Oleh : Drs. Sjahrir Tamsi, M.Pd.
(Kepala UPTD SMKN 1 Tapalang Barat)
Berumah tangga dan bermobil mewah itu tujuan banyak manusia. Uang berlimpah pakaian indah itu tujuan banyak manusia. Makanan dan minuman yang serba lezat santapan yang selalu dicari. Rekreasi yang mahal serta memikat, hiburan yang selalu dinikmati. Makan minumlah senang-senanglah dalam pesta kehidupan dunia.
Tapi ingatlah gunakan pikir bahwa pesta pasti kan berakhir. Dunia hanyalah persinggahan dari sebuah perjalanan panjang. Dunia bukanlah tujuan namun hanya ladang tempat bertanam. Pesta Pasti Berakhir, demikian Judul dan Lirik sebuah Lagu Karya dari Prof. Dr. Rhoma Irama.
Seiring berkembangnya jaman, evolusi membawa konsep Slow Living menjadi lebih Modern. Kini Slow Living dikenal sebagai sebuah revolusi melawan gagasan umum lebih cepat lebih baik. Lambat di sini bukan berarti tidak berprogres, hanya saja fokusnya diubah, dari lebih cepat lebih baik ke melakukan semua hal dengan kecepatan yang tepat sehingga menghasilkan ungkapan baru "Lebih Cepat dan Lebih Tepat itu Lebih Baik".
Sambil melakukan satu per satu hal yang perlu dilakukan, penganut Slow Living juga adalah orang-orang yang menikmati proses yang dijalankan. Setiap jam, setiap menit, yang dilaluinya dengan kegiatan, semua benar-benar dinikmati sehingga tidak terburu-buru menyelesaikannya.
Pada akhirnya, penganut Slow Living adalah orang-orang yang berusaha menemukan keseimbangan antara bekerja, waktu luang, waktu dengan orang terdekat atau keluarga, dan waktu untuk bersosialisasi.
"Lebih Cepat Belum Tentu Lebih Baik"
Di dunia serba digital, tanpa disadari seseorang terjebak dalam stigma budaya kesibukan. Kalimat "Sangat Sibuk," sering diucapkan dengan sedikit rasa bangga dan bisa saja menjadi kebanggaan karena dalam budaya masa kini, "Sibuk" berarti menjadi urgen.
Dalam dunia simbol status, ada yang sering mengklaim bahwa bekerja lembur, pulang larut malam bahkan sampai tidur di kantor pun diartikan sebagai semangat, dedikasi dan profesionalitas kerja. Ada sebagian orang begitu mengagungkan kecepatan kerja dan kesibukan sehingga kata sifat "lambat" adalah sebuah kesalahan.
Padahal, kerja cepat sehingga seseorang merasa begitu sibuk bukan berarti dia produktif. Ketika seseorang "Sibuk," biasanya itu berarti tidak produktif. Boleh jadi selalu sibuk hanya untuk mengecek berbagai notifikasi, dari WhatsApp, Instagram, email, linimasa berita. Akan tetapi tidak sibuk dengan apa pun yang menambah nilai nyata dan positif dalam hidupnya.
Aktivitas Schedule, Timetable atau Kalender penuh, tidak berarti seseorang itu menjalani kehidupan yang penuh produktivitas. Di sisi lain, meeting atau rapat terus-menerus, notifikasi yang berdengung, dan obrolan rekan kerja yang mengisi begitu banyak hari kerja adalah lingkungan yang paling buruk untuk fokus pada apa yang dibutuhkan untuk menghasilkan sesuatu yang signifikan.
"Awal mula Trend Style Hidup dengan Slow Living"
Slow Living, atau Hidup Lambat adalah penolakan terhadap kehidupan serba cepat yang mengagungkan kesibukan tanpa pikiran otak dan hasil. Slow Living bukan berarti malas, atau gaya hidup rebahan yang banyak dianut generasi muda jaman now.
Hidup lambat di tempat kerja berarti fokus pada tugas yang membawa hasil dan menghilangkan kesibukan yang tidak berarti.
Hidup lambat adalah tentang mengkonsumsi lebih sedikit dan mengambil momentum aproach yang lebih lambat untuk kehidupan sehari-hari.
Kehidupan yang lambat dapat mencakup apa saja mulai dari makan dengan penuh perhatian hingga merencanakan liburan dan mengisi waktu luang dengan kegiatan yang signifikan. Ini adalah seperangkat nilai yang mengatakan "Lebih Cepat TIDAK Selalu Lebih Baik".
Gaya hidup Slow Living lahir dari gerakan slow food yang lebih mengutamakan masakan lokal dan tradisional ketimbang fast food. Ketika "McDonald's" ingin membuka gerai di Spanish Steps di Roma pada tahun 1986, sekelompok aktivis kuliner Italia berdemonstrasi. Mereka mengadakan pesta pasta besar-besaran untuk memprotes komersialisasi situs bersejarah tersebut. Mereka juga menulis sebuah manifesto yang kemudian menginspirasi momen hidup yang lambat.
Bagaimana menjalani kehidupan yang lambat?
Dengan cara ini, dapat dilakukan dengan menjauh dari cara berbisnis yang sudah mapan di masyarakat pada umumnya dan bergerak lebih dekat ke live style baru yang sebenarnya mengintegrasikan kembali cara hidup yang lebih tua dan lebih sehat. Damai itu indah dan berkelanjutan. Berikut beberapa contoh kehidupan merujuk pada Slow Living :
1. Hidup dengan Tenang : Waktu sebenarnya relatif, dan ketika disikapi lebih tenang, waktu secara ajaib meluas dan kita bisa menyelesaikan dengan kepuasan dan menenangkan apa yang tidak dapat diselesaikan dengan tergesa-gesa dan stres.
2. Untuk mempraktikkan filosofi hidup lambat sehubungan dengan konsep waktu ini, penting untuk diingat bahwa manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan teman dan menghabiskan waktu dengan tenang dan menyenangkan untuk mengurusi keluarga dan hubungan berkomunikasi sosial.
3. Hidup sehat dan utuh.
Menjaga ketenangan dan kedamaian batin diperlukan sebagai sarana dan media untuk memastikan kesehatan manusia itu sepenuhnya dan melakukan tindakan sadar, bertanggung jawab dan konstruktif.
Itulah mengapa sangat penting untuk mencurahkan setidaknya beberapa jam dalam sehari untuk latihan fisik atau meditasi yang memungkinkan setiap orang terhubung dengan dunia nyata sebagai persinggahan sementara.
4. Komunikasi dengan alam dan hewan merupakan kebutuhan manusia yang mendesak, karena bersama-sama dengan manusia merupakan bagian dari keseluruhan, yaitu alam semesta. Oleh karena itu, kita harus menjaga kontak yang teraturdan sering dengan unsur-unsur yang ada di alam ini.
Slow Living entah disadari atau tidak telah menjadi the big trend. Tetapi pesan dasarnya adalah tentang mengkonsumsi lebih sedikit dan mengambil pendekatan yang lebih lambat untuk kehidupan sehari-hari.
Gerai makanan cepat saji, misalnya, saat ini banyak yang menawarkan menu vegan dan aplikasi yang tak terhitung jumlahnya untuk membantu bermeditasi dan mengurangi waktu ber-online.
Contoh lainnya yakni "Marie Kondo". Wanita Jepang yang dijuluki "the tidies woman in the world" itu semakin digandrungi masyarakat di berbagai belahan dunia ini, karena metode merapikan rumah yang dikenal dengan "Konmari".
Tak mengejutkan bila kian banyak saja orang yang memilih hidup lebih minimalis karena inspirasinya.
Siapa yang tidak memiliki botol air yang dapat digunakan kembali...? Tampaknya semua orang berjuang untuk kehidupan yang lebih sederhana, Produktif, berkelanjutan, dan bermakna. Dorongannya adalah menuju kesederhanaan, entah itu merapikan atau melangsingkan rencana perjalanan liburannya.
Di Instagram, tagar seperti #the art of slow living , menggambarkan cangkir teh yang mengepul di atas seprai. Mereka menunjukkan kesenangan hidup sederhana yang dimaksudkan untuk dinikmati.
Mereka bahkan mungkin menginspirasi orang lain untuk menyisihkan handphone-nya sejenak.
Namun, apa hakekat sesungguhnya Slow Living itu?
Slow living adalah suatu konsep gaya hidup dengan mematikan mode "autopilot" yang selalu dilakukan karena kesibukan yang sangat padat. Mematikan mode “autopilot” maksudnya ialah berhenti dari kebiasaan hidup rutinitas yang tidak lagi perlu berpikir. Kehidupan seperti ini secara tidak sadar sudah dialami setiap hari.
Slow living juga adalah soal pola pikir yang kemudian membuat gaya hidup yang lebih bermakna dan sadar dengan apa yang paling mungkin dapat dihargai dalam hidup. Itu berarti melakukan segala sesuatu dengan kecepatan yang tepat.
Alih-alih berusaha melakukan sesuatu dengan lebih cepat, seseorang berfokus untuk melakukan sesuatu dengan lebih baik. Seringkali, itu berarti memperlambat, melakukan lebih sedikit, dan memprioritaskan untuk menghabiskan jumlah waktu yang tepat untuk hal-hal yang paling penting bagi setiap pribadi.
Dengan memperlambat dan dengan sengaja menempatkan nilai-nilai sejati di "jantung" gaya hidupnya, slow living dapat mendorong seseorang untuk hidup dalam kesadaran diri dan membuat keputusan yang sadar dan terarah demi tercapainya kebahagiaan.
Slow living menyangkal bahwa sibuk sama dengan sukses atau penting. Ini berarti hadir dan "merayakan" kualitas daripada kuantitas, hidup dengan tujuan, sadar dan penuh makna.
Konsep slow living merupakan alternatif untuk bisa menikmati kehidupan dengan cara lain, cara yang lebih pelan, cara yang lebih menghargai waktu serta proses.
Tak hanya sekedar fokus pada hasil akhir dengan mengorbankan terlalu banyak hal.
Meski terdengar mudah, mengubah konsep hidup yang semula terburu-buru menjadi mode lambat tidak semudah itu.
Banyak hal yang harus diubah untuk benar-benar menemukan tempo lambat yang tepat.
Berikut adalah cara untuk mulai hidup lebih lambat :
Pertama, membatasi penggunaan handphone, komputer atau gadget lainnya.
Kedua, berjalan-jalan di luar ruangan dan berolahraga dengan cara yang lebih terintegrasi dengan kehidupan sehari-hari, seperti berjalan kaki atau bersepeda daripada mengemudi kendaraan roda dua maupun roda empat.
Ketiga, sengaja mengambil cuti dari pekerjaan dan tugas rumah, baik di akhir pekan atau di hari libur. Tanam makanan dan masak makanan, terutama bersama keluarga atau teman, dan makan bersama di meja. Nikmati dan kembangkan hobi.
Keempat, menyusun kembali barang-barang di rumah, bukan menggantinya termasuk pakaian dan perabotan.
Kelima, prioritaskan tidur. Pilih aktivitas yang ingin dilakukan.
Selain itu, terdapat 7 Cara Menerapkan Slow Living :
1. Menggunakan gadget seperlunya, seperti diketahui, Gatget menjadi alat untuk mempercepat banyak proses.
2. Luangkan waktu di pagi hari untuk menikmati alam, udara segar, berjemur, olahraga singkat, atau sarapan.
3. Mempraktikkan "Minfulness".
4. Gunakan waktu kosong untuk membuat sesuatu, cari inspirasi dari DIY Project yang banyak beredar di internet, dan ciptakan sesuatu dengan tangan atau kreativitas yang kamu miliki.
5. Memasak makanan sendiri, untuk menumbuhkan rasa menghargai petani atau industri kecil.
6. Selalu sisihkan waktu untuk keluarga, orang terdekat, dan diri kamu sendiri.
7. Coba hal baru dengan waktu yang kamu miliki, bisa berupa kegiatan hobi, pengalaman baru, atau bepergian ke tempat yang sama sekali asing untukmu.
Dengan melakukan beberapa hal di atas dalam jangka waktu tertentu, niscaya akan merasakan betapa signifikan perubahan yang terjadi dalam tempo singkat. Semua energi yang tiba-tiba hilang akan segera kembali bekerja, sehingga terasa memiliki banyak tenaga untuk mencoba berbagai hal.
Memang, tidak ada proses yang instan atau cepat untuk mengubah gaya hidup. Apa lagi untuk gaya hidup cepat yang sudah diikuti selama ini. Semoga lebih cepat dan lebih tepat dengan kebutuhan sekarang, baik dari segi fisik, waktu, maupun mental.
Hiduplah dengan tenang dan damai serta penuhi hiasan konfigurasi mimpi-mimpi yang indah untuk menatap dan meraih masa depan yang Cemerlang.
May Peace Abide in Our Heart.
Referensi :
1. Himam Miladi : "Slow Living", Tren Gaya Hidup Baru untuk Kualitas Hidup yang Lebih Baik", Kompasiana.com, 2021
2. Fakultas Psikologi UMA: Apa Itu Slow Life dan Bagaimana Cara Melakukannya, univ_medanarea@uma.ac.id, 2023
3. Ficca Ayu Saraswaty : Arti Konsep Slow Living atau Gaya Hidup Lambat, Inilah Cara untuk Mulai Hidup Lebih Lambat, Tribunnews.com, 2022
4. Admin IM : Slow Living Adalah Gaya Hidup, Simak 7 CaraMemulainya, Freepik.com, 2022
Editor : Aris Kuncoro