Dinas Sumber Daya Air Diminta Menunda Pembayaran Tanah Lubang Buaya

Selamat Siahaan, SH
JAKARTA (wartamerdeka.info) - Sengketa lahan milik almarhum Taih bin Lantjong antara para ahli warisnya, makin merinding. Apalagi, kemudian terungkap  dugaan terjadi pemalsuan 'cap jari jempol' empat ahli waris Taih bin Lantjong, yakni Yani cs, saat memenuhi undangan rapat di ruang 7 Kantor  Dinas Sumber Dana Air Prov. DKI Jakarta Lantai 8 Jl. Taman Jatibaru No.1, Jakarta Pusat, pada 30 Agustus 2018.

Kuasa hukum Yani cs, Selamat Siahaan, SH pun minta agar dugaan pemalsuan cap jari itu  dibawa ke Labkrim Mabes Polri untuk diuji keasliannya.

Selain itu Selamat Siahaan, SH, meminta Gubernur DKI Jakarta atau Dinas Sumber Daya Air Prov. DKI Jakarta, supaya menunda sementara pembayaran ganti untung SHM No.79/LB. Buaya seluas 4.907 M2 sebesar Rp. 10.739.000.000.

"Sebelum ada perjanjian damai diantara para ahli waris keturunan istri pertama dan keturunan istri kedua, hendaknya jangan dibayar Gubernur DKI Jakarta, untuk menghindari kerugian negara," kata Selamat Siahaan kepada wartawan di Jakarta, Rabu (27/2).

"Kalau mereka (dua pihak ahli waris), sudah damai ya silakan Dinas Sumber Daya Air Prof. DKI Jakarta bayar karena tidak ada kerugian negara," tambah Selamat Siahaan.

Dua pihak ahli waris almarhum Taih bin Lantjong yakni istri pertama bernama Tjiker (ibu Anan), yang mendapat lima anak yakni Nani, Anan, Ganam, Genuk dan Napih. Sedang dari keturunan istri kedua bernama Iyo Binti Detol meniliki 4 anak yakni: Yani Binti Taih, Imah Binti Taih, Inih Binti Taih dan Inah Binti Taih.

Dari lima bersaudara anak istri pertama Taih Bin Lancong, tinggal Anan bin Tahi yang hidup. Sedang Anan memiliki 10 anak.

Ceriteranya, almarhum Raih Bin Lantjiong pemilik tanah Girik C No.268 Persil 25 b, S. III seluas 12.595 M2. Kemudian, atas tanah Girik tersebut diterbitkan Kantor Agraria Jaktim Sertifikat Hak Milik No.79/Lb. Buaya, Tanggal 8 November 1988, Gambar Situasi No.1404/1984 Tanggal 4 Juni 1984 atas nama Taih Bin Lantjong, terletak di Rt.003/Rw.02, Kelurahan Lubang Buaya, Kecamatan Cipayung (dulu Pasar Rebo), Jakarta Timur.

SHM No.79/Lb. Buaya kemudian dimutasikan atas nama 11 orang ahli waris diantaranya Anan Bin Taih. Mutasi itu berdasarkan Penetapan  Fatwa Ahli Waris No.77/C/1983 Tanggal 15 Februari 1983 menjadi atas nama anak/istri Pertama 5 orang dan anak istri kedua 6 orang.

Bahwa semasa hidupnya, Anan Bin Taih (ahli waris istri pertama) diduga merekayasa penerbitan Akta Pembagian Harta Waris dari Kecamatan Pasar Rebo No.120/PHW/I/1989 Tanggal 16 Januari 1989 dan Surat Pernyataan April 1984 kemudian SHM 79 dimutasikan menjadi atas nama Anan Bin Taih.

Bahwa sebahagian tanah SHM 79 untuk seluas 4.907 M2 masuk dalam Normalisasi Kali Sunter, dengan nilai ganti untung Rp 10.739.000.000. Karena itu Dinas Sumber Daya Air  Prov. DKI Jkt, mengundang ahli waris dari istri pertama dan ahli waris istri kedua sesuai Undangan No.1/911/-1.711.37 tanggal 30/8/2018 bahwa nilai ganti untung  tanah SHM 79 untuk seluas 4.907 M2  sebesar Rp 10.739.000.000 yang hendak dibayar Dinas Sumber Daya Air Prov.DKI. Jkt.

