Pemkab Gorontalo Dan BPJS Gorontalo Dorong Aparat Desa Daftar Program JKN


LIMBOTO (wartamerdeka.info) - Sejumlah kepala desa dan aparatur desa di Kabupaten Gorontalo masih belum mempunyai JKN-KIS atau terdaftar sebagai peserta.

Untuk mendorong seluruh kepala desa aparatur desa memiliki jaminan sosial dari segmen Peserta Penerima Upah, Pemerintah Kabupaten Gorontalo dan BPJS Perwakilan Gorontalo melaksanakan rapat bersama, kemarin.

Rapat ini  berlangsung di ruang Madani lantai II Kantor Bupati Gorontalo dan  dilaksanakan sesuai protokol Covid-19, sehingga hanya dihadiri kurang lebih 10 orang. 

Bupati Gorontalo Nelson Pomalingo mengatakan, terkait pelayanan, ada masyarakat Kabupaten Gorontalo yang ditarik ke pusat pelayanan asuransinya.  Disisi lain ada pula yang keluar karena, sudah tidak miskin lagi dan seterusnya. “Tetapi setelah ada pandemi Covid-19, jumlah orang masuk ke TKS bertambah sehingga inilah yang sementara kami lakukan dalam perubahan- perubahan  data ,” kata Nelson ditemui usai kegiatan itu.

Pemerintah Kabupaten Gorontalo bersama BPJS Gorontalo saat ini mendorong kepala desa dan aparat desa terus didorong menjadi peserta BPJS. “Mereka kepala desa dan aparat itu di garda terdepan  butuh pelayanan kesehatan yang baik. Inilah yang dibahas,"  kata Nelson.

Selain membahas dorongan kepada kepala desa dan aparat, dirinya bersama BPJS membahas kepersertaaan  tenaga kerja. Saat ini Banyak tenaga kerja di perusahaan–perusahaan termasuk yayasan tidak mengikut sertakan pekerjanya melalui BPJS.

"Kita konsolidasikan termasuk dengan dinas terkait sehingga mudah-mudahan ini bertahap dan didorong terus dan mereka menjadi peserta BPJS,” ungkap Nelson.

Nelson mengakui, jika tahun lalu peserta BPJS hingga  93 persen, dan sekarang turun,  maka ini yang terus diupayakan lagi.

Sementara itu, Kepala BPJS Kesehatan Gorontalo Muhamad Yusrizal menuturkan, ada beberapa yang dibahas dalam rapat itu. 

Pertama, kepersertaan JKN KIS. Dengan posisi saat ini berdasarkan tindak lanjut dari keputusan kemensos RI bahwa ada pengalihan data APBD pemda yang dialihkan menjadi APBN sehingga ada pengurangan kepersertaan yang disubsidi oleh pemerintah daerah.

“Kemudian tentunya ada mekaninsme pengganti dari data yang dilaihkan tadi. Prioritas utama yang digunakan adalah PBIJK non DTKS.  yang dinonaktifkan oleh kementerian sosial kemudian itu kita hantarkan dimauskan sebagai APBD ditanggung pemerintah daerah,” tukasnya.

Muhamad Yusrizal  berharap,  jangan sampai peserta-peserta yang aktif tadi  tidak mendapatkan pelayanan. Terkait kepesertaaan aparat desa dan kepala desa,  mereka sudah harus terdaftar di segmen pekerja terima upah. “ Dalam hal ini mereka sebagai kepala desa dan aparat,   maka dia diberlakukan sebagai PPU, Pekerja Penerima Upah  Yang mana 4 persennya dibayar pemerinath daerah dan 1 persen ditanggung perangkat desa,” ucapnya.

Kemudian terkait dengan beberapa isu badan usaha badan usaha yang saat ini tidak patuh, menurutnya ada dua hal yang harus diperhatikan. Perrama, badan usaha yang belum sama sekali meregistrasi sebagai peserta JKN termasuk badan usaha yang sudah mendaftar tapi tidak didaftar 100 persen pekerjanya. 

“Kedua, badan usaha yang menunggak, yakni sudah mendaftarkan peserta tapi tidak membayarkan iuran. Nah inilah, kami butuh dari pemerintah daerah untuk menyiapkan  semacam produk-produk hukum agar badan usaha –badan usaha tersebut patuh memenuhi kewajiban sebagai peserta JKN,” tutupnya. (Ar/ir)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama