Saran Dan Sumbangsih Pemikiran Buat Kemenkumham R.I Dalam Menyikapi Konflik Internal Partai Demokrat

Oleh: Saiful Huda Ems

(Lawyer dan Pemerhati Politik)

MENARIK sekali setelah berhari-hari saya dan para senior politik saya (baik yang masih tinggal menetap di Jerman maupun yang sudah tinggal menetap di Indonesia) berdiskusi melalui WA group secara intensif mengenai konflik internal Partai Demokrat. Selama ini baik pihak Partai Demokrat pendukung Mas AHY maupun pihak Partai Demokrat pendukung Pak Moeldoko seperti saya, serta pejabat pemerintah kita (Menteri Hukum dan HAM dan Menteri Koordinator Politik dan Keamanan) sama-sama mendasarkan argumentasinya pada AD/ART Partai Demokrat (2003 dan 2020) dan UU No.2 Tahun 2011 Tentang Partai Politik. Namun kali ini ada masukan penting dari senior politik saya itu yang mencoba membawa kita keluar dari pijakan dasar argumentasi kita dari Undang-Undang Partai Politik ke Undang-Undang Administrasi Pemerintahan (UUAP).


Menurut beliau (sahabat senior politik saya) itu begini: "Jika AD/ART (yang dibuat secara sepihak oleh SBY) dianggap melanggar UU Parpol tapi kok disahkan oleh Kemenkumham, berarti Kemenkumham melanggar asas kecermatan dalam Pasal 10 huruf (d) UU No. 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan (UUAP)". Mohon diketahui, "Administrasi Pemerintahan adalah tata laksana dalam pengambilan keputusan dan/atau tindakan oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan“ (Pasal 1 ayat (1) UUAP).


Padahal, "Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dalam menetapkan dan/atau melakukan Keputusan wajib mencantumkan atau menunjukkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar kewenangan dan dasar dalam dalam Menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan atau Tindakan (Pasal 9 ayat (3) UUAP). Boleh saja Pasal 9 ayat (3) itu diabaikan, asal "memberikan kemanfaatan umum dan sesuai dengan asas Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (Pasal 9 ayat (4))". Darimana tahu memberikan kemanfaatan umum sehingga mengabaikan pasal 9 ayat (3)? Kalau mengambil contoh di Jerman, pihak yang terlibat boleh/berhak melihat Berkas Acara Pemeriksaan (BAP)." 


Hemmm...menarik sekali bukan masukan dari sahabat senior politik saya itu? 


Jadi kalau direalisasikan untuk menghadapi kemelut konflik internal Partai Demokrat itu jadinya akan seperti ini:


Karena AD/ART Partai Demokrat 2020 yang sudah diserahkan oleh Partai Demokrat kubu AHY ke Kemenkumham lalu sudah terlanjur disahkan oleh Kemenkumham, namun kemudian terjadi persoalan besar hingga para pendiri dan kader Partai Demokrat berontak pada kepemimpinan AHY dan SBY karena adanya perubahan AD/ART Partai Demokrat 2020 yang tidak sesuai dengan UU Partai Politik, hingga terjadilah dualisme kepengurusan Partai Demokrat (versi Pak Moeldoko dan versi Mas AHY), maka sebaiknya Kemenkumham menganulir atau membatalkan keputusan lamanya, untuk kemudian mensahkan AD/ART dan Kepengurusan Partai Demokrat versi KLB Sibolangit. 


Semua itu berpijak dari dasar argumentasi juridis, dimana semestinya bukan hanya UU Partai Politik saja yang dijadikan acuan, melainkan pula UU Administrasi Pemerintahan yang terbukti lebih bisa menjawab persoalan krusial hukum dari kemelut internal Partai Demokrat ini. Dengan menggunakan UU Administrasi Pemerintahan, maka Pemerintah dalam hal ini Menteri Hukum dan HAM R.I Pak Yasonna Laoly tidak hanya akan selamat dari tuduhan intervensi Pemerintah dalam persoalan kemelut dualisme kepengurusan Partai Demokrat, namun juga Pemerintah (Menteri Hukum dan HAM) bisa menyelesaikan persoalan ini dengan lebih adil, demokratis dan transparan, serta lebih bisa mengembalikan partai politik (Partai Demokrat) pada marwahnya semula dan yang dikehendaki oleh UU Parpol dan Konstitusi Negara. Yakni partai yang terbuka, demokratis dan modern, serta tidak terjebak menjadi partai yang tertutup, jadul, oligarkis, dan menjurus pada partai dinasti dan tirani, yang semua pucuk pimpinan partainya hanya boleh diduduki oleh satu keluarga saja. Wallahu a'lamu bissawab..

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama