Elektabilitas Danny Pomanto Merosot, Karena Dinilai Gagal Laksanakan Pembangunan Saat Jadi Wali Kota

MAKASSAR (wartamerdeka.info) -  Menjelang  Hari-H pelaksanaan Pemilihan Wali Kota Makassar, pada 9 Desember 2020, elektabilitas Calon Wali Kota Makassar Danny Pomanto (DP) merosot. Ini diketahui dari hasil survei Lembaga survei Roda Tiga Konsultan, kemarin. Dalam  survei terbarunya, lembaga survey ini mencatat, pasangan calon (Paslon) Wali Kota - Wakil Wali Kota Makassar Munafri Arifuddin-Rahman Bando atau Appi-Rahman elekatilitasnya terus meningkat.   

Paslon Wali Kota-Wakil Wali Kota 

Sebaliknya, paslon nomor urut 1 Danny Pomanto-Fatmawati Rusdi Masse (Adama) elektabilitasnya makin merosot.

Mengapa Danny Pomanto yang merupakan petahana elektabilitasnya menurun?   

Direktur Eksekutif Mitra Demokrasi Indonesia (MDI) Andi Taufiq Aris menilai wajar jika jelang Pilwalkot Makassar 9 Desember mendatang, eletabilitas Danny Pomanto menurun.

Menurutnya, hal itu karena mayoritas masyarakat Kota Makassar tahu sejumlah program pemerintahan ketika Danny Pomanto menjabat Wali Kota Makassar banyak yang mubazir.

"Mayoritas masyarakat Makassar bukan gagal paham, tetapi banyak yang memahami atau paham kegagalan DP saat menjabat Wali Kota Makassar lalu. Jadi, saran saya sebaiknya DP berhati-hati bicara tentang keberhasilannya di dalam debat pilwali," ujar ATA sapaan akrabnya.

ATA menilai, program DP bermasalah khususnya dalam tata kelola pemerintahan.

"Banyak program yang terlanjur dibangun tetapi menjadi mubazir sehingga hanya menimbulkan kerugian negara. Pemerintahan Danny Pomanto gagal dari sisi perencanaan, penganggaran, dan pengawasan. Makanya masalah ini bisa dipidana," sebut ATA

Pakar juga, kata ATA, menyebutkan bahwa berdasarkan UU BPK dan UU Tipikor, pemborosan dalam program pemerintahan itu termasuk tindak pidana korupsi yang mengakibatkan kerugian negara.

Ia pun membeberkan kegagalan program pemerintahan calon petahana tersebut antara lain pengadaan halte smart, pete-pete smart, tong sampah gendang dua, pohon ketapang, gerobak kaki lima, hingga gemuknya tenaga honorer dalam Organisasi Perangkat Daerah (OPD).

"Sejumlah program pemerintahan Danny Pomanto itu malah belum mampu mengangkat pertumbuhan ekonomi Makassar secara signifikan. Padahal, APBD saat itu Rp 4 triliun. Malahan tingkat pengangguran 10,2, tertinggi di Sulsel, angka kemiskinan di atas 700 ribu jiwa," ungkapnya.

"Makanya saya katakan bahwa mayoritas masyarakat sudah memahami kegagalan DP saat menahkodai Pemkot Makassar karena bukti-bukti tersebut. Nah, kalau DP banyak bicara soal prestasinya di debat pilwali, mungkin beliau yang gagal paham," pungkasnya.

Kegagalan Danny Pomanto melaksanakan lrogram pembangunan Kota Makassar ini juga diakui oleh  nantan Sekretaris Kota (Sekkot) Makassar, Ibrahim Saleh.

Ibrahim Saleh adalah Sekkot di masa Danny Pomanto jadi Wali Kota.

Menurutnya,  program pembangunan Makassar periode 2014-2019 memang banyak yang gagal. 
 
Dikatakannya, kunci berhasil atau tidaknya pembangunan daerah terletak pada manajemen dan gaya kepemimpinan kepala daerah. Wali Kota Danny Pomanto gagal karena tidak mendelegasikan sebagian kewenangan dan tanggung jawab kepada para pembantunya, mulai dari wakil wali kota, sekretaris kota, asisten dan kepala dinas.

“Bukan pembantu wali kota menjadi penyebab kegagalan program Pemkot Makassar. Penyebab utamanya adalah, gaya kepemimpinan Danny Ponanto yang tidak mempercayai dan mendelegasikan sebagian kewenangan dan tanggung jawab kepada staf atau pembantunya,” sambung Ibrahim.

Di era kepemimpinan DP selaku walikota sistem pemerintahan memang tidak berjalan sesuai regulasi pemerintahan yang ada. Banyak fungsi dan peran terpotong. Misalnya peran wakil wali kota kurang optimal karena tertutup, bahkan bisa dibilang terkunci oleh pola manajemen dan gaya kepemimpinan wali kota kala itu.
 
“Termasuk juga peran-peran kepala dinas yang secara teknis mengeksekusi program tidak dapat berjalan maksimal. Misalnya dinas perhubungan terkait kegagalan pete-pete smart dan halte kapsul, lalu ada juga dinas perikanan dan pertanian terkait program TPI modern dan banyak lagi,” tutup dia.

Integritas Moh Ramdhan Pomanto (Danny) sebagai mantan Walikota Makassar juga dipertanyakan oleh sejumlah pakar dari dua universitas. Danny dinilai kurang menunjukkan bukti integritas yang baik selama menjadi pejabat publik.

“Bicara integritas berarti bicara tentang komitmen, konsisten, dan konsekuen. Dan itu bisa ditelusuri melalui rekam jejak digital yang ada,” kata pakar kebijakan publik dari STIA LAN Makassar, Dr Alam Tauhid Syukur, baru-baru inj.

Menurutnya, Danny kurang komitmen dalam memenuhi janji-janji politiknya. Danny gagal menepati janji membawa Makassar menjadi kota dunia.

“Misalnya janji tentang tempat sampah gendang dua dan pete-pete smart. Beliau itu kan sudah membuat haltenya. Satu halte kurang lebih menghabiskan Rp.600 juta. Ini kan tidak diimplementasikan dengan baik sehingga tidak jalan sampai periodenya berakhir. Ini kan kerugian negara!” tegas Alam.

Dr Jayadi Nas, pakar politik pemerintahan dari Universitas Hasanuddin, juga berpendapat sama. Menurutnya integritas kepemimpinan Danny di periode pertama perlu dievaluasi.

Misalnya program kanal wisata, selain gagal, program pembangunan kanal itu juga bukan ranah pemkot, tapi kewenangan pemprov. "Mungkin dia kurang membaca undang-undang, sehingga salah dalam menjanjikan sesuatu yang bukan kebijakannya,” tambah Jayadi. (A)  

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama