat global. 

"Tiga perkembangan yang merupakan gejala tunggal itu sering juga digambarkan sebagai kemunculan sebuah masyarakat  dunia (global society) dan merupakan manifestasi dari budaya dunia (global culture)," ujarnya.

Kegiatan FGD dalam mencari bentuk jejaring sosial antara empat (4) suku di Kerajaan Bikomi menghasilkan beberapa point penting adalah:

1. Ada Nilai Solidaritas.

Jejaring sosial antara Suku Ato, Bana, Lake dan Sanak telah memiliki Nilai Solidaritas dimana nilai solidaritas ini tidak saja hanya berupa solidaritas internal antara ke-4 suku besar tersebut namun ada nilai solidaritas eksternal yang dibangun dengan suku-suku lain yang ada di pulau Timor. 

2. Ada Sistem Relasi.

Antara Suku Ato, Bana, Lake dan Sanak memiliki sistem relasi, dimana sistem ini sudah sangat baku dan terlihat pada baik itu relasi personal, relasi interpersonal dan relasi Sosiokemasyarakatan.

3. Ada Nilai Keterbukaan.

Antara Suku Ato, Bana, Lake dan Sanak selama ini saling mengkleim bahwa dari masing-masing mereka yang lebih baik dan menjadi pemimpin. Dengan FGD ini setiap suku menyadari bahwa mereka sama-sama memegang peranan yang penting untuk BIKOMI dan dengan demikian GAG sebagi penyelenggara dapat mengatahui siapa yang utama dengan tingkatan hirarkinya dari cara bertutur kata dan bercerita tentang sukunya masing-masing.

Point penting lainnya adalah harus diangkat kembali nilai-nilai hubungan yang ada dalam ke-4 suku yang dulu sudah terbangun untuk dijadikan pola dasar relasi sosial dari masyarakat dijaman globalisasi ini.

Janssen Meko, SE selaku Ketua Panitia Pelaksana, mengungkspkan, kegiatan FGD ini menghasilkan dua (2)  hal besar yang akan menjadi  langkah tindak lanjutnya yaitu:

Kajian lanjutan untuk mengali beberapa informasi terkait hubungan ke-4 suku dengan suku-suku lain yang ada di Pulau Timor dengan juga menggunakan metode daftar pertanyaan kepada pihak-pihak yang terkait dengan suku-suku tersebut.

"Dan di Bulan Maret 2021 akan dihasilkan sebuah buku  yng didalamnya akan memuat seluruh latar belakan sejarah dan budaya,, peradaban dan kelestarian Kerajaan BIKOMI dengan 4 suku besarnya  dalam bingkai Budaya Bikomi di Kabupaten TTU Provinsi NTT," tutupnya. (A)

3 Komentar

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. Terima kasih banyak ami sampaikan kepada Tim Dirjend Kebudayaan; Ibu Endah, Pak Wewen, Pak Bimo, Pak Kurniadi dan Pak Amin yang telah meluangkan waktu dan tenaga untuk hadir dan mensuport kegiatan FGD...

    BalasHapus
  3. Setelah selesai proses penerbitan buku yang kaya makna akan suku dan budaya BIKOMI di Kabupaten TTU ini, GAG juga akan menelaah suku-suku lain yang ada di Pulau Timor dan tidak tertutup kemungkinan suku-suku diseluruh kawasan Milenesia...

    BalasHapus
Lebih baru Lebih lama