JAKARTA (wartamerdeka.info) - Anggota DPRD DKI Jakarta Fraksi Golkar, Ruddin Akbar Lubis, menuding Penyidik Polda Metro Jaya terburu-buru menjadikan Kepala Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta, Teguh Hendrawan sebagai tersangka pengerusakan dalam kasus sengketa lahan di Rorotan Jakarta Timur untuk pembangunan waduk.
"Apalagi pasal yang dikenakan 170 KUHP dan atau pasal 460, yaitu pengerusakan dan memasuki pekarangan rumah tanpa izin," ujar Ruddin menggelengkan kepala.
Padahal, menurut Ruddin, kasus ini cuma sengketa lahan antara warga dan Pemprov DKI. "Kebetulan keduanya sama-sama mengklaim lahan tersebut miliknya," tambah Ruddin, sekaligus menyebut sengketa tersebut ranahnya perdata, bukan pidana.
Jadi, tambah Ruddin, kasus kepemilikan lahan tersebut harus diselesaikan terang benderang. Jangan langsung melompat ke pidana. "Nah, kalau ternyata lahannya milik Pemda bagaimana?" tanyanya dengan nada tinggi
Karena itu, anggota Komisi C ini, meminta kasus penetapan Teguh sebagai tersangka harus dicabut. "Ini terburu-buru. Kok, sepertinya penyidik kejar target. Sebenarnya polisi bekerja buat siapa," tanya Ruddin.
Ia juga menilai penetapan terburu-buru ini akan membuat malu polisi sendiri bila ternyata lahan tersebut milik Pemda DKI. Bahkan cara-cara polisi seperti ini akan membuat takut pejabat Pemda menjalankan program Pemprov DKI.
Apalagi, seperti dikatakan oleh Teguh, status lahan tersebut sebenarnya telah diserahterimakan dan menjadi aset Pemprov DKI. Makanya ia mengaku bingung atas pelaporan dirinya yang dianggap melakukan penyerobotan lahan tersebut.
Teguh teringat pesan Ahok saat menjadi gubernur, agar tetap mempertahankan aset kendati nilainya hanya Rp 300 ribu. "Pesan itu masih saya ingat," jelas Teguh
Teguh dinyatakan sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya melalui surat bernomer SPGL/7705/VIII/2019/Ditreskrimum.
Penetapan tersebut keluar berdasarkan hasil gelar perkara 29 Agustus yang lalu, setelah penyidik mengumpulkan 22 alat bukti mencakup keterangan saksi dan alat bukti.
Pembangunan Waduk Rorotan yang kini masih mandek sebenarnya dimulai dimulai 2015 merupakan kewajiban pihak swasta yakni JGC dan Mitra Sindo. Dari total kewajiban 25 hektare, baru terpenuhi seluas 20 hektare.
Salah satu penyebab lambatnya pengerjaan itu lantaran warga yang merasa masih memiliki hak di atas lahan milik Pemprov. (TR)
Tags
Jabodetabek