Catatan (Pribadi) Pendek (2) Renjana Cinta Tiada Berujung

Karya : YM. Sjahrir Tamsi 
Angin sore berembus lembut di taman pelataran depan rumah kecil minimalis itu, membawa aroma tanah basah dan bunga melati yang mekar di sudut dan sisi taman. YM. Sjamsi, seorang lelaki berusia 60 tahun, duduk di kursi rotan kapasitas 2 orang di bawah pohon Ketapang Kencana dan Tabebuya Kuning atau pohon Terompet Emas adalah sejenis tanaman yang konon berasal dari negara Brasil dan termasuk jenis pohon Besar. Seringkali tanaman ini dikira sebagai tanaman Sakura oleh kebanyakan orang, karena bila berbunga bentuknya mirip seperti bunga Sakura.

Di tangan YM. Sjamsi tergenggam selembar foto lama yang warnanya mulai pudar. Foto itu memperlihatkan seorang perempuan muda tersenyum lembut dan manis serta pandangan matanya sama seperti "Safir Biru" yang sayu merayu. Dengan tatapan matanya itu niscaya mampu menggetarkan hati siapa pun yang melihatnya. Perempuan itu adalah YM. Mirah, istrinya yang kini berusia 62 tahun.

Pernikahan mereka telah berlangsung selama 40 tahun, sebuah perjalanan panjang yang penuh dinamika dan dengan warna-warni kehidupannya bagai pelangi di langit yang biru. YM. Sjamsi dan YM. Mirah adalah mantan Guru yang telah mengabdikan diri sebagai “Pahlawan Tanpa Tanda Jasa.” Selama bertahun-tahun, mereka membagi ilmu, kasih sayang, dan harapan kepada Generasi Muda. Kini, setelah purnabakti, mereka menjalani hari-harinya dengan ketenangan di sebuah rumah kecil minimalis yang penuh kenangan.

Namun, di balik ketenangan itu, ada satu "Renjana" yang selalu YM. Sjamsi simpan di hatinya. Sebuah Renjana sederhana yang ia ingin wujudkan untuk menunjukkan betapa besar cintanya kepada YM. Mirah, Sang Istri tercinta. Selama ini, ia merasa terlalu sibuk dengan tugas sebagai Guru hingga sering kali melupakan hal-hal kecil yang bisa membuat istrinya tersenyum bahagia.

“Sayang... (Ayahnya Aan), sudah sore. Mari kita minum teh di teras,” suara lembut YM. Mirah membuyarkan lamunannya. Ia berdiri di depan pintu, membawa nampan berisi dua cangkir teh dan sepiring kue kering isi selai nanas (nastar) kesukaan Sang Suami.

YM. Sjamsi tersenyum. “Tunggu sebentar, Sayang... (Umminya Aan). Aku punya sesuatu untukmu.”

Ia pun bergegas masuk ke dalam rumah, mengambil sebuah kotak kecil dari laci meja kerja. Di dalam kotak itu terdapat "Cincin Emas" sederhana yang ia beli dari tabungannya sendiri. Cincin itu tidak mewah, akan tetapi penuh makna. Di permukaannya terukir singkatan nama mereka berdua, "SJAHMI" sebagai simbol cinta yang "Abadi" dan tak pernah pudar, serta tak Lapuk oleh hujan dan tak Lekang oleh panas.

Saat kembali ke teras, YM. Sjamsi menyerahkan kotak itu kepada istrinya. YM. Mirah memandang suaminya dengan penuh tanya sebelum membuka kotak tersebut. Matanya berkaca-kaca ketika melihat cincin di dalamnya.

“Sayang... (Ayahnya Aan)...” suaranya terbata-bata dan bergetar. “A.a.a.pa ini,  Sayang..?”

YM. Sjamsi menggenggam tangan istrinya dengan lembut. “Ini adalah simbol cinta kita, Sayang. 

Selama 40 tahun, Dikau selalu ada di sisiku, mendukungku, mencintaiku dengan sepenuh hati. Aku tahu bahwa aku sering lalai menunjukkan betapa ku mencintaimu, akan tetapi hari ini aku ingin kau tahu bahwa Renjana Cinta Kita Tiada Berujung.”

Air mata jatuh di pipi tiada terasa oleh YM. Mirah. Ia tersenyum bahagia, senyuman yang khas dan pandangan mata yang sayu merayu sama seperti dalam foto lama yang tergenggam di tangan YM. Sjamsi tadi.

“Terima kasih ya, Sayang. "Renjana Cinta Kita memang Tiada Berujung." Aku pun bersyukur memiliki dirimu sebagai pendamping hidupku selama 40 tahun.”

Mereka berdua duduk di teras, menikmati teh sore itu sambil mengenang perjalanan panjang yang telah mereka lalui bersama. Di langit, matahari mulai tenggelam, meninggalkan semburat jingga yang begitu indah dipandang mata.

Bagi YM. Sjamsi dan YM. Mirah, senja itu adalah saksi bisu bahwa cinta mereka akan terus hidup, melampaui waktu, dan menjadi "Renjana Cinta yang Tiada Berujung."

"Kini kita sudah tua," ucap YM. Sjamsi kepada istrinya sambil mengelus pundak Sang Istri, YM. Mirah. "Begitu pula ke-4 anak kita yakni Aan, Luly, Ari, dan Itha." Mereka telah menganugerahkan kepada kita cucu-cucu yang cerdas, cakap, dan lucu yakni Aci (8), Eca (7), Ayyash (5), Abizar (5), Ayumi (4), dan Arkam (3).

Dari 6 orang cucu-cucu kita itu, 5 di antaranya mengukir dan menorehkan prestasi masing-masing. Aci (8) peringkat terbaik akademik di sekolahnya dan menjuarai setiap bidang lomba yang diikutinya. Eca (7) tampil elegan di setiap kesempatan, termasuk menari dan drum band di hadapan Menteri yang mengurusi anak-anak Indonesia dan sejumlah Pejabat Daerah setempat beberapa waktu lalu. Ayyash (5) borong sejumlah Juara beberapa cabang lomba yang diikutinya pada Porseni di sekolahnya. Abizar (5) Juara terbaik lomba mewarnai gambar pada event anak-anak se-kotanya. Ayumi (4) eksis menjadi Modeling dan Influencer cilik binaan ibundanya, YM. Itha, Sang Influencer ternama di kotanya. (Bersambung)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama