Ketua Presidium FPII Kasihhati |
JAKARTA (wartamerdeka) – Pernyataan Kabid Humas Polda Jawa Timur, Kombes Pol Frans Barung Mangera yang mengancam akan mempidanakan pemberitaan media yang tidak terdaftar di Dewan Pers yang memberitakan soal “miring” Polda Jatim dan langsung menuai polemik.
Sebelumnya, pernyataan yang dilontarkan kepada wartawan Koran Pagi yang hendak mengkonfirmasi adanya berita miring terkait penangkapan 13 WNA yang dilakukan Polda Jatim hingga berujung penyuapan terhadap oknum wartawan yang diduga dilakukan Brigadir R, terjadi via pesan WhatsApp (WA) tanggal 5 November 2017.
“Kamu hati-hati kalau beritakan, sebab kalau merujuk situs Dewan Pers mereka yang mengaku media bisa dikenakan UU ITE, sebab legalitas medianya tidak ada,” tuding Frans Barung Mangera via WA wartawan Koran Pagi (05/11) seperti dikutip dari beritarakyat.co.id 6 November 2017.
Artinya dalam hal ini, Kabid Humas Kombes Frans Barung Mangera menganggap media-media yang tidak terdaftar di Dewan Pers dianggap illegal dan dapat dipidanakan.
Hal inilah yang membuat polemik di kalangan Perusahaan Media, sebab pernyataan ini dianggap berbahaya dan dapat membelenggu Kemerdekaan Pers yang dilindungi oleh UU Pers Nomor 40.
Ketua Presidium Forum Pers Independen Indonesia (FPII) Kasihhati mengecam keras terhadap pernyataan Kabid Humas Polda Jatim tersebut.
Kasihhati menegaskan bahwa bukan hak dan kewenangan Dewan Pers untuk menentukan legal atau tidaknya Perusahaan Media atau Perusahaan Pers.
“Bukan Dewan Pers yang berhak melegalkan atau tidaknya satu Media. Sebab Dewan Pers bukan badan legal Pemerintah,” tegas Kasihhati selaku Ketua Presidium FPII di Jakarta saat ditemui wartawan, Rabu (8/11/2017).
Sebab menurut Perempuan yang akrab dipanggil Bunda ini, jika merujuk pada UU no. 40 Tahun 1999 Tentang Pers, pada BAB V Dewan Pers, pasal 15, tertera jelas tupoksi Dewan Pers yang dalam hal ini disebutkan, (1) Dalam upaya mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional, dibentuk Dewan Pers yang independen. (2) Dewan Pers melaksanakan fungsi-fungsi sebagai berikut: (a) melindungi kemerdekaan pers dari campur tangan pihak lain; (b) melakukan pengkajian untuk pengembangan kehidupan pers; (c) menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik; (d) memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers; (e) mengembangkan komunikasi antara pers, masyarakat, dan pemerintah; (f) memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturan-peraturan di bidang pers dan meningkatkan kualitas profesi kewartawanan, dan terakhir (g) mendata perusahaan pers.
“Jadi mana ada kalimat yang menyebutkan bahwa Dewan Pers berhak menentukan legal atau tidaknya Perusahaan Pers. Kabidhumas Polda Jatim Ngawur itu ,tidak benar dia,” tegas Kasihhati.
Masih menurut Kasihhati, Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Frans Barung Mangera memahami dulu UU Pers nomor 40 tahun 1999 ini. “Lihatlah BAB IV yang mengatur tentang PERUSAHAAN PERS, dalam Pasal 9 disebutkan, (1) Setiap warga negara Indonesia dan negara berhak mendirikan perusahaan pers, dan (2) Setiap perusahaan pers harus berbentuk badan hukum Indonesia.
Lah memangnya siapa yang menentukan badan Hukum Perusahaan Pers? Apakah Dewan Pers? tanya Kasihhati. “Jelas Pemerintah kan, apakah Dewan Pers itu Pemerintah ? atau badan milik Pemerintah ? Jangan ngawurlah,” katanya.
“Apakah ada penyebutan pembuatan PT, Yayasan, atau Koperasi atau badan hukum perusahaan lainnya ditentukan oleh Dewan Pers? " tegas Ketua Presidium FPII Kasihhati didampingi Deputy Advokasi Setnas FPII, Wesly HS
Inilah Selengkapnya Pernyataan Resmi Forum Pers Independen Indonesia:
Assalamualaikum Waramahtulahi Wabarakatuh.
Salam Pers Indonesia.
Menyikapi pemberitaan yang beredar di media sosial (WA) grup FPII atas pernyataan Kabid Humas Polda Jatim terkait pemberitaan salah satu media online yang memberitakan penangkapan 13 WNA di Wilayah Hukum Polda Jatim membuat Kabid Humas Polda Jatim mengeluarkan pernyataan bahwa berita dari media tersebut ‘media bodong’ serta menganggap bahwa media-media yang belum terverifikasi merupakan bukan merupakan hasil karya jurnalistik yang ditulis oleh para Jurnalis.
FPII menilai bahwa Kabid Humas Polda Jatim tidak secara seksama dan teliti membaca UU PERS No. 40 tahun 1999 sehingga salah menilai kinerja dari para teman-teman jurnalis.
Dalam Bab V yang mengatur kinerja Dewan Pers (DP), pada pasal 15 huruf (g), Dewan Pers berfungsi MENDATA PERUSAHAAN PERS, bukan MEMVERIVIKASI. BAB IV pada UU PERS Nomor 40 tahun 1999 pasal 9 ayat 2 berbunyi : Setiap Perusahaan Pers harus berbentuk badan hukum Indonesia. Melihat dua pasal diatas, Kabid Humas Polda Jatim kurang memahami dan membaca dengan teliti UU PERS No. 40 Thn 1999.
Untuk itu FPII Pusat meminta dan menantang Humas Polda Jatim : 1. Menunjukkan pasal di dalam UU PERS No. 40 thn 1999 yang berbunyi tentang Uji Kompetensi Wartawan (UKW).
2. Meminta maaf kepada Insan Pers secara tertulis maupun secara konferensi pers terkait pemahaman Humas Polda Jatim terhadap UU PERS No. 40 Thn 1999.
3. Tidak menghalang-halangi Media/Jurnalis yang meliput di wilayah hukum Polda Jatim walaupun media tersebut tidak terverifikasi di Dewan Pers.
4. Humas Polda Jatim memberikan Hak Jawab sesuai dengan UU PERS No. 40 thn 1999 Bab 1 pasal 11, bukan langsung memberikan pernyataan atau menafsirkan isi dari UU PERS No. 40 thn 1999.(pandi)
Tags
Nasional