Pada saat rapat itu Dian Ardian Bin Anan bicara dan memberikan Akta Pembagian Harta Warisan dan Surat Pernyataan  ke pimpinan rapat, Kabag Pengadaan Tanah SDA. DKI. Jkt, intinya dari surat itu menjelaskan bahwa SHM 79/Lb Buaya seluas 12.595 M2 sudah menjadi milik orang tuanya (Anan Bin Taih).

Lanjutan dari rapat itu, tutur Selamat Siahaan, keempat ahli waris dari istri kedua Taih Bin Lantjong yakni: Yani, Inah, Imah dan Inih Binti Taih meminta foto copy "Akta Pembagian Harta Warisan No. 120/PWH/I/1989 tanggal 16 Januari 1989 dan Surat Pernyataan April 1984 dari Dian Ardian bin Anan. Tetapi yang bersangkutan tidak mau memberikannya. Karenanya pimpinan rapat Pirman,  memerintahkan stafnya untul mengcopy SHM 79/Lb dan Akte Pembagian Harta Warisan begitu juga  Surat pernyataan April 1984, kemudian diberikan pada 4 orang waris dari istri kedua. 

Seusai rapat, ke empat orang waris itu secara sepontan  bicara menyatakan bahwa cap jempol dalam Akte Pembagian Harta Warisan dan Surat Pernyataan  tidak pernah dilakukan. Cap jempol itu adalah cap jempol rekayasa, cap jempol palsu. Karena itu Selamat Siahaan melapor ke Polda Metro Jaya (PMJ) sesuai LP. No : LP/4736/IX/2018/PMJ/Dit.Reskrimum tanggal 6 September 2018.

LP tersebut kemudian didisposisikan ke Polres Metro Jakarta Timur, dibuktikan dari Penetapan Sita Khusus dari Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Timur No.042/PEN.PID/2018/PN.JKT.TIM tanggal 16 Januari 2019.

Setelah Pengadilan Negeri Jakarta Timur  mengeluarkan Penetapan Sita Khusus, Kepala Satuan Reserse Polres Jakarta Timur, Ida Ketut Gahananta K.R. SIK , M.Si dalam suratnya Nomor: B/9419/XI/2018/Res. Jt tanggal 5 November 2018, guna kepentingan proses penyidikan dimohon bantuan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi DKI Jakarta, untuk memberikan Warkah Sertifikat Hak Milik No: 79/Lubang Buaya aras nama Anan Bin Taih.

"Tetapi sampai sekarang itu belum diteruskan Polres Jakarta Timur ke Mabes Polri," kata Selamat yang mengaku ikut  rapat  pada 30 Agustus 2018.

Namun tak kalah pentingnya bahwa Akte Pembagian Waris tersebut telah disita dari BPN Jakarta Timur dan harus dibawa ke laboratorium Mabes Polri supaya jangan ada akte akte duplikat. Sebab dengan akte asli yang ada di BPN baru bisa terungkap pemalsuan cap jempol-nya.

Sebab bila nanti akte tersebut tidak benar maka nanti sertifikat yang menjadi mutasi kepada anak, cacat. "Bila itu cacat berarti bisa dibatalkan atas nama anak Anan itu. Dan dengan begitu berarti tanah tersebut milik bersama," kata Selamat Siahaan. (dm)

1 Komentar

  1. Berita diatas tidak berdasar.. dan bombastis untuk memoiokkan salah satu pihak... Saya sebagai Ahli waris Anan bin Taih menyangkal berita itu... Yang dibuat secara sepihak oleh orang yang mengatas namakan kuasa hukum dengan data2 yang keliru ... Saya minta yang bersangkutan untuk segera meminta maaf akan kekeliruan berita yang ditayangkan...

    BalasHapus
Lebih baru Lebih lama