"Karena mereka memiliki hak yang setara mulai dari akses pendidikan, akses tenaga kerja. Penyandang disabilitas bukan kelompok yang selalu dianggap bergantung tapi kelompok yang produktif," kata Airlangga dalam Kampanye G20 daring bertajuk "Engaging Persons with Disabilities for Inclusivity" yang dipantau di Jakarta, Rabu.

Karena itu pemerintah Indonesia terus berupaya menyelesaikan persoalan disabilitas secara lintas sektor. Pemerintah juga terus mengajak dunia usaha turut membangun ekosistem agar penyandang disabilitas dapat terus produktif.

Airlangga mengatakan jumlah penyandang disabilitas di Indonesia diperkirakan mencapai 21,2 juta orang dari total 1 miliar penyandang disabilitas di dunia. Sebanyak 80 persen penyandang disabilitas di dunia memang tinggal di negara berkembang.

Penyandang disabilitas di negara berkembang mengalami tekanan yang semakin besar di tengah COVID-19, antara lain karena menjadi kelompok yang paling rentan kehilangan pekerjaan.

Selain keterbatasan infrastruktur di negara berkembang, kondisi penyandang disabilitas di tengah COVID-19 juga diperparah oleh akses yang minim terhadap program jaminan sosial dan pendidikan.

"Hanya sekitar 28 persen dari penyandang disabilitas di negara berkembang yang memiliki jaminan sosial, dan tidak lebih dari 1 persen penyandang disabilitas yang memiliki jaminan sosial di negara berpenghasilan rendah," kata Airlangga.

Sementara itu anak-anak penyandang disabilitas juga kesulitan mengatasi learning loss karena keterbatasan alat peraga, alat pendidikan, soft ware, dan akses internet.

"Kita harus mampu melepaskan diri dari stigamatisasi terhadap kelompok disabilitas. Mereka anak-anak berkebutuhan khusus, vukan berarti mereka tidak mampu," ucapnya.

Presidensi G20 Indonesia pun akan meneruskan pemulihan dan pembangunan yang inklusif dengan melibatkan kelompok disabilitas. Pelibatan ini juga akan dilakukan di bidang ketenagakerjaan sebagaimana telah disepakati oleh para menteri ketenagakerjaan di Presidensi G20 Argentina tahun 2018 lalu. (An)