F-PDIP DPRD Sulsel: Lindungi Kasus Fee Proyek 7,5%, Kadir Halid Perlu Diusut KPK

Ketua F PKS DPRD Ariady Arsal (kiri) dan Ketua F PDIP H Alimuddin
MAKASSAR (wartamerdeka.info) - Gayung bersambut. Pernyataan Kadir Halid, mantan Ketua Pansus Hak Angket soal perlunya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa sejumlah legislator DPRD Sulawesi Selatan (Sulsel) langsung disambut Ketua Fraksi PKS Ariady Arsal dan Ketua Fraksi PDI-P H Alimuddin.

Ariady mengungkapkan, tak masalah apabila KPK memang ingin memeriksa dirinya. "Silakan saja sekalian cari siapa yang masuk angin. Apa Kadir Halid yang demikian ngotot memaksakan kehendak pribadinya atau yang lain," ujar Ariady kepada wartawan, Minggu (25/8/2019).

Di tempat terpisah, H Alimuddin menyatakan, justru Kadir Halid yang harus diperiksa KPK, karena terkesan melindungi adanya fee proyek 7,5% kepada Jumras, Kepala Biro Pembangunan Provinsi Sulsel yang dicopot oleh Gubernur Nurdin Abdullah.

Soal fee proyek 7,5 % ini gamblang terungkap pada sidang Pansus Hak Angket, tapi oleh Kadir Halid tidak dimasukkan dalam rekomendasi untuk ditindaklajuti oleh Aparat Penegak Hukum (APH).

"Dalam rekomendasi versi Kadir Halid,  malah meminta agar pejabat yang dipecat yaitu Jumras, dan dua lainnya, dikembalikan jabatannya pada posisi semula. Patut diduga Kadir Halid melindungi oknum yang menyalahgunakan wewenang tersebut," tandasnya.

Sebelumnya, Kadir Halid memang meminta KPK secara terbuka, agar memeriksa beberapa nama anggota DPRD Sulsel. Nama-nama itu, dicurigai Kadir Halid "masuk angin", karena menolak 7 rekomendasi Pansus Hak Angket versi Kadir Halid.

Yakni Wakil Ketua DPRD Sulsel, Ni'matullah, anggota Fraksi PKS Ariady Arsal, anggota Fraksi PDIP Alimuddin, termasuk Sekretaris Dewan DPRD Sulsel, M Jabir.

Terkait penolakan 7 poin rekomendasi versi Kadir Halid tersebit, H Alimuddin menyatakan, pihaknya menolak rekomendasi 7 poin itu,  sejak dibicarakan di tingkat Pansus dan telah menjadi Sikap Fraksi PDI Perjuangan dan mayoritas Fraksi dalam Rapim menolak sehingga disepakati perubahan rekomendasi yang akan dibacakan dalam Paripurna.

Rapat Paripurna juga tidak mengambil keputusan karena hanya laporan Pansus sehingga syarat quorumnya hanya minimal 50 persen plus 1, kalau syarat quorum untuk angket itu harus 3/4 atau 64 anggota yang hadir.

"Sekali lagi jangan kita saling menyerang pribadi karena akan membuat demokrasi tidak sehat," katanya.

Jadi jangan dianggap kalau kita tidak sependapat kita dicurigai karena kita sudah disuap, tamvahbH Alimuddin, karena kita masing-masing punya idealisme. Namun jika memang punya bukti silahkan dilaporkan tapi jangan sampai hanya menyebar fitnah yang membuat kita saling mencederai

Jika Pimpinan DPRD ingin menindak lanjuti apa yang direkomendasikan oleh Pansus maka pimpinan DPRD harus melaksanakan Rapat Paripurna untuk mengambil keputusan yang dihadiri 3/4 anggota untuk menyetujui apa yang direkomendasikan oleh Pansus. Karena kalau tidak maka Pimpinan DPRD tidak bisa melanjutkan rekomendasi yang belum menjadi keputusan DPRD.

Sementara Ariady Arsal, justru mempertanyakan, apa motif Kadir Halid ngotot meloloskan tujuh poin rekomendasi hasil Pansus Hak Angket. "Dan kalau KPK mau masuk, saya justru persilakan periksa juga Kadir Halid sebagai pimpinan Panitia Angket," katanya.

Lebih jauh, Ariady menjelaskan soal kronologi munculnya satu poin saja rekomendasi itu. Katanya, usulan Panitia Hak Angket yang 7 poin, sudah disampaikan di Rapim sebelum rapat paripurna.

"Tetapi itu sebagian besar fraksi menolak. Kalau itu yang akan dipaksakan, maka bisa dipastikan tidak akan berjalan rapat Paripurna sama sekali. Karena untuk kuorum paripurna pengumuman, dengan syarat 1/2 + 1 jumlah anggota DPRD tidak akan tercapai. Apalagi kuorum pengambilan keputusan menerima atau menolak hasil Angket," ujar Ariady.

Katanya, Rapim digelar untuk mencari titik temu dan disetujui satu poin rekomendasi dan dibacakan Kadir Halid di rapat Paripurna. Jadi apabila disepakati satu poin rekomendasi, kenapa bisa Kadir Halid ingin membacakan tujuh poin rekomendasi itu.

"Kami bahkan tidak hadir di paripurna karena ada kesepakatan poin kesimpulan yang 2 poin serta rekomendasi yang 1 poin itu, haruslah sudah ditandatangani oleh pimpinan Angket dan dibagikan ke fraksi-fraksi. Karena kami tidak menerima sampai dimulainya paripurna, maka kami tidak masuk ruang paripurna, khawatir dipelintir kembali oleh Kadir Halid," tambahnya lagi.

"Ternyata paripurna tetap jalan, dengan asumsi sudah 2 pimpinan Pansus Angket tanda tangan, kecuali Kadir Halid. Kadir Halid juga berimprovisasi di Paripurna menambahkan kata-kata MA, APH, dan Kemendagri, yang tidak tertuang dalam naskah ketika paripurna," urai Ariady.

Sehingga Ariady mengatakan, Kadir Halid perlu kembali membaca Tata Tertib DPRD, dan Peraturan Pemerintah terkait Tatib DPRD.

"Bahwa Paripurna yang dilaksanakan hari Jumat lalu itu, sesuai kesepakatan di Rapim masih Paripurna Pengumuman, bahwa Angket telah selesai tugasnya, dan menyerahkan kesimpulan dan rekomendasi yang dibacakan resmi," sebutnya.

Selanjutnya, untuk menjadi sikap lembaga DPRD, membutuhkan Paripurna persetujuan menerima atau menolak hasil Angket. Syarat rapat paripurnanya, sesuai Tatib dihadiri 3/4 anggota dewan, dan disetujui oleh 2/3 yang hadir.

"Jadi kalau Kadir Halid ngotot bahwa yang menjadi sikap DPRD poin yang 7 yang sudah ditolak di Rapim, justru harus dipertanyakan ada apa," pungkasnya.(ar)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama