Novel terdiri dari 4 Bagian dan puluhan seri dengan berbagai setting dan kisah yang berbeda saat berada di negeri La France itu, dan juga di tanah air. Terinspirasi dari kisah nyata yang penuh dengan inspirasi, motivasi, pengalaman unik, semangat etos tinggi meraih cita.
Dikemas dengan bahasa yang mudah dicerna dan enak dibaca - meski kadang ada kata atau kalimat berbahasa Perancis, tapi ada penjelasan sehingga pembaca tetap nyaman dan tidak merasa kesulitan. Lahir di Nganjuk Jawa Timur, Prof. Dr. Bayu W kini menetap dan bertugas sebagai salah satu pimpinan tinggi di kementerian - Jakarta.
"Surat panggilan dari bureau de police"
Siang itu pada hari Jum’at, di bulan Mei 2003. Seperti biasa Sabiq selalu ijin dan memang sudah dimaklumi oleh profesor promotor penelitian Doktor dan juga teman-teman di labo (sebutan populer laboratorium dikalangan mahasiswa doktor), bahwa setiap hari Jum’at mulai pukul 11h00 Sabiq ijin sampai pukul 15h00 an. Sabiq memilih pulang langsung ke asrama cite universitaire (cite-u) setelah selesai jum’atan di masjid An Nour, jadi tidak balik lagi ke labo.
Semua teman labo sudah tahu bahwa Sabiq muslim, dan konsisten mempraktikkan islam. Tentu agama Islam bukan suatu yang aneh di telinga teman-teman labo, karena islam adalah agama kedua di Prancis dengan penganut sekitar 9% dari total penduduk, sekitar 5,5 jt penganut.
Meskipun terkadang, tidak semua muslim di Prancis benar-benar mempraktikkan islam. Teman Sabiq di labo juga ada yang muslim dan bahkan dari negara magreb (Afrika utara), namun terkadang mereka tidak mempraktikkan islam dengan benar. Bahkan jika ada acara kumpul-kumpul anggota labo di café, teman Sabiq tersebut juga ikut minum bir, sedangkan Sabiq memilih jus orange.
Cuaca siang itu lumayan panas, setiba di kamar asrama cite-u setelah jum’atan, Sabiq lari-lari bergegas keluar kamar lagi dan menuruni tangga dari lantai 4 asrama cite-u, dengan hati berdegup kencang, sambil selalu bergumam istighfar. Secarik surat dari kepolisian tergeletak di tempat tidurnya dan tertulis panggilan ke-3 yang bergaris bawah di bagian luar pojok kiri atas amplop, menandakan bahwa tulisan tersebut penting.
« Allohu akbar…. Astaghfirullah ya Alloh » teriak Sabiq secara reflek ketika tadi pertama melihat surat tersebut di tempat tidur, dengan kop surat dari bureau de police (kantor polisi).
Kamar asrama cite-u yang berukuran 2,5 x 3 meter yang selama ini dirasakannya sesak, semakin terasa menekan, karena kehadiran surat dari kepolisian tersebut. Suasana panas awal musim panas tahun itu, semakin mempercepat degup jantungnya, seakan berpisah lari turun duluan mendahului langkah kaki menuruni anak tangga asrama cite-u. Meski terengah-engah, Sabiq tidak merasa capek dan langsung menghampiri madame de ménage (penjaga cite-u).
« Bonjour madame, je suis Sabiq, comment en fait il y a une lettre sur mon lit ? (selamat siang Ibu, saya Sabiq, bagaimana ceritanya koq bisa ada surat langsung di atas kasur saya ?)» tanya Sabiq kepada Ibu penjaga.
Karena Sabiq sangat heran dengan surat yang bisa tiba-tiba berada di dalam kamarnya. Padahal tidak ada hak sedikipun dan bagi siapapun bisa diijinkan masuk ke kamar seseorang tanpa ijin.
Tanpa berbasa basi terima kasih, Sabiq berlari menghampiri kotak suratnya dan mendapatinya ada 2 surat telah menumpuk dengan warna dan bentuk sama, tertulis kop bureau de police. Sabiq lari menaiki tangga dan kembali menuju kamar asrama cite-u yang terasa semakin sesak dirasakannya.
Dengan tidak sabar, Sabiq membukanya satu per satu mulai dari surat pertama. Bahwa tertulis surat panggilan untuk menghadap Kapten Laurent di bureau de police de Caen. Sabiq baru benar-benar terbangun dari pikirannya yang kacau bahwa sejatinya sudah ada surat panggilan sejak dua minggu lalu untuk menghadap ke kantor polisi.
Karena memang Sabiq tidak pernah membuka kotak suratnya di cite-u tersebut. Semua kontak alamat Sabiq selama ini, termasuk surat dari bank semua dialamatkan ke labo. Tetapi memang benar, alamat resmi di kartu identitas Sabiq adalah di cite-u. Sehingga surat dari kantor polisi tersebut tertuju ke alamat Sabiq yang di cite-u.
Sabiq juga baru sadar, karena sudah ada dua kali surat panggilan dilayangkan oleh kepolisian kepadanya, sehingga polisi meminta bantuan penjaga cite-u untuk menaruh langsung surat panggilan ketiga di dalam kamar, agar benar-benar diterima Sabiq.
Sabiq menerawang jauh, keluar dari jendela kaca kamarnya. Sabiq mengamati daun-daun hijau pepohonan di halaman cite-u mulai menguning karena sengatan matahari yang mulai memanas. Seakan bernasib sama dengan Sabiq yang hatinya dilanda oleh rasa gelisah, khawatir, dan sedih. Suasana cite-u sudah mulai hening karena kebanyakan yang tinggal di cite-u adalah mahasiswa tingkat sarjana, dan bulan-bulan itu sudah tidak ada perkuliahan, sehingga kebanyakan mahasiswa sudah berangkat melakukan magang stage/PKL.
Keadaan itu semakin melengkapi suasana perasaan Sabiq, semakin merasa sendiri dan sepi sekali. Tidak ada keinginan lagi untuk makan siang, niatnya masak mie saat naik bis pulang dari masjid tadi, menjadi sirna. Cukup minum susu yang ada di kulkas kecil pojok kamarnya, sudah cukup.
Sabiq teringat saat membaca email dari teman-teman nya yang aktif di Komite Zakat menasehatinya agar lebih berhati-hati.
Komite Zakat adalah organisasi jaringan mahasiswa muslim Indonesia di luar negeri yang mengumpulkan zakat infaq shodaqoh dari mahasiswa atau orang Indonesia muslim yang ada di luar negeri. Anggota Komite Zakat banyak, dari berbagai negara, Australia, Singapura, Malaysia, Jerman, Belanda, Canada, New Zealand, Inggris, Jepang, Korea, dan di Amerika ada di beberapa kota. Masing-masing negara ada bendahara wilayah nya.
Sistemnya diatur berjenjang yaitu di tiap negara ada bendahara wilayah, kemudian ada bendahara pusat yang diamanahkan ke Sabiq. Semua dana dari penyumbang diserahkan ke bendahara wilayah, dan dari bendahara wilayah dikirim ke bendahara pusat. Dana terkumpul di bendahara pusat dikirim ke tanah air atau ke negara lain yang ada konflik atau bencana, sesuai hasil pembahasan di mailist.
Sabiq sadar betul bahwa surat yang sedang di tangannya itu, tentu akan menyita pikiran, waktu, tenaga, bahkan kegagalan studi doktor, dan bisa lebih dari itu. Teman-temannya di mailist Komite Zakat sudah mengingatkannya, pasca kejadian pengeboman WTC, isu terorisme menjadi kuat. Sangat mungkin semua aktivis akan dicek oleh polisi, apalagi Sabiq sebagai bendahara pusat, tempat menampung semua uang dana sosial kemanusiaan dari bendahara wilayah berbagai negara lain.
Menunggu hari Senin untuk datang ke kantor polisi terasa lama sekali bagi Sabiq. Frekuensi degup jantungnya terasa menurun, pertanda gundah, sedih, susah, takut, khawatir, dan tidak tenang, menyatu semuanya. Terasa berat sekali.
Sabiq sampai menerawang jauh ke suatu masa, enam tahun lalu saat berpamitan dengan temannya untuk berangkat ke Prancis.
« Sabiq, selamat ya …. Saya ikut senang, kamu bisa studi ke Prancis, tetapi pernahkah kamu berfikir kalau kamu nanti pulang kembali ke Indonesia tanpa ijazah, saya dapat info bahwa kuliah di Prancis banyak yang tidak lulus ».
Yah… ucapan itu benar-benar menghantui Sabiq pada akhir pekan itu saat menunggu hari Senin pukul 10h00 untuk datang ke kantor polisi menemui Kapten Laurent. Meski kota Caen – Normandie termasuk kota yang dekat dengan pantai, sehingga banyak berhembus angin, tetapi dua hari di akhir pekan itu terasa angin juga berakhir pekan, istirahat tidak berhembus. Sehingga menambah suasana sesak di kamar Sabiq yang sempit itu.
Hari Sabtu biasanya Sabiq manfaatkan untuk belanja atau main ke apartemen teman-teman masjid, semuanya jadi tidak bergairah untuk direncanakan. Atau hari minggu juga biasanya untuk berjalan-jalan ke pasar minggu (pasarnya orang magreb) yang berada di pinggir canal (sungai buatan yang terhubung ke laut) di kota Caen.
Apalagi ingat nasehat Mbak nya, saat dengar kalau Sabiq akan kuliah ke luar negeri.
« Sabiq… kita semua mendoakan mu, kamu yang sungguhan belajar dan hati-hati ya, manjat pohon kalau terlalu tinggi, jatuhnya juga akan lebih sakit ».
Satu per satu kalimat-kalimat nasehat dan pesan dari orang-orang yang dulu dipamiti saat akan berangkat ke Prancis, mulai diingat kembali oleh Sabiq. Harapan besar dan kebanggaan keluarga besar di kampung kepada Sabiq, menjadi beban tersendiri.
Memang manusiawi, meski Sabiq juga sudah berdo’a setiap saat terkait dengan itu agar tidak terjadi sebagaimana nasehat dari teman-temannya, tetapi tetap saja gelisah menghantui hati Sabiq.
Perlahan Sabiq tetap harus berpikir logis dan mencari solusi. Maka siang itu dengan langkah berat, Sabiq menuju halte dan mencari bus kota untuk kembali ke labo sekitar pukul 17h00 an. Tidak terasa Sabiq sudah berada di dalam bis dari kampus 1 menuju kampus 2, tempat labo risetnya Sabiq