Tolak Jaksa Agung dari Luar, 8 Ribu Jaksa Dinilai Membangkang

JAKARTA – Sikap delapan ribu jaksa yang menolak Jaksa Agung dari kalangan luar dinilai sebagai pembangkangan. Sebab yang berhak menentukan siapa calon Jaksa Agung, apakah dari luar atau dari dalam, adalah Presiden.

"Kalau sebagai masukan tidak apa-apa, itu sah-sah saja. Tapi kalau memaksa itu namanya pembangkangan. Presiden tidak bisa dipaksa," kata Direktur Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) UGM, Zaenal Arifin Mochtar, Jumat (17/9/2010).

Dia menjelaskan, tidak etis bagi jaksa untuk melawan pilihan presiden. Apalagi sampai memaksa, mengingat jaksa adalah pegawai negeri sipil, abdi negara.

"Jaksa Agung mau dari dalam atau dari luar itu sepenuhnya kewenangan presiden," terangnya.

Zaenal justru mempertanyakan langkah 8 ribu jaksa itu. Siapa yang menggerakkan dan apa motifnya. Karena jangan-jangan ada kalangan di dalam yang tidak ingin Kejagung berubah.

"Di lembaga itu diduga banyak mafia, jangan-jangan, kita duga ada mafia yang menggerakkan agar bisa tetap bermain di sana," ujarnya.

Seperti diketahui, sedikitnya 8.479 jaksa yang tergabung dengan Persatuan Jaksa Indonesia (PJI) meminta Presiden Yudhoyono memilih pengganti Jaksa Agung Hendarman Supandji dari kalangan internal kejaksaan.

"8479 anggota PJI se-Indonesia telah menyampaikan aspirasinya melalui pengurus cabang dan pengurus daerah kepada pengurus PJI," ujar Humas Persatuan Jaksa Indonesia (PJI) Chuck Suryosumpeno dalam jumpa pers di Kejagung, Jl Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan, Kamis (16/9/2010).

PJI akan meneruskan permintaan tersebut langsung ke Presiden. “Mengharapkan Presiden RI masih berkenan untuk mengangkat jaksa karir sebagai Jaksa Agung menggantikan Hendarman Supandji," imbuhnya.

Sementara itu Kepala Pusat penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Babul Khoir menegaskan, Jaksa Agung Hendarman Supandji sudah mengajukan delapan nama dari internal Kejaksaan sebagai calon penggantinya. Kedelapan nama tersebut yakni Darmono (Wakil Jaksa Agung), M.Amari (JAM-Pidsus), Hamzah Tadja (JAM-Pidum), Marwan Effendy (JAM-Pengawas), Edwin P Situmorang (JAM-Intelijen), Iskamto (JAM-Pembinaan), Kemal Sofyan Nasution (JAM-Perdata dan tata usaha) dan Zulkarnaen (Staf Ahli JA) tidak akan diuji oleh Jaksa Agung.

"Memang ada delapan nama, tapi beliau tidak menguji siapa yang layak menjadi JA. JA hanya menyerahkan kepada Presiden, siapa yang pas untuk menggantikan beliau. Jadi tidak ada istilah fit and proper tes dari JA kepada calon itu, jadi kami menyerahkan sepenuhnya ke presiden."jelas Babul.

Meski sudah ada delapan calon yang bakal menggantikan Hendarman, namun nama-nama tersebut diakuinya belum secara resmi tertulis diajukan kepada Presiden. "Saya tidak pernah mengomentari pengajuan delapan orang ini sudah tertulis oleh Presiden," tutupnya.

Sementara itu, anggota Komisi III DPR Bambang Soesatyo menuding Jaksa Agung Hendarman Supandji di belakang gerakan itu.

"Sikap para jaksa itu tentu ada yang menggerakkan. Yang memiliki kekuatan tersebut adalah tentu pimpinan tertingginya yang saat ini masih menjabat," kata Bambang di gedung DPR, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Jumat (17/9/2010).

"Saya heran dan pasti akan mempertanyakan hal ini pada Jaksa Agung di DPR nanti. Kenapa kejaksaan seperti ketakukan untuk menerima figur dari luar," kata politikus Partai Golkar ini.

Lebih jauh, Bambang menilai, sikap 8 ribu jaksa itu semakin menguatkan anggapan masyarakat bahwa Kejaksaan Agung misterius.

"Sikap para jaksa itu makin meneguhkan persepsi masyakat bahwa Kejaksaan Agung itu penuh misteri dan awan gelap yang jika ada figur dari luar masuk membawa lentera dan memberi penerangan akan terlihat jelas berbagai persoalan yang selama ini berhasil ditutup-tutupi," kata dia.(ar/dari berbagai sumber)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama