Mengenal Upacara Adat Ritual "Cakkuriri" Kerajaan Sendana, Majene Sulbar

 

Oleh : Drs. Sjahrir Tamsi

"Cakkuriri juga merupakan lambang Pusaka Kerajaan Sendana yang disimpan oleh Pappuangang Puttada sebagai Pemegang Amanah"

Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar) adalah salah satu daerah yang memiliki keunikan tersendiri. Wilayah yang dihuni beragam suku bangsa ini, memiliki ragam tradisi dan ritual kepercayaan yang tampaknya tidak banyak diketahui.
Pengaruh agama menjadi warna baru warisan nilai-nilai budaya dan ragam kearifan lokal di Sulawesi Barat, termasuk tradisi dan upacara adatnya. Satu diantaranya Upacara Adat Ritual Pengibaran Bendera Cakkuriri. 

Di Desa Puttada, Kecamatan Sendana, Kabupaten Majene, Sulawesi Barat, memiliki upacara ritual yang disebut Cakkuriri. Cakkuriri adalah upacara adat pengibaran bendera Cakkuriri yang awalnya digelar oleh Kerajaan Sendana. Upacara ritual ini, dipandu oleh Pemangku Hadat Pappuangang di Puttada, yakni para pihak yang mengangkat dan melantik Mara"dia atau Raja pada Kerajaan setempat.

Bendera "Cakkuriri" adalah bendera atau panji pusaka Kerajaan Sendana. Upacara Ritual Pengibaran Bendera Cakkuriri di Desa Puttada Kecamatan Sendana Kabupaten Majene ini, erat kaitannya dengan Pembelajaran Teater Tradisional pada Satuan Pendidikan jenjang SMA dan dilaksanakan satu kali dalam lima tahun.

Pelaksanaan upacara ini, diawali dengan ritual membunyikan seperangkat alat musik. Kemudian pengibaran bendera pusaka Cakkuriri yang harus dilakukan melalui mekanisme dan aturan adat yang telah disepakati secara turun temurun. Bahkan Prosesi upacara adat ini, disepakati oleh pemegang amanah yang bertugas menjaga bendera, sebutannya, Pappuangang Puttada.

Cakkuriri juga merupakan lambang pusaka Kerajaan Sendana yang disimpan oleh Pappuangang Puttada sebagai Pemegang Amanah.

Orang-orang Puttada tidak boleh mengibarkan bendera Cakkuriri dengan sembarangan, apalagi jika tidak sesuai dengan mekanisme atau amanah kesepakatan.

Pengibaran bendera Cakkuriri ini sebenarnya telah memiliki jadwal yang sesuai dengan kesepakatan Pemangku Hadat. Pelaksanaannya diawali dengan ritual membunyikan seperangkat musik. Berbagai alat musik tradisional yang dimainkan, di antaranya Calong, Rebana, Kecapi, dan alat musik serupa suling. 

Uniknya, acara pendahuluan ini dilakukan oleh para ibu-ibu (Emak-Emak) dengan meletakkan dan membakar dupa (kemenyan). Selanjutnya, terdapat acara penyembelihan hewan Kerbau (Manggere’ Tedzong).

Meski ritual ini awalnya dilaksanakan khusus oleh Pappuangang dan Mara'dia, akan tetapi seiring perkembangan zaman, kini pelaksanaan Upacara Cakkuriri dapat dikatakan sebagai Teater Tradisional. Pasalnya, kebiasaan suatu kelompok masyarakat dapat menjadi acuan munculnya teater tradisi, sehingga teater tradisi pun lambat laun menjadi bagian dari kehidupan masyarakat.

Zhahira Cheysha Tanjung adalah seorang Peserta Didik MTs Negeri 1 Mamuju mengutip sebuah tulisan di salah satu media online dan dishare kepada orangtuanya (Ayah) via ChatWA 2024 : "Selama ini, ritual hanya dilakukan secara khusus oleh Pappuangang dan Mara'dia (Raja). Seiring dengan berkembangannya zaman, maka pelaksananya pun sudah banyak melibatkan Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat, Budayawan, hingga Masyarakat Umum." (Sjahrir Tamsi).

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama