Ahli Ungkap Jejak Digital Terdakwa Kasus Dugaan Penipuan Investasi RT


JAKARTA (wartamerdeka.info) - Jejak digital salah satu terdakwa kasus dugaan penipuan dalam investasi Robot Trading Fin 888 diungkap ahli dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara, Rabu (6/9/2023).

"Saudara ahli, apakah ada jejak digital dari terdakwa Peterfi Suapandri dalam aplikasi Sam Trade FIN 888," tanya majelis hakim yang diketuai Juli Effendi, SH, kepada Paulin Siburian, ahli forensik digital yang dihadirkan penuntut umum ke persidangan.

Menurut ahli, setelah dilakukan pemeriksaan atas video yang disampaikan penyidik, ada ditemukan jejak digital, yaitu foto. "Ada pak, yaitu foto terdakwa," jawab ahli.

Namun demikian, lanjut ahli, tugas dan kewenangan yang dimiliki untuk meneliti suatu data untuk mencari jejak digital seseorang terbatas. "Hanya itu yang dapat kami teliti yang mulia. Soal data - data pribadi seseorang, kami tidak berwenang karena menyangkut privasi," ujarnya.

Sedangkan nama terdakwa lainnya, serta beberapa nama saksi yang dihadirkan di persidangan, menurut ahli tidak ditemukan. "Hanya dia (terdakwa Peterfi) yang terlihat," terangnya.

Selain ahli digital, penuntut umum juga menghadirkan ahli dari akuntan publik. Di hadapan majelis hakim, ahli akuntan menyampaikan penghitungan jumlah kerugian korban investasi Trading Fin 888 yang mencapai Rp 166 miliar 500 juta rupiah lebih. Sedangkan jumlah korban, katanya, sekitar 475 orang. "Tadinya ada 483 korban, namun ada yang sudah diselesaikan sehingga sesuai perhitungan yang kami lakukan sebanyak 475 korban," terangnya.

Dia mengaku mengetahui kerugian dan jumlah korban berdasarkan data atas laporan yang diterimanya. Kemudian dilakukan investigasi terhadap korban. "Kerugian tersebut dapat diketahui berdasarkan bukti setoran atau transferan para korban. Transferan tersebut bukan berupa mata uang rupiah, namun dengan mata uang Dollar US," bebernya, sambil menambahkan bahwa pihaknya hanya menghitung kerugian korban berdasarkan bukti yang diserahkan penyidik.

Pada kesempatan itu, penuntut umum juga menghadirkan ahli dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham RI), Abdul Muslim. Kepada majelis hakim, ia membenarkan telah memeriksa sejumlah pendaftaran nomor AHU perusahaan atas permintaan Oktavianus Setiawan.

Dimana perusahaan yang dimaksud didaftarkan oleh orang tertentu yang ada namanya dalam perusahaan tersebut. Perusahaan yang bisa mendaftarkan secara Aplikasi online adalah perusahaan yang berkedudukan di Indonesia. "Kalau mendaftarkan perusahaan supaya mendapatkan nomor AHU perusahaan, harus perusahaan yang berkedudukan di Indonesia. Kalau dari luar Indonesia otomatis tidak diterima sistem Apokasi," katanya. (Sormin)


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama