Vonis Bebas Mantan Dirut Bank, Hakim Bakal Dilaporkan Ke KY, MA Dan Ombudsman

Majelis hakim pimpinan M Sainal, SH, MH.

JAKARTA (wartamerdeka.info) - Apa yang dikhawatirkan Rita KK, politisi Alex Asmasoebrata dan pengacara Hasanuddin Nasution, SH, MH, dalam kasus perbankan Bank Of India Indonesia (BOII) terjadi juga.

Mantan Dirut Bank Swadesi yang berganti nama menjadi BOII Ningsih Suciati yang diadilii di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan sudah dituntut Jaksa Penuntut Umum 5 (lima) tahun penjara divonis bebas oleh majelis hakim yang diketuai M Sainal SH, MH, Senin (7/12/2020).

Terkait dengan vonis bebas terhadap terdakwa Ningsih Suciati tersebut pencari keadilan Rita KK yang jadi saksi korban bakal mengadukan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat pimpinan M Sainal ke Komisi Yudisial (KY), Ombudsman dan Badan Pengawasan (Bawa) Mahkamah Agung (MA). Pasalnya, M Sainal dengan dua anggotanya memutuskan kasus perbankan dengan terdakwa eks Dirut Bank Swadesi/BOII Ningsih Suciati sarat dengan kejanggalan, menihilkan kebenaran dan jauh dari rasa keadilan masyarakat.

Hal tersebut  dikatakan salah satu penasihat hukum Rita KK, pengacara Hasanuddin Nasution, menanggapi putusan bebas majelis hakim terhadap terdakwa Ningsih Suciati. 

"Perlu diadukan ke KY, Ombudsman dan MA putusan yang tidak mengandung  rasa keadilan masyarakat itu. Kendati dalam kasus ini hanya Rita KK dirugikan miliaran rupiah, dizolimi, kecewa, merasa prihatin, sedih hingga menangis atas putusan tersebut, korban sesungguhnya banyak sekali masyarakat Indonesia. Terutama masyarakat yang tidak dekat dengan kekuasaan, awam hukum dan berekonomi biasa-biasa kalau tidak mau dikatakan miskin dibandingkan  bank atau suatu kooporasi,” kata Hasanuddin Nasution di Jakarta, Selasa (8/12/2020).

Menyinggung bahwa sebelumnya Alex Asmasoebrata telah meminta dilakukan pemantauan dan pengawasan kepada KY dan Bawas MA  akan persidangan kasus tersebut, kata Hasanuddin, tetap tak menyurutkan niat klien dan dirinya mengadukan putusan yang dinilai tak memenuhi rasa keadilan itu baik ke KY, MA dan Ombudsman. Alasannya, hanya secara tertulis saja disebutkan dilakukan monitoring dan pengawasan. Faktanya, selama persidangan tidak pernah tampak aparat KY maupun MA memonitoring atau melakukan pengawasan. 

“Demi memenuhi rasa keadilan masyarakat, KY, MA dan Ombudsman perlu menyelidiki kemungkinan adanya faktor non tehnis terkait putusan kasus perbankan ini,” ujar Nasution.

Majelis hakim pimpinan M Sainal membebaskan bekas Dirut Bank Swadesi/BOII Ningsih Suciati dari jerat hukum pidana perbankan, dengan alasan, karena pengenaan pasal 49 huruf b UU Perbankan terhadap Ningsih oleh JPU dinilai  prematur sebab Terdakwa dinilai hanya melanggar SOP  dan banknya tidak  pernah tak mengindahkan teguran/peringatan Bank Indonesia atau Otoritas Jasa Keuangan (OJK). 

"Masih terlalu prematur pengenaan pasal 49 huruf b kalau terkait tak dipatuhinya SOP," kata majelis hakim.

Menurut Hasanuddin, vonis majelis hakim tersebut menyiratkan betapa sulitnya masyarakat mendapatkan keadilan meski sudah puluhan tahun digapai-gapainya. Akibatnya, bukan tidak mungkin masyarakat menjadi takut menempuh upaya hukum sekalipun dirugikan karena hukum itu sulit sekali didapatkan mengingat harganya yang sangat mahal hingga tak terjangkau.

Hasanuddin juga mendapat kesan majelis hakim seolah bukan pemberi keadilan bagi masyarakat pencari keadilan. Hal itu terjadi karena hakim seolah tidak tahu bahwa putusannya itu hampir sama dengan undang-undang atau menjadi yurisprudensi. Artinya saat ada kasus serupa maka hakim berikutnya dapat memutuskan sesuai yurisprudensi itu. 

"Maka yang terjadi berikutnya kekacauan hukum (perbankan). Debitur dengan usahanya tidak dilindungi bahkan dijauhkan dari keadilan, sementara kepentingan kreditur dijaga  dilindungi bahkan diproteksi," tandasnya.

L

Padahal, kata Hasanuddin,  terdakwa sendiri dalam persidangan telah mengaku melakukan sebagaimana didakwakan jaksa. Tetapi bukan hanya dirinya sendiri, melainkan dilakukan bersama-sama direksi, komisaris dan komite kredit di BOII. 

"Dalam perkara pidana pengakuan seorang terdakwa terutama yang bersesuaian dengan keterangan saksi, pendapat ahli dan alat bukti lain jelas lebih dari cukup bagi majelis hakim untuk menghukumnya," tutur Hasanuddin. Kecuali ada faktor non teknis mempengaruhi majelis hakim tersebut, katanya menambahkan.

Tidak hanya pengaduan terdakwa itu saja yang mengisyaratkan keganjilan putusan kasus Ningsih. Sebelumnya Rita KK juga mengajukan prapid dan dikabulkan hakim. Sebaliknya prapid yang dimohonkan Ningsih ditolak hakim. Lebih dari itu, berkas 15 tersangka dalam kasus sama telah diserahkan Mabes Polri ke Kejaksaan Agung. Dengan fakta-fakta itu menjadi tidak rasional putusan majelis hakim membebaskan terdakwa dari segala dakwaan maupun tuntutan hukum tersebut.(dm)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama