JAKARTA-Kapolri Jendral (Pol) Bambang Hendarso Danuri menegaskan polisi sudah menetapkan sepuluh tersangka dalam kasus penusukan dan pemukulan dua pemuka gereja HKBP Ciketing, Minggu lalu.
"Untuk kasus HKBP, kita akan usut tuntas siapapun di belakangnya atau siapa yang melakukan tindak kekerasan akan melalui proses hukum yang tegas. Jadi jangan lagi ada yang seolah-olah (bilang) kita tidak melakukan penegakan hukum," ungkapnya di Istana Negara, Rabu (15/9/2010).
Dengan pernyataan Kapolri ini, artinya ada penambahan satu tersangka dalam peristiwa kekerasan tersebut, karena sebelumnya Mabes Polri telah menetapkan sembilan orang tersangka. Satu orang yang disebut sebagai tersangka baru kabarnya adalah Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Front Pembela Islam Bekasi Muharli Barda yang sebelumnya mendatangi Polda Metro Jaya.
Sebelumnya, Kepala Divisi Humas Polri, Brigadir Jenderal Iskandar Hasan mengatakan, sembilan orang diduga terlibat. "Polda sudah menangkap dan memeriksa orang yang terlibat dalam kasus itu. Ada sembilan orang yakni, AF (25), DT (24), KH (17), AS (18) ,IS (28), KN (17), NN (29), PP (25), dan KA (18)," jelas Kadiv Humas Polri, Brigadir Jenderal Iskandar Hasan, Selasa 14 September 2010. Soal motivasi dan apa latar belakang penusukan itu, polisi masih menyelidikinya.
Soal ormas yang diduga terlibat? "Tidak bicarakan ormas, tapi yang terlibat akan ditindak, polisi atau Polri akan membuka seterang-terangnya masalah ini," tambah dia.
Mereka yang terlibat dan terbukti bisa dijerat pasal berlapis. "Pasal 351 ayat 2, membuat orang lain terluka karena penganiayaan, bersama-sama kena Pasal 170, menghasutnya kena Pasal 160 KUHP," tambah Iskandar.
Pendeta Luspida Simanjuntak dan Majelis Gereja, Hasian Lumbatoruan Sihombing mengalami kekerasan saat akan berangkat ibadah, Minggu 12 September 2010.
Luspida menderita luka memar di bagian kening, dan Hasian Lumbatoruan mengalami luka tusuk pada bagian perut. Hingga kini akibat peristiwa itu, Hasian harus menjalani perawatan intensif di RS Sakit Mitra Keluarga Bekasi Timur.
Sedangkan Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya Inspektur Jenderal Timur Pradopo menjelaskan kronologi penusukan dua pimpinan jemaat Huria Kristen Batak Protestan (HKBP).
Menurut Kapolda, kasus itu berawal dari adanya rumah tinggal yang digunakan sebagai tempat kebaktian jemaat HKBP di Pondok Timur Indah, Mustika Jaya, Bekasi. Rumah itu dipakai sejak tahun 1990.
Permasalah muncul setelah masyarakat keberatan karena pada hari Minggu banyak kendaraan parkir di jalan dan membuat macet. Keberatan warga ditanggapi kelurahan dan kecamatan.
Sehingga pada 1 Maret 2010, Pemerintah Kota Bekasi melakukan penyegelan rumah ibadah tersebut. Di lokasi itu kemudian dilarang untuk digunakan sebagai tempat beribadah karena tidak sesuai dengan peruntukan.
"Yang perlu diluruskan bukan pelarangan kebaktian. Tempat disegel karena tidak sesuai dengan peruntukan," ujar Timur.
Tetapi, sejak itu tetap saja jemaat HKBP melakukan kebaktian di lokasi tersebut. Sehingga pada 2 Juli 2010 dilakukan penyegelan kedua.
Setelah disegel, jemaat HKBP kemudian mulai melakukan ibadah di lahan kosong milik HKBP yang jaraknya sekitar 3 Km dari tempat semula pada 11 Juli 2010.
Kebaktian terus dilakukan di tempat itu sejak 11 Juli 2010 setiap minggunya. Jemaat selalu berjalan kaki, dari tempat yang disegel hingga ke kebon kosong.
Puncaknya pada 8 Agustus 2010, warga yang tergabung dalam Masyarakat Forum Umat Islam Mustika Jaya Bekasi melakukan protes dan menolak kebaktian di lokasi itu.
Menutur Kapolda, polisi kemudian melakukan pengamanan agar tidak terjadi kerusuhan dan tidak menimbulkan korban.
"Tetapi pekan selanjutnya, jemaat HKBP tetap saja melakukan kebaktian di lokasi itu," ujarnya.
Menurut Kapolda, setelah kejadian 8 Agustus 2010 lalu, masyarakat mempercayakan masalah ini kepada polisi.
Pengamanan juga dilakukan polisi hingga 12 September saat terjadi penusukan.
Saat itu sekitar pukul 08.40 WIB, ketika jemaat akan melukan ibadah, di tengah jalan muncul tiga motor yang menghadang rombongan jemaat dan melakukan penyerangan, sehingga ada korban luka.
"Saat itu polisi lebih mengutamakan untuk menyelamatkan korban terlebih dahulu," katanya.
Saat ini, penyidik Polda Metro Jaya telah menangkap sembilan orang dan telah menetapkan mereka sebagai tersangka.
Berkaitan dengan kasus itu, Ketua DPW Front Pembela Islam Bekasi, Murhali Barda datang ke Markas Polda Metro Jaya untuk berikan keterangan terkait insiden penusukan jemaat Huria Kristen Batak Protestan (HKBP). Ia didampingi Sekjen FPI, Sobri Lubis, dan Kabid Advokasi FPI, Munarman.
Kedatangan Murhali ke Polda Metro Jaya atas inisiatif sendiri dan bukan dipanggil Polda. Hal ini dilakukan untuk mengklarifikasi ke Polda Metro Jaya.
Murhali akan memberikan keterangan sebagai bentuk pertanggungjawaban ketua DPW FPI Bekasi yang merasa terpojokkan dengan adanya insiden ini.
"Belum tentu ia yang bersalah. Jadi tunggu saja hasil pemeriksaan. Ini itikad baik. Dia belum dinyatakan bersalah. 9 pelaku bukan anggota FPI tapi dari elemen masyarakat," ujar Kabid Advokasi, Munarman di Polda, Selasa 13 September 2010.
Menurut Munarman, insiden ini merupakan akumulasi kasus yang berkepanjangan, sejak berbulan-bulan karena tidak diselesaikan.
"Padahal sejak awal tempat ibadah di Pondok Timur Indah, Kota Bekasi, ditentang karena perizinan sudah ditolak. Tapi jemaat HKBP tetap ngotot," ujar Munarman.
Menurut Munarman, kehadiran jemaat HKBP setiap minggu dalam melaksanakan kebaktian menimbulkan persoalan masyarakat sekitar. Tidak ada pemicu khusus dalam insiden penusukan ini.
Pengurus Kongres Umat Islam Bekasi, Shalih Mangara Sitompul yang turut mendampingi Marhali memastikan tidak ada satu perencanaan apapun dalam insiden itu.
"Itu murni insiden, pada saat itu kejadiannya. Penusukan sesuatu yang sifatnya spontan. adik-adik (pelaku) yang diperiksa juga terluka, wajahnya malah terluka terkena hantaman," ujar Shalih. (dadang/kc/vn)
"Untuk kasus HKBP, kita akan usut tuntas siapapun di belakangnya atau siapa yang melakukan tindak kekerasan akan melalui proses hukum yang tegas. Jadi jangan lagi ada yang seolah-olah (bilang) kita tidak melakukan penegakan hukum," ungkapnya di Istana Negara, Rabu (15/9/2010).
Dengan pernyataan Kapolri ini, artinya ada penambahan satu tersangka dalam peristiwa kekerasan tersebut, karena sebelumnya Mabes Polri telah menetapkan sembilan orang tersangka. Satu orang yang disebut sebagai tersangka baru kabarnya adalah Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Front Pembela Islam Bekasi Muharli Barda yang sebelumnya mendatangi Polda Metro Jaya.
Sebelumnya, Kepala Divisi Humas Polri, Brigadir Jenderal Iskandar Hasan mengatakan, sembilan orang diduga terlibat. "Polda sudah menangkap dan memeriksa orang yang terlibat dalam kasus itu. Ada sembilan orang yakni, AF (25), DT (24), KH (17), AS (18) ,IS (28), KN (17), NN (29), PP (25), dan KA (18)," jelas Kadiv Humas Polri, Brigadir Jenderal Iskandar Hasan, Selasa 14 September 2010. Soal motivasi dan apa latar belakang penusukan itu, polisi masih menyelidikinya.
Soal ormas yang diduga terlibat? "Tidak bicarakan ormas, tapi yang terlibat akan ditindak, polisi atau Polri akan membuka seterang-terangnya masalah ini," tambah dia.
Mereka yang terlibat dan terbukti bisa dijerat pasal berlapis. "Pasal 351 ayat 2, membuat orang lain terluka karena penganiayaan, bersama-sama kena Pasal 170, menghasutnya kena Pasal 160 KUHP," tambah Iskandar.
Pendeta Luspida Simanjuntak dan Majelis Gereja, Hasian Lumbatoruan Sihombing mengalami kekerasan saat akan berangkat ibadah, Minggu 12 September 2010.
Luspida menderita luka memar di bagian kening, dan Hasian Lumbatoruan mengalami luka tusuk pada bagian perut. Hingga kini akibat peristiwa itu, Hasian harus menjalani perawatan intensif di RS Sakit Mitra Keluarga Bekasi Timur.
