Setya Novanto Mohon Perlindungan Dewan Pers, Terkait Adanya Pemberitaan Dirinya Tanpa Konfirmasi

Setya Novanto (kanan) bersama OC Kaligis
JAKARTA (wartamerdeka.info) - Mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto yang kini berstatus warga binaan Lapas Sukamiskin Bandung, memohon perlindungan kepada Dewan Pers.

Surat Setya Novanto yang dikirim dari Sukamiskin tertanggal 14 April 2020 tersebut, copynya diberikan kepada rekannya pengacara kondang Prof. Dr. Otto Cornelis Kaligis, SH, MH untuk disampaikan kepada wartawan, Selasa (21/4/2020), di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

"Saya yang bertanda tangan di bawah ini Setya Novanto dalam hal ini bertindak dalam kapasitas saya sebagai warga binaan di Lapas Sukamiskin, dengan ini mengajukan klarifikasi mengenai pemberitaan terus menerus atas diri saya secara tidak imbang, melanggar Asas Cover Both Side, kata Setya Novanto.

Adapun klarifikasi yang akan saya sampaikan adalah untuk hal beeikut ini, tambahnya.

1. Undang Undang Pokok Pers No.40/1999 dan kode etik jurnalistik mengatur journalis dalam memuat berita harus berimbang dengan meminta konfirmasi kepada subyek hukum yang menjadi obyek berita. Dilarang membuat berita yang menggiring opini publik yang merugikan yang bersangkutan.

Beberapa kutipan mengenai kode etik "Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat dan berimbang."

Dalam melaksanakan fungsi, Hak, Kewajiban dan Perannya, Pers menghormati Hak Asasi setiap orang. Karena itu Pers dituntut profesional dan terbuka untuk dikontrol oleh masyarakat. Sedangkan Pasal 6 Undang Undang No.40/1999 tentang Pers pertimbangannya adalah Undang Undang Dasar 45 dan sejalan dengan itu Pasal 6 huruf c mengatur: Pers mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan benar.

2. Peraturan Menteri Hukum dan HAM nomor 10/2020 tanggal 30 Maret 2020 yang membebaskan tahanan dalam masa asimilasi yang memenuhi syarat tertentu dalam rangka mengatasi Lapas yang over kapasitas, terlebih dalam rangka kebijakan menjaga  jarak (social distance) menghadapi pandemi corona ramai diberitakan seolah olah para warga binaan vonis korupsi akan turut dibebaskan oleh peraturan Menteri tersebut.

3. Padahal peraruran Menteri tidak mengatur pembebasan warga binaan vonis korupsi. Penjelasan Menteri Hukum dan HAM kepada publik mengenai isu tersebut adalah bahwa pemikiran tersebut baru merupakan wacana atas dasar prikemanusiaan dan persamaan hak.

4. Walaupun demikian pers tanpa konfirmasi kepada saya ramai memberitakan bahwa saya akan turut dibebaskan. Jelas berita itu sepanjang mengenai saya, bukan berita yang imbang bukan berita yang benar dan akurat. Saya keberatan atas berita tersebut yang menempatkan saya sebagai tokoh berita utama, mengenai bahwa saya akan turut dibebaskan. Bahkan saya menganggap bahwa berita tersebut adalah menggiring opini publik yang sangat merugikan nama baik saya. Saya yang lagu menjalani proses pembinaan oleh Kalapas, saya yang tidak punya kapasitas untuk turut memberi komentar atas peraturan Menteri tersebut.

5. Atas dasar berita yang tidak imbang itu, saya mohon Dewan Pers sesuai Pasal 15 Undang Undang Pers, bersama ini saya mengajukan keberatan akan berita saya tersebut di atas dan meminta agar pemberitaan terhadap diri saya berdasarkan pemberitaan yang imbang. Tidak selalu memberitakan diri saya tanpa konfirmasi kepada saya. Dan sekaligus mengklarifikasi semua berita mengenai diri saya yang mengabaikan berita umbang tanpa konfirmasi saya.

6. Atas perhatian Dewan Pers saya mengucapkan terima kasih.

Surat setebal 2 (dua) lembar kepada Dewan Pers tersebut ditandatangani Setya Novanto. (dm)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama