Oleh: Drs. Sjahrir Tamsi, M. Pd.
(Kepala SMKN 1 Tapalang Barat, Mamuju Provinsi Sulawesi Barat)
Budaya ANTRI adalah mematuhi urutan, menunggu giliran atau tidak saling mendahului. Ini merupakan suatu keniscayaan yang terjadi di mana saja dalam keseharian aktivitas sosial.
Sementara antrian merupakan suatu
kondisi dimana adanya keterlambatan pelayanan suatu objek, akibat adanya
antrian karena pelayanan mengalami kesibukan.
Antrian terjadi karena adanya
ketidakseimbangan antara ketersediaan dengan kebutuhan untuk melayani.
Budaya ANTRI merupakan bagian
dari pendidikan moral, yang harus ditanamkan oleh parenting dan atau pendidik
kepada anak sejak dini. Bisa memperkenalkannya mulai dari hal-hal yang kecil,
seperti antri mandi, antri berbaris, antri mengaji kitab/al-Qur'an, antri masuk
kelas dan lainnya. Memberikan pengertian juga kepada mereka, jika ingin
mendapatkan antrian lebih awal maka harus datang lebih awal juga.
Dari budaya ANTRI bisa memberikan
hal positif, seperti dapat melatih untuk lebih bersabar, mengatur waktu dengan
baik, mengajarkan kedisiplinam serta belajar menghargai hak orang lain.
Selain itu juga bisa menumbuhkan
kesadaran yang datang dari dalam diri seseorang dan dari hati dan pikirannya,
bukan karena ada atau tidak pihak-pihak tertentu yang mengawasi.
Maka penanaman budaya ANTRI itu
penting dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karenanya dengan budaya ANTRI juga
akan membuka sebuah percakapan bagi anak untuk menyapa kepada orang yang ada di
depannya maupun belakangnya.
Bagi anak yang sering terlambat
datang dan pastinya akan mendapat antrian paling belakang, untuk bisa kiranya
belajar mengatur waktu agar bangun lebih awal dan tidak telat lagi mendapatkan
antrian paling depan.
Dari budaya ANTRI ini,
manifestasi sifat sabar, menghormati, menghargai hak orang lain, membiasakan
berperilaku 5S + TR yaitu: Senyum, Salam, Sapa, Sopan, Santun, Tertib dan Rapi.
Budaya ANTRI juga adalah
merupakan salah satu bentuk implementasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan
sehari-hari, sebagaimana Implementasi Kurikilum Merdeka (IKM) dan Implementasi
Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) pada Satuan Pendidikan,
(TK-SD-SMP-SMA-SMK dan SLB).
Kelihatannya penanaman budaya
antri itu sepele, akan tetapi menjadi mahal ketika banyak orang mengabaikan
kepentingan dan hak-hak orang lain.
Berlaku tertib memang suatu
perbuatan yang terdengar mudah, namun tidak semua orang dengan mudah pula menerapkannya.
Dorongan emosi yang tidak terkontrol kadang membuat seseorang selalu ingin
menjadi yang pertama dalam setiap proses menunggu. Begitu urgensinya melatih
kesabaran diri sendiri.
Di negara kita, sudah banyak
kisah dan berita mengenai korban tewas akibat mengantri jatah Beras Miskin
(Raskin), atau bantuan dana dari pemerintah untuk fakir miskin. Terjadi saling
rebutan bahkan rela saling mendorong, sehingga orang yang kuat fisiknya pun
bisa sempoyongan apalagi yang lebih lemah fisiknya dipastikan bisa terjatuh.
Sampai kapan fenomena antrian
seperti itu berakhir...?
"Wallahualam Bissawab",
hanya Allah yang mengetahui kebenaran sesungguhnya.
Jaman now...?
Masyarakat 5.0 adalah Masyarakat
Super Pintar dan merupakan masyarakat yang berpusat pada manusia yang
menyeimbangkan kemajuan ekonomi dengan penyelesaian masalah sosial melalui
sistem yang sangat mengintegrasikan dunia maya dan ruang fisik.
Sudah saatnya semua orang
memiliki budaya tertib, termasuk sabar dalam urusan mengantri. Mari membiasakan
berserah diri dan sabar.
Tertib untuk mengantri
adalah cermin katauhidan atau bagian dari iman umat manusia beragama, yang taat
akan nilai peraturan dan tatanan dalam berinteraksi dengan sesama manusia untuk
mendapatkan sesuatu yang diinginkannya.
Budaya ANTRI akan menciptakan
masyarakat yang bermartabat, dimana disiplin ANTRI mampu menumbuhkan sikap
untuk saling memahami dan saling menghormati dengan sesama. Mekipun kelihatannya
sepele, namun bila memperhatikan dengan seksama dalam aktivitas mengantri
setiap orang saling memahami dan saling menghormati antara satu dengan yang
lain.
Orang yang datang belakangan
memahami bahwa orang yang hadir lebih dahulu berhak untuk berada di depan,
dan dengan sadar menghormati hak-hak orang lain. Ada wujud kesalehan disana.
Kesalehan yang benar-benar melembaga dalam hati dan diri manusia sehingga
terwujud pula dalam kesehariannya.
Kadar kesalehan tidak hanya
ditunjukkan oleh kekhusyuan dalam ibadah langsung dengan Allah (Hablun Minallah)
saja, melainkan juga dalam bermasyarakat (Hablun Minannas). Hubungan langsung
dengan Allah adalah urusan pribadi masing-masing, dan hanya Allah yang berhak
memberikan penilaian. Akan tetapi, dalam kerangka hidup bermasyarakat, orang
lain dapat memberikan penilaian mengenai kesalehan seseorang. Orang yang saleh
sejatinya berperilaku saleh.
Catatan Terakhir: Apapun yang
kita inginkan agar menjadi baik, jelas harus berawal dari Hati dan dimulai dari
diri sendiri.
Kenapa harus dengan hati?
Sesungguhnya dari hatilah semua Ketulusan
berawal, dan bermulanya suatu Keikhlasan untuk bisa menerima sesuatu apa adanya
dan mensyukuri sesuatu yang ada.
Begitu juga jika kita
menginginkan suatu kenyamanan di tempat umum, maka dari Hati dan diri
sendirilah yang harus memulainya agar tercipta kenyamanan yang diinginkan.
Salah satu kondisi dalam menciptakan suatu kenyamanan, sejatinya dimulai dari
Hati dan diri sendiri, karena Budaya ANTRI merupakan suatu keniscayaan.
Dengan demikian maka penulis
meyakini dan berani menyimpulkan bahwa ANTRI dengan TERTIB itu: KEREN...!
Referensi :
(1). Yuli Amaliyah: Menanamkan Budaya Antri Sejak Dini, Yuliamaliyah.
gurusiana. id, Ponorogo, 2023; (2). Muhammad Ariq Nizar Daffa Kusmana:
Pentingnya Membiasakan Budaya Antri, pendis. kemenag. go. id, Sukadana, Kayong
Utara, Kalbar, 2021.
Editor : W. Masykar