Sedangkan Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya Inspektur Jenderal Timur Pradopo menjelaskan kronologi penusukan dua pimpinan jemaat Huria Kristen Batak Protestan (HKBP).
Menurut Kapolda, kasus itu berawal dari adanya rumah tinggal yang digunakan sebagai tempat kebaktian jemaat HKBP di Pondok Timur Indah, Mustika Jaya, Bekasi. Rumah itu dipakai sejak tahun 1990.
Permasalah muncul setelah masyarakat keberatan karena pada hari Minggu banyak kendaraan parkir di jalan dan membuat macet. Keberatan warga ditanggapi kelurahan dan kecamatan.
Sehingga pada 1 Maret 2010, Pemerintah Kota Bekasi melakukan penyegelan rumah ibadah tersebut. Di lokasi itu kemudian dilarang untuk digunakan sebagai tempat beribadah karena tidak sesuai dengan peruntukan.
"Yang perlu diluruskan bukan pelarangan kebaktian. Tempat disegel karena tidak sesuai dengan peruntukan," ujar Timur.
Tetapi, sejak itu tetap saja jemaat HKBP melakukan kebaktian di lokasi tersebut. Sehingga pada 2 Juli 2010 dilakukan penyegelan kedua.
Setelah disegel, jemaat HKBP kemudian mulai melakukan ibadah di lahan kosong milik HKBP yang jaraknya sekitar 3 Km dari tempat semula pada 11 Juli 2010.
Kebaktian terus dilakukan di tempat itu sejak 11 Juli 2010 setiap minggunya. Jemaat selalu berjalan kaki, dari tempat yang disegel hingga ke kebon kosong.
Puncaknya pada 8 Agustus 2010, warga yang tergabung dalam Masyarakat Forum Umat Islam Mustika Jaya Bekasi melakukan protes dan menolak kebaktian di lokasi itu.
Menutur Kapolda, polisi kemudian melakukan pengamanan agar tidak terjadi kerusuhan dan tidak menimbulkan korban.
"Tetapi pekan selanjutnya, jemaat HKBP tetap saja melakukan kebaktian di lokasi itu," ujarnya.
Menurut Kapolda, setelah kejadian 8 Agustus 2010 lalu, masyarakat mempercayakan masalah ini kepada polisi.
Pengamanan juga dilakukan polisi hingga 12 September saat terjadi penusukan.
Saat itu sekitar pukul 08.40 WIB, ketika jemaat akan melukan ibadah, di tengah jalan muncul tiga motor yang menghadang rombongan jemaat dan melakukan penyerangan, sehingga ada korban luka.
"Saat itu polisi lebih mengutamakan untuk menyelamatkan korban terlebih dahulu," katanya.
Saat ini, penyidik Polda Metro Jaya telah menangkap sembilan orang dan telah menetapkan mereka sebagai tersangka.
Berkaitan dengan kasus itu, Ketua DPW Front Pembela Islam Bekasi, Murhali Barda datang ke Markas Polda Metro Jaya untuk berikan keterangan terkait insiden penusukan jemaat Huria Kristen Batak Protestan (HKBP). Ia didampingi Sekjen FPI, Sobri Lubis, dan Kabid Advokasi FPI, Munarman.
Kedatangan Murhali ke Polda Metro Jaya atas inisiatif sendiri dan bukan dipanggil Polda. Hal ini dilakukan untuk mengklarifikasi ke Polda Metro Jaya.
Murhali akan memberikan keterangan sebagai bentuk pertanggungjawaban ketua DPW FPI Bekasi yang merasa terpojokkan dengan adanya insiden ini.
"Belum tentu ia yang bersalah. Jadi tunggu saja hasil pemeriksaan. Ini itikad baik. Dia belum dinyatakan bersalah. 9 pelaku bukan anggota FPI tapi dari elemen masyarakat," ujar Kabid Advokasi, Munarman di Polda, Selasa 13 September 2010.
Menurut Munarman, insiden ini merupakan akumulasi kasus yang berkepanjangan, sejak berbulan-bulan karena tidak diselesaikan.
"Padahal sejak awal tempat ibadah di Pondok Timur Indah, Kota Bekasi, ditentang karena perizinan sudah ditolak. Tapi jemaat HKBP tetap ngotot," ujar Munarman.
Menurut Munarman, kehadiran jemaat HKBP setiap minggu dalam melaksanakan kebaktian menimbulkan persoalan masyarakat sekitar. Tidak ada pemicu khusus dalam insiden penusukan ini.
Pengurus Kongres Umat Islam Bekasi, Shalih Mangara Sitompul yang turut mendampingi Marhali memastikan tidak ada satu perencanaan apapun dalam insiden itu.
"Itu murni insiden, pada saat itu kejadiannya. Penusukan sesuatu yang sifatnya spontan. adik-adik (pelaku) yang diperiksa juga terluka, wajahnya malah terluka terkena hantaman," ujar Shalih. (dadang/kc/vn)