Surat Terbuka Prof Dr OC Kaligis Kepada Mendagri Prof Tito Karnavian


JAKARTA (wartamerdeka.info) - Menteri Dalam Negeri Prof. Tito Karnavian Phd, dikirimi surat terbuka oleh Prof. Dr. Otto Cornelis Kaligis, SH, MH, dari Lapas Sukamiskin Bandung, tertanggal 7 Agustus 2020.

Surat terbuka pengacara OC Kaligis tersebut terkait hal Mewujudkan Pemerintahan yang bebas Korupsi Kolusi dan Nepotisme.

Mengawali suratnya, advokat senior tersebut memperkenalkan diri dengan nama jelas, Prof. Dr. Otto Cornelis Kaligis, sekarang warga binaan, berdomisili hukum sementara di Lapas Sukamiskin. Selanjutnya saya sebut diri saya sebagai pelapor, melaporkan kepada Bapak hal berikut ini, katanya.

1. Sebagai Menteri Dalam Negeri, dan Ex Kapolri, sebentar lagi Bapak akan mempunyai seorang gubernur bernama Prof. Denny Indrayana yang pasti Bapak ketahui berdasarkan hasil gelar perkara kasus Payment Gateway, Prof. Denny Indrayana ditetapkan sebagai tersangka korupsi.

2. Saya punya catatan yang saya peroleh dari medsos, pernyataan Kapolri pada waktu itu, bahwa hasil gelar perkara tersebut dilakukan oleh Bareskrim, setelah memeriksa 93 saksi, 7 ahli, tersangka Prof. Denny Indrayana dan setumpuk yang disita dari Dirjen Imigrasi (lampiran L1). Sekalipun demikian Prof. Denny Indrayana berhasil menjadi calon gubernur Kalimantan Selatan yang diusung oleh 14 kursi di DPRD Kalimantan Selatan. Lalu bagaimana mungkin dalam kampanye Denny, ketika memberi paparan visi dan misi mengenai pemerintahan yang bebas Kolusi Korupsi Nepotisme, janji janji kampanyenya dapat dipercaya, sedangkan Prof. Denny sendiri statusnya masih tersangka korupsi?

3. Baik Plt. Kapolri membenarkan gelar perkara Bareskrim maupun pihak Kementerian Keuangan dalam pernyataan persnya menyatakan bahwa pungutan tambahan payment getway sebesar 5.000 rupiah tidak diizinkan.

4. Ditahun 2018 kantor hukum OC Kaligis& ass. Mempraperadilankan Polisi dengan sangkaan polisi telah menghentikan penyidikan kasus korupsi Prof. Denny Indrayana. Permohonan Praperadilan tersebut terdaftar du Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dibawah nomor 153/Pid/Prap./2018/PN. Jkt. Slt. Terbukti Polisi belum menghentikan penyidikan. Bahkan Polisi memberi bukti bukti sejauh mana Polisi telah memeriksa kurang lebih 90 a charge, 7 ahli, tersangka Prof. Denny Undrayana dan sejumlah berkas (Lampiran L1) sebagaimana telah saya sebutkan di atas.

5. Berbeda dengan tersangka korupsi lainnya hasil penyidikan KPK dimana para tersangka korupsi langsung ditahan. Terbukti memang Prof. Denny Indrayana kebal hukum. Polisi tidak mencekal, tidak menahan, bahkan membiarkan Prof. Denny ke Melbourne untuk mendinginkan berita panas mengenai hasill gelar perkara korupsi Prof. Denny Indrayana.

6. Sedikit fakta mengenai Prof. Denny Indrayana. Sebelum masuk ke lingkaran pemerintahan SBY, Prof Denny sebagai aktivist PUKAT adalah pengkritik keras pemerintahan SBY. Begitu SBY mendudukkan Prof Denny kelingkaran Pemerintahan SBY sampai ke tingkat WaMen, Prof. Denny merupakan penjilat setia dan corong  Pemerintahan SBY yang tak lain habis habisnya disanjung oleh Prof. Denny. Karena itu saya menyebut diri Prof. Denny sebagai seorang oportunis.

7. Prof. Denny penguasa yang otoriter. Catatan medsos membuka fakta mengenai tindakan otoriter Prof. Denny ketika memegang kekuasaan. Dengan kekuasaannya sebagai WaMen dia pernah terlibat tindak pidana kekerasan, memukul penjaga pintu  utama saudara Darso Sihombing di LP. Pakanbaru Riau  April 2012. Saya pernah mengkonfirmasi fakta tersebut kepada Kanwil saudara Djoni Muhammad yang membenarkan peristiwa pemukulan tersebut. Para petugas Lapas disaat itu, tidak meneeima perlakuan Prof. Denny Indrayana. Laporan ke Polisi ahirnya dapat diredam oleh Menteri Hukum dan Ham Amir Syamsuddin.

