Waspadai Gerombolan SBY Yang Selalu Menyerang Pak Moeldoko


Oleh: Saiful Huda Ems (SHE)

- Kepala Departemen Komunikasi dan Informatika DPP Partai Demokrat pimpinan Jenderal TNI (Purn.) Dr. H. Moeldoko.

Sejak diajukannya gugatan ke PTUN akhir bulan Juni 2021 lalu oleh kuasa hukum DPP Partai Demokrat KLB pimpinan Pak Moeldoko, gerombolan SBY dilanda kepanikan yang luar biasa hingga mereka terus menerus menyerang pribadi Pak Moeldoko, yang selalu dikait-kaitkan dengan jabatannya sebagai Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Republik Indonesia. Maaf, bahasa gerombolan memang terdengar kasar di telinga kita sebagai bangsa yang beradab, namun kata ini sengaja saya kemukakan untuk menunjukkan betapa sangat tidak terhormatnya para politisi pimpinan AHY dan SBY yang selalu menyebut kami para pengurus dan kader Partai Demokrat pimpinan Pak Moeldoko sebagai gerombolan Moeldoko. Jadi kata gerombolan ini sengaja saya lemparkan ke mereka kembali yang terlebih dahulu memulai dengan bahasa-bahasa kasarnya.

Rupanya mereka ini seakan tidak akan pernah puas menyerang para pengurus dan kader Partai Demokrat pimpinan Pak Moeldoko, jika mereka tidak mengait-ngaitkan semua persoalan KLB Partai Demokrat ini dengan istana. Dan sangat jelas pula, bahwa sebenarnya tujuan utama mereka ini adalah menyerang Pemerintahan Jokowi dengan menjadikan Pak Moeldoko yang menjadi Kepala KSP sekaligus menjadi Ketua Umum Partai Demokrat hasil KLB itu sebagai sasaran antara saja. Ini bisa kita perhatikan dari berbagai pernyataan-pernyataan AHY, Ibas, Kuasa Hukum partainya dan para gerombolannya yang dilontarkannya akhir-akhir ini, yang mereka serang selalu Presiden Jokowi dan Kepala KSP Moeldoko. 

Kalau pernyataan AHY dan Ibas yang selalu menyudutkan Presiden Jokowi dengan selalu mengait-ngaitkan persoalan meningkatnya korban yang terdampak pandemi Covid-19 dengan Presiden Jokowi mungkin sangat mudah dibantah oleh banyak orang, bahkan berbalik menjadi serangan gelombang nyinyiran dari para Netizen ke AHY dan istrinya (sekarang dapat predikat baru dari para Netizen sebagai Nyonya Nyinyir) termasuk Ibas, tiga politisi pemula yang banyak gaya itu, sebab untuk persoalan ini semua orang sangat tau, bahwa bukan hanya Indonesia yang tengah dilanda pandemi Covid-19 tapi juga hampir seluruh negara di dunia. Namun untuk nyiyiran AHY, Ibas, Kuasa Hukum dan gerombolannya pada persoalan gugatan DPP Partai Demokrat pimpinan Pak Moeldoko ke PTUN, pastilah masih banyak yang belum tau bagaimana cara menangkisnya, karena yang lebih tau untuk persoalan ini kebanyakan adalah para fungsionaris DPP Partai Demokrat pimpinan Pak Moeldoko itu sendiri. 

Gerombolan SBY yang berkuasa di atas singgasana Candi Hambalang yang mangkrak ini, selalu menyatakan bahwa DPP Partai Demokrat KLB Moeldoko tidak memiliki legal standing untuk mengajukan gugatan ke PTUN. Faktanya, Jenderal TNI (Purn.) Moeldoko dan Johni Allen Marbun yang masing-masing menjadi Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal DPP Partai Demokrat itu memiliki legal standing yang kuat, yaitu hasil dari KLB Partai Demokrat 5 Maret 2021 di Hotel The Hill & Resort Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara, dan tertuang dalam Akta Pernyataan Keputusan Sidang KLB Partai Demokrat 2021, di hadapan Rahmatiani, S.H, Notaris di Medan, Nomor: 02 Tanggal 7 Maret 2021.

Mereka juga selalu membuat pernyataan-pernyataan yang provokatif, dengan menyatakan ada pembantu presiden yang menggugat pembantu presiden lainnya, disaat negara ini sedang sibuk berjibaku menangani gelombang kedua pandemi Covid-19. Mereka rupanya pura-pura tidak tau atau mungkin juga aslinya bodoh, bahwa urusan gugatan DPP Partai Demokrat hasil KLB Sibolangit ke PTUN yang menggugat Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI ini bukanlah urusan pribadi Pak Moeldoko semata, yang ketepatan beliau selain menjadi Ketum DPP Partai Demokrat hasil KLB juga merupakan Kepala Staf Kepresidenan, namun semua ini merupakan urusan para pengurus DPP dan para peserta Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat. Jadi kalau gerombolan SBY atau AHY menyatakan Pak Moeldoko tidak mencerminkan sosok kenegarawanan seorang pejabat publik yang seharusnya menghormati supremasi hukum yang telah diputuskan sebelumnya oleh pemerintah, bagi saya adalah pernyataan yang sangat ngawur dan tak berdasar. 

Hubungan Pak Moeldoko Kepala KSP dan Pak Yassona Laoly Menteri Hukum dan HAM itu sangat harmonis, keduanya juga sama-sama giat bekerja membantu Presiden Jokowi dalam mengurus negara ini. Kalau ada gugatan ke PTUN dari DPP Partai Demokrat pimpinan Pak Moeldoko pada Menteri Hukum dan HAM itu adalah wujud dari keduanya yang menghormati supremasi hukum dan menjunjung tinggi prinsip kehati-hatian dalam menjaga rasa keadilan bagi masyarakat. Karena itu saat Pak Yassona Menteri Hukum dan HAM membuat keputusan soal penolakan pengesahan pengajuan kepengurusan DPP Partai Demokrat hasil KLB, Pak Yassona memberikan arahan agar kepengurusan DPP Partai Demokrat hasil KLB memperjuangkannya di jalur pengadilan, lalu DPP Partai Demokrat hasil KLB pimpinan Pak Moeldoko itu menyambutnya dengan melakukan gugatan ke PTUN. 

Inilah sejatinya jiwa-jiwa kesatria dan sama-sana berintegritas itu, dua pejabat publik yang sama-sama berdiri tegak di hadapan Supremasi Hukum, bukan jiwa pecundang yang berdiri tegak di hadapan kepentingan Imperium Kapitalis Amerika dan jadi Presiden Dua Periode lalu meninggalkan banyak masalah: sosial, politik dan berbagai proyek mangkrak yang tidak pernah jelas pertanggung jawabannya. Tuh Candi Hambalang saksinya, dan untuk Ibas siap-siap saja dipanggil KPK atas berbagai kasusnya di masa lalu. Hemmm...tambah panik lagi nih...(SHE).

Jakarta, 15 Juli 2021.



Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama