Dari Diskusi "Korelasi Buku Sosialisasi Empat Pilar MPR RI dan Kualitas SDM Bangsa yang Sehat Jasmani dan Rohani"
JAKARTA (wartamerdeka.info) - Dr. Efendi Simbolon M.Ipol menyampaikan bahwa dari pengalamannya sebagai Wakil rakyat selama lima belas tahun, mensosialisasikan nilai-nilai kebangsaan yang bukan menjadi kebutuhan langsung masyarakat itu tidak mudah.
“Hal ini berbeda dengan kebutuhan setingkat nilai-nilai agama. Ada keyakinan dan kekuatan diri untuk menjalankan ajaran agama dengan khusuk. Ada keinginan terhadap keselamatan, kesejahteraan, rezeki, berbuat baik, dan akhirnya masuk surga. Mendengar dan melaksanakannya, ” tuturnya dalam Bicara Buku Bersama Wakil Rakyat Kamis, 21 April, di Perpustakaan MPR, Jakarta di depan BEM UI 2019 yang menggelar bahasan literasi bertajuk “Korelasi Buku Sosialisasi Empat Pilar MPR RI dan Kualitas SDM Bangsa yang Sehat Jasmani dan Rohani”.
Diskusi ini menghadirkan empat pembicara, Dr. Effendi MS Simbolon, M.Ipol. Anggota DPR RI dari FPDIP, Prof. Dr. Jajang Gunawijaya dari Fakultas Kesehatan Masyarakat FKM UI, dan Dr. Agus Widiatmoko dari Direktorat Sejarah Ditjen Kebudayaan Kemendikbud. Dan acara ini dipandu oleh Ketua BEM UI 2019 Manik Mahendra.
Effendi Simbolon Anggota Fraksi PDI-P itu menegaskan bahwa pelaksanaan sosialisasi ini, kendalanya banyak sekali di lapangan. Kegiatan ini tidak sepenuhnya menjadi gerakan ideologis seluruh elemen masyarakat.
“Seringkali ini hanya menjadi aktivitas formalitas dan kewajiban bagi Anggota DPR dan MPR,” tuturnya.
Di awal pelaksanaan sosialisasi tepatnya, di era Taufik Kiemas, Effendi mengaku pernah menyarankan metode penyampaiannya jangan one way, masyarakat hanya mendengarkan ceramah, tetapi interaksi ala kelompencapir yaitu kelompok pendengar, pembaca, dan pemirsa, di era Orde Baru zaman Pak Harto, dan kelompok-kelompok pengajian, arisan RT RW, Desa, yang membuat masyarakat ikut.
“Rakyat suka menonton TV, apalagi mereka menjadi pesertanya. Materinya dari buku sosialisasi empat pilar ini, dikaitkan dengan isu kekinian dan kearifan lokal masing-masing daerah,” tambahnya.
“Hal-hal yang sangat mendasar menanamkan ideologi berbangsa dan Negara, justru belum dipahami khalayak luas. Pimpinan MPR dan DPR harus mampu menyempurnakan ini” tegas Effendi Simbolon.
Praktisi dan Akademisi Beri Dukungan
Sementara Dr. Agus Widiatmoko dari Direktur Sejarah Kemendikbud melihat bahwa sebagai buku acuan maka buku-buku yang menjadi materi Sosialisasi Empat Pilar ini sangat bagus, baik dan bermanfaat. Buku ini bisa menjadi bahan ajar, penambahan bacaan bagi murid murid sekolah.
“Mestinya ini juga menjadi pekerjaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,” tutur Agus Widiatmoko.
“Nanti kita coba tindak lanjuti” katanya lagi.
Sejalan dengan itu Dr. Jajang Gunawijaya Ketua Program Studi Antropologi dari Vokasi UI memastikan bahwa Buku Sosialisasi EMpat Pilar MPR Mempunyai Korelasi Yang Positif untuk kesehatan SDM Bangsa secara psikis dan psikologis. Isi buku katanya, berisi muatan positif, memahami bangsa, memahamo aturan main sebuah negara dan layak tidak hanya disosialisasikan juga jika diperlukan setelah melalui riset tentunya dilaksanakan sebagai doktrin-doktrin kebangsaan.
“Namun tentu saja dengan pola dan gaya yang mengikuti jaman. Kontribusi Teknologi Informasi membuat kita harus serba cepat dan serba terbarukan karenanya Sosialisasi EMpat Pilar dan materi pendukungnya menjadi kunci pendidikan mental generasi baru yang lebih sehat,” katanya.
Sementara itu Agnes Lourda Budidarma selaku Ketua Indonesia SPA Association berpendapat apa yang digagas oleh BEM-UI 2019 untuk mencoba melihat Korelasi Buku Sosialisasi Empat Pilar MPR dengan Kualitas SDM Bangsa harus ditanggapi positif sebagai reaksi atas berbagai upaya melaksanakan penyebaran rasa kepedulian kebangsaan.
“Saya mendukung kegiatan ini yang digagas anak-anak muda” tambahnya.
“Ini tandanya mereka butuh pengetahuan dan pendalaman tentang bangsa dan negara ini sebagai modal yang akan mampu memperkuat mental mereka kelak. Jadi kita bisa mencapai generasi muda yang berkualitas tidak hanya secara intelektual tapi juga secara mental dan spiritual,” tegas Agnes Lourda Budidharma yang dulunya adalah aktivis GMNI.
Agnes L Budidharma ingin generasi Indonesia masa depan seperti di Jepang nantinya. Nilai kebangsaannya tinggi tidak mudah terpengaruh, mentalnya kuat, etos kerjanya sangat baik dan kalau perlu dilakukan dengan doktrin asalkan caranya jangan sampai salah, katanya.(A/R)
JAKARTA (wartamerdeka.info) - Dr. Efendi Simbolon M.Ipol menyampaikan bahwa dari pengalamannya sebagai Wakil rakyat selama lima belas tahun, mensosialisasikan nilai-nilai kebangsaan yang bukan menjadi kebutuhan langsung masyarakat itu tidak mudah.
“Hal ini berbeda dengan kebutuhan setingkat nilai-nilai agama. Ada keyakinan dan kekuatan diri untuk menjalankan ajaran agama dengan khusuk. Ada keinginan terhadap keselamatan, kesejahteraan, rezeki, berbuat baik, dan akhirnya masuk surga. Mendengar dan melaksanakannya, ” tuturnya dalam Bicara Buku Bersama Wakil Rakyat Kamis, 21 April, di Perpustakaan MPR, Jakarta di depan BEM UI 2019 yang menggelar bahasan literasi bertajuk “Korelasi Buku Sosialisasi Empat Pilar MPR RI dan Kualitas SDM Bangsa yang Sehat Jasmani dan Rohani”.
Diskusi ini menghadirkan empat pembicara, Dr. Effendi MS Simbolon, M.Ipol. Anggota DPR RI dari FPDIP, Prof. Dr. Jajang Gunawijaya dari Fakultas Kesehatan Masyarakat FKM UI, dan Dr. Agus Widiatmoko dari Direktorat Sejarah Ditjen Kebudayaan Kemendikbud. Dan acara ini dipandu oleh Ketua BEM UI 2019 Manik Mahendra.
Effendi Simbolon Anggota Fraksi PDI-P itu menegaskan bahwa pelaksanaan sosialisasi ini, kendalanya banyak sekali di lapangan. Kegiatan ini tidak sepenuhnya menjadi gerakan ideologis seluruh elemen masyarakat.
“Seringkali ini hanya menjadi aktivitas formalitas dan kewajiban bagi Anggota DPR dan MPR,” tuturnya.
Di awal pelaksanaan sosialisasi tepatnya, di era Taufik Kiemas, Effendi mengaku pernah menyarankan metode penyampaiannya jangan one way, masyarakat hanya mendengarkan ceramah, tetapi interaksi ala kelompencapir yaitu kelompok pendengar, pembaca, dan pemirsa, di era Orde Baru zaman Pak Harto, dan kelompok-kelompok pengajian, arisan RT RW, Desa, yang membuat masyarakat ikut.
“Rakyat suka menonton TV, apalagi mereka menjadi pesertanya. Materinya dari buku sosialisasi empat pilar ini, dikaitkan dengan isu kekinian dan kearifan lokal masing-masing daerah,” tambahnya.
“Hal-hal yang sangat mendasar menanamkan ideologi berbangsa dan Negara, justru belum dipahami khalayak luas. Pimpinan MPR dan DPR harus mampu menyempurnakan ini” tegas Effendi Simbolon.
Praktisi dan Akademisi Beri Dukungan
Sementara Dr. Agus Widiatmoko dari Direktur Sejarah Kemendikbud melihat bahwa sebagai buku acuan maka buku-buku yang menjadi materi Sosialisasi Empat Pilar ini sangat bagus, baik dan bermanfaat. Buku ini bisa menjadi bahan ajar, penambahan bacaan bagi murid murid sekolah.
“Mestinya ini juga menjadi pekerjaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,” tutur Agus Widiatmoko.
“Nanti kita coba tindak lanjuti” katanya lagi.
Sejalan dengan itu Dr. Jajang Gunawijaya Ketua Program Studi Antropologi dari Vokasi UI memastikan bahwa Buku Sosialisasi EMpat Pilar MPR Mempunyai Korelasi Yang Positif untuk kesehatan SDM Bangsa secara psikis dan psikologis. Isi buku katanya, berisi muatan positif, memahami bangsa, memahamo aturan main sebuah negara dan layak tidak hanya disosialisasikan juga jika diperlukan setelah melalui riset tentunya dilaksanakan sebagai doktrin-doktrin kebangsaan.
“Namun tentu saja dengan pola dan gaya yang mengikuti jaman. Kontribusi Teknologi Informasi membuat kita harus serba cepat dan serba terbarukan karenanya Sosialisasi EMpat Pilar dan materi pendukungnya menjadi kunci pendidikan mental generasi baru yang lebih sehat,” katanya.
Sementara itu Agnes Lourda Budidarma selaku Ketua Indonesia SPA Association berpendapat apa yang digagas oleh BEM-UI 2019 untuk mencoba melihat Korelasi Buku Sosialisasi Empat Pilar MPR dengan Kualitas SDM Bangsa harus ditanggapi positif sebagai reaksi atas berbagai upaya melaksanakan penyebaran rasa kepedulian kebangsaan.
“Saya mendukung kegiatan ini yang digagas anak-anak muda” tambahnya.
“Ini tandanya mereka butuh pengetahuan dan pendalaman tentang bangsa dan negara ini sebagai modal yang akan mampu memperkuat mental mereka kelak. Jadi kita bisa mencapai generasi muda yang berkualitas tidak hanya secara intelektual tapi juga secara mental dan spiritual,” tegas Agnes Lourda Budidharma yang dulunya adalah aktivis GMNI.
Agnes L Budidharma ingin generasi Indonesia masa depan seperti di Jepang nantinya. Nilai kebangsaannya tinggi tidak mudah terpengaruh, mentalnya kuat, etos kerjanya sangat baik dan kalau perlu dilakukan dengan doktrin asalkan caranya jangan sampai salah, katanya.(A/R)
Tags
Ragam