9. Pernah juga dalam kasus kicauan seorang wanits yang pernah bercinta di Lapas dengan raja narkotika Freddy Budiman, tanpa memeriksa Thurman Hutapea Kalapas Kelas II A Narkotik Cipinang, hanya karena kicauan tersebut Prof. Denny langsung memecat saudara Thurman Hutapea. Saudara Thurman yang tak terima fitnahan Prof. Denny yang memecat tanpa memeriksa, melayangkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara, gugatan mana dikabulkan pada tanggal 6 Juli 2015, dikuatkan oleh putusan Mahkamah Agung. Pemecatan Prof. Denny dinyatakan batal. Prof. Denny dikalahkan. Nama baim saudara Thurman direhabilitir, dan saudara Thurman kembali beetugas dan berdinas di Lembaga Pemasyarakatan. Sekarang beliau adalah Kalapas Sukamiskin Bandung.

9. Pembentukan PP 99/2012 yang diskriminatif yang seharusnya dibahas bersama tim teknis dibawah pimpinan Dirjen Pemasyarakatan saudara Sihabudin sengaja diabaikan, Dirjen Pemasyarskatan saudara Sihabudin dalam satu surat keterangannya menyatakan bahwa PP. 99/2012 bertentangan dengan Undang Undang Pemasyarakatan, Undang Undang nomor 12 /1995. (bukti L.2).

10. Prof Denny pun pernah di media menuduh para pengacara yang membela kasus korupsi hanya karena duit. Saya melaporkan cuitan tersebut ke Polda Metro Jaya, tetapi tidak ditindaklanjuti. Sebaliknya dalam kasusmegakorupsi Meikarta, salah seorang yang menjadi pengacara kasus korporasi korupsi Meikarta adalah Prof. Denny Indrayana. Katanya Prof. Denny Indrayana pantang membela kasus korupsi itu sebabnya didalam sebuah buku saya, saya mencap Prof.Denny adalah seorang oportunistis. Fakta diatas adalah sebagai riwayat mengenai calon gubernur Kalimantan Selatan, yang sebentar lagi akan memimpin rakyat Kalimantan Selatan. Saya dapat bayangkan kesewenang wenangan Prof. Denny ketika menjadi gubernur. Apalagi Prof. Denny selalu dapat memanfaatkan pers untuk mendukung segala tindak tanduknya, sekalipun kedudukan Prof. Denny adalah tersangka korupsi.

11. Dalam surat saya tertanggal 17 8 2020 yang saya alamatkan kepada KPUD dengan tegas saya telah memberi peringatan untuk menolak pencalonan Prof. Denny yang diusung partai Demokrat, partai Garindra.

12. Ada empat alasan saya mengimbau masyarakat Kalimantan Selatan untuk tidak mendukung Pencalonan Prof. Denny. Empat alasan tersebut adalah: a Undang Undang Nomor 28/1988 mengenai Pemerintah bebas KKN. Pasal 2: Gubernur/Calon Gubernur harus bebaa Korupsi, Kolusi, Nepotisme; b. Undang undang nomor 30/2014 mengenai pelaksanaan admunistrasi Pemerintahan  yang bersih. Masyarakat bukan obyek, tetapi subyek yang harus terlibat dalam penyelenggaraan Pemerintah yang baik; c. Pakta integritas SBY selaku ketua umum partai Demokrat. Pakta integritas partai Demokrat tersebut dimaklumkan oleh SBY pada tanggal 10-2-2013. Angka 6: "Setiap anggota partai harus taat hukum, bermoral, menjaga etika profesi dalam melaksanakan good governance. Angka 7: "Mencegah perbuatan korupsi... dst." Sedangkan Slogan Partai Demokrat " Katakan tidak kepada koruptor". d. Surat Presiden SBY kepada Nazaruddin, tertanggal 21-8-2011.(bukti L.3). Catatan penting dalam surat itu: "Karena hukum tentu harus kita tegakkan berdasarkan alat bukti semata, tanpa pandang bulu, tanpa tebang pilih. Dengan demikian, kita melaksanakan prinsip dasar persamaan dihadapan hukum (equlity before the law) yang juga dijamin dalam konstitusi.

13. Sayangnya pakta Integritas dari surat SBY tersebut, tidak berlaku bagi Prof. Denny Indrayana sehingga Partai Demokrat lupa akan janji sucinya. Partai Demokrat mencalonkan Prof. Denny sebagai calon Gubernur Kalimantan Selatan bertentangan dengan pakta Integritas Partai Demokrat. Bertentangan dengan azas Equality before the law. Sebagai tersangka Prof. Denny seharusnya diadili. Sama dengan semua para tersangka hasil penyidikan KPK.

Akhirnya semiga Bapak Menteri Dalam Negeri dan semua peserta calon Pilkada, dapat menggunakan surat terbuka saya khususnya ketika Prof. Denny berkampanye memaparkan misi dan visi nya sebagai calon kepala daerah.

Hormat saya, Prof. Otto Cornelis Kaligis (tandatangan).

Cc surat terbuka tersebut ditindaskan ke Presiden RI, Ir. Joko Widodo sebagai laporan. Semua Pimpinan Partai, khususnya Partai Demokrat dan Partai Garindra. KPUD di Banjar Masin dan KPU Pusat. Para Jurnalis yang peduli keadilan. Kapolri Jederal Polisi Idham Azis. Jaksa Agung RI Dr. ST Burhanuddin, SH, MM. Kalapas Sykqmiskin Thurman Hurapea. Pertinggal.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama