JAKARTA – Tjipta Fudjiarta, pengusaha Medan mengajukan gugatan praperadilan terhadap Kapolri Jenderal Pol Badrodin Haiti dan Kabareskrim Komjen Pol Anang Iskandar atas penetapan status tersangka terhadap dirinya, dalam penyidikan kasus dugaan penipuan dan pemberian keterangan palsu dalam jual-beli saham Hotel BCC Batam.
Dalam berkas gugatannya, Tjipta melalui kuasa hukumnya Trisno Raharjo, Topan Meiza Romadhon, Chairul Armand dan Nur Herlina memohon kepada Hakim Praperadilan agar segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan Termohon, dalam hal ini Mabes Polri, yang berkaitan dengan penetapan tersangka terhadap diri Pemohon (Tjipta Fudjiarta), tidak sah.
Selanjutnya, Tjipta Fudjiarta melalui kuasa hukumnya, meminta pengadilan menghukum Termohon untuk mengganti kerugian material sebesar 50 miliar dan kerugian immaterial sebesar 100 miliar secara tunai dan sekaligus sejak putusan diucapkan.
Adanya tuntutan 150 miliar yang diajukan Tjipta, dibenarkan oleh Alfonso Napitupulu, kuasa hukum Conti Chandra yang menjadi korban penipuan saham tersebut.
“Yang saya tahu dalam berkas gugatan yang diajukan pihak kuasa hukum Tjipta, ada tuntutan 150 miliar,” kata Alfonso. Tuntutan 150 miliar tersebut menurut Alfonso ada pada dua halaman terakhir berkas gugatan yang diajukan kuasa hukum Tjipta.
Saat ditemui usai sidang praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Kuasa hukum Tjipta, Trisno Raharjo, membenarkan adanya gugatan 150 miliar tersebut. “Ada angka-angkanya,” kata Trisno.
Sedangkan saat ditanya tentang nilai gugatan hingga 150 miliar tersebut, Kuasa hukum Mabes Polri, Binsan Simorangkir mengatakan tidak tahu. Demikian juga saat ditanya apakah wajar untuk gugatan praperadilan, dicantumkan ganti kerugian hingga 150 miliar, Binsan tetap enggan menjawab. “Sebaiknya tanyakan pada hakim,” kata Binsan.
Di tempat berbeda, Penggiat anti korupsi dari Lembaga Pemantau Penyelenggara Negara Republik Indonesia (LPPNRI), Budi Prihyono mengatakan, dengan adanya gugatan dari Tjipta, mengindikasikan kalau kepolisian dan pengadilan, dibuat seperti ‘permainan’ oleh Tjipta.
Indikasinya, setelah praperadilan yang dilakukan Conti, dibalas dengan praperadilan yang diajukan Tjipta.
“Misalkan praperadilan yang diajukan Tjipta menang, berarti ada dua keputusan yang berbeda di institusi PN Jakarta Selatan. Itu hal yang aneh untuk kasus yang sama,” kata Budi.
Demikian pula diinstitusi kepolisian ada dua keputusan pula yaitu Dittipidum bahwa kasus BCC Hotel ada unsur pidana dan sudah menetapkan tersangka namun Dittipideksus menganalisa tidak ada pidana.
“Sekarang tinggal kebijakan hakim yang mulia yang menangani gugatan praperadilan ini, apakah mau pengadilan digiring ke permainan Tjipta. Mari kita tunggu hari Senin (saat putusan praperadilan),” kata Budi.
Sidang praperadilan yang diajukan Tjipta sendiri tergolong unik, karena dalam kasus yang sama, terjadi dua kali pengajuan praperadilan. Pertama, praperadilan diajukan pihak korban, Conti Chandra, yang tidak terima kasus dihentikan penyidikannya oleh Bareskrim, dan sekarang Tjipta mengajukan praperadilan atas penetapan statusnya sebagai tersangka. Jadi baru kali ini, dalam kasus yang sama, terjadi dua kali praperadilan.
Seperti diketahui, kasus berawal ketika penyidik Bareskrim menghentikan penyidikan kasus tersebut, dengan mengeluarkan SP3 atau Surat Perintah Penghentian Penyidikan, melalui surat No.S.Tap/55b/VII/2015/Dit Tipideksus tertanggal 1 Juli 2015.
Conti Chandra selaku korban, lalu melakukan praperadilan terhadap SP3 tersebut. Melalui kuasa hukumnya, Conti mengajukan praperadilan ke PN Jaksel. Dan oleh Hakim tunggal Sidang Praperadilan tersebut, SP3 yang dikeluarkan Bareskrim dinyatakan tidak sah dan cacat hukum.
Dalam putusannya, Hakim tunggal Tursinah Aftianti telah memerintahkan termohon (Polri) untuk melanjutkan kembali penyidikan dan segera melimpahkan berkas perkara tindak pidana No: LP/587/VI/2014/Bareskrim, tertanggal 9 Juli 2014 ke Kejagung.
Dalam pertimbangan hakim, disebutkan, bahwa tersangka Tjipta Fudjiarta sebagaimana dilaporkan, tidak membayar kewajibannya dalam pembelian saham hotel BCC tersebut.
Namun secara fakta, Tjipta Fujiarta beserta keluarganya telah menguasai hotel senilai Rp 400 miliar tersebut. (FRY)
Tags
Nasional