Putusan PK Tiga Kali Dalam Kasus Sama Di MA, Dipertanyakan

Foto: (ki-ka) Danny Siagian, Manahan Sihombing, Mangalaban Silaban, Sugiono
JAKARTA (wartamerdeka.info) - Tiga Putusan Peninjauan Kembali (PK) di lembaga yuridis tertinggi, Mahkamah Agung (MA) dalam kasus yang  sama menjadi bahan pertanyaan para praktis hukum.

Dalam Konperensi Pers kasus tanah Grant Sultan Deli, Medan milik ahli waris Datuk Muhamad Cheer (Dt. M. Cheer) yang mangkrak di Mahkamah Agung (MA), tim Kuasa Hukum Ahli Waris, Sugiono, Mangalaban Silaban, SH., MH dan Manahan Sihombing, SH., MH menjelaskan, bahwa menurut Undang-undang, PK di itu hanya bisa satu kali.

“PK tiga kali untuk kasus yang sama di Mahkamah Agung, kok bisa? Padahal, menurut pasal 66 ayat 1 UU No. 14 Tahun 1985 menyebutkan, permohonan Peninjauan Kembali diajukan hanya satu kali,” ujar Manahan Sihombing, Sabtu (19/01/2018) dalam konperensi pers di Hotel Falatehan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

“Lalu, apabila Hakim Agung sendiri melabrak ketentuan tersebut, apakah putusan yang demikian layak dihormati sebagai putusan yang berkeadilan dan berkekuatan hukum tetap? Sungguh ironis," bebernya.

Menurut Manahan, apapun alasannya, pelanggaran hukum seperti itu tidak seharusnya terjadi, bila Hakim memeriksa, menimbang dan memutuskan perkara, berdasarkan kemampuan hukum yang mumpuni, dan memiliki naluri hukum yang mencerminkan rasa damai, bagi masyarakat pencari keadilan (justitiabelen).

Di sisi lain, lanjutnya, apa yang terjadi dalam perkara tata usaha Negara (TUN) antara para ahliwaris Dt. M. Cheer melawan Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan kawan-kawannya, Hakim tidak lagi memiliki naluri hukum dan keadilan, sehingga melahirkan putusan-putusan yang tak masuk akal atau absurd.

"Bagaimana ketika Ketua MA, saat itu, Marsdya Sarwata SH, bertindak juga sebagai Hakim dalam mengadili perkara No. 27 PK/TUN/1997, yang objeknya terkait langsung dengan dirinya, dimana sebelumnya Sarwata menjabat sebagai Dirjen Agraria, dan mengeluarkan Keputusan Dirjen Agraria No. 78/HP/DA/87," terangnya.

Hal tersebut melanggar ketentuan Pasal 42 ayat 1 UU No. 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung menyatakan: Seorang Hakim tidak diperkenankan mengadili suatu perkara yang ia sendiri berkepentingan, baik langsung maupun tidak langsung.

“Konsekwensi atas pelanggaran hukum acara yang dilakukan Sarwata, membuat Mahkamah Agung jadi tidak berdaya menghadang keberatan kuasa hukum ahliwaris Dt. M. Cheer, tentang pembatalan atau menyatakan Putusan No. 27 PK/TUN/1997 itu tidak mempunyai kekuatan hukum,” tandasnya.

Ketidakberdayaan MA mempertahan ketentuan Pasal 66 ayat 1 UU No. 14 Tahun 1985 tentang permohonan PK hanya satu kali itu, adalah fakta pelanggaran ketentuan Pasal 42 ayat 1 UU No. 14 Tahun 1985 tentang Hakim yang tidak diperkenankan mengadili perkara yang objeknya terkait langsung atau tidak langsung dengan dirinya, karena selanjutnya dilakukan Sarwata sendiri sebagai Ketua MA.

"Silahkan pers menyimpulkan, apa jadinya jika beliau yang mengamankan sewaktu menjabat Dirjen, dia pula bertindak sebagai hakim yang mengadili perkara tanah tersebut, ketika jadi Ketua MA," imbuhnya.

Diketahui sebelumnya, sengketa berawal dari adanya tanah ahli waris Dt. M.Cheer seluas 35 hektar, yang terletak di Jl.Karangsari, Kelurahan Sukadamai, Kecamatan Medan Baru, Kotamadya Medan, diminta pihak Angkatan Udara Medan untuk digunakan sebagai perluasan pangkalan udara.

Dengan alasan perluasan Pangkalan Udara TNI-AU Polonia Medan itu, melalui Surat Keputusan No.1/HPL/DA/70 tanggal 3 Februari 1970, Dirjen Agraria mengabulkan permohonan Panglima Komando Wilayah Udara (Pangkowilu) I Medan, tentang pemberian tanah hak pengelolaan (HPL) seluas 1. 379. 659, 50 m2 di atas tanah yang terletak di Kecamatan Medan Baru, Kotamadya Medan.

Dalam hal ini termasuk tanah adat Grant Sultan No.1 Th.1935 seluas 35 hektar, milik ahli waris Dt. M.Cheer, yang pada waktu itu diberkan syarat antara lain: (1). Jika ternyata ada pihak lain yang dapat membuktikan hak miliknya atas tanah tersebut, maka pihak AURI harus bersedia membayar ganti rugi kepada yang bersangkutan; (2). Penerima hak pengelolaan wajib mengembalikan hak pengelolaannya, baik secara keseluruhan maupun sebagian,apabila tidak dipergunakan lagi untuk keperluan pangkalan Angkatan Udara Medan.

Ternyata, permintaan tanah oleh Pangkowilu I Medan dengan alasan ‘perluasan Pangkalan Udara Polonia Medan’ itu, hanyalah kebohongan semata.

“Sebab sebagian dari tanah HPL tersebut, yang dalam hal ini tanah Adat/Grant Sultan No.1/1935 an. Datuk Muhamad Cheer seluas 219.506 m2 itu, diberikan kepada PT. Surya Dirgantara berdasarkan Skep. Pangkowilu I Medan No.019/B/VI/74 tanggal 1 Juni 1974"ungkap Manahan.

Akibat pengalihan tanah hak pengelolaan yang dilakukan berdasarkan Skep No.019/B/VI/7, Dirjen Agraria melalui Surat Keputusan No.150/DJA/82 tanggal 8 September 1982 membatalkan tanah hak pengelolaan (HPL) Pangkowilu I Medan tersebut, dengan ketentuan antara lain, mempersilahkan Pangkowilu I Medan untuk mengajukan permohonan Hak Pakai, dengan syarat: (1). Tanah yang diberikan harus bebas dari adanya hak-hak pihak ketiga yang ada di atasnya; dan 9@). Bagian tanah yang terdapat hak-hak pihak ketiga dan secara objektif tidak diperlukan sebagai wilayah pangkalan Angkatan Udara, akan dikeluarkan dari pemberian Hak Pakai.

Kemudian, pada saat Sarwata, S.H menjabat Dirjen Agraria, sebagian dari tanah hak pengelolaan (tanah adat/Grant Sultan No.1/1935) yang telah dibatalkan tersebut di atas, diberikan kepada Yayasan TNI-AU Adi Upaya (YASAU) berdasarkan Surat Keputusan No.78/HP/DA/87 tanggal 25 Agustus 1987  yang isinya antara lain : (1). Memberikan tanah Hak Pakai seluas 201.000.m2 kepada Yayasan TNI-AU "Adi Upaya" (YASAU); (2). Mempertimbangkan bahwa tanah yang dimohonkan dan diberikan kepada YASAU tersebut adalah tanah Negara.

Hebatnya, hanya dalam waktu 1 (satu) tahun setelah YASAU memperoleh Hak Pakai No. 194/Polonia di atas tanah eks Adat (Grant Sultan No. 1/1935), tanah tersebut dijual kepada developer PT. Taman Malibu Indah seharga Rp. 5.628.000.000,- (lima milyar enam ratus dua puluh delapan juta rupiah), dan selanjutnya terbit Hak Guna Bangunan No, 1/1990 atas nama PT. Taman Malibu Indah.

“Untuk perbuatan jual beli diatas eks tanah adat tersebut, mempertegas apa sesungguhnya menjadi latar belakang dari pengambilan tanah masyarakat, dengan alasan perluasan Pangkalan Udara Polonia Medan, bukan untuk kepentingan Negara. Tetapi untuk menguntungkan oknum-oknum tertentu TNI-AU Pangkalan Udara Polonia Medan, pungkasnya.

Dalam konperensi pers yang dipandu Danny PH Siagian, SE., MM itu, Mangalaban Silaban juga memberi penjelasan dari sisi dan prosedur hukum acara dan hukum administrasi, yang berkaitan dengan kasus tanah Grant Sultan. (DANS)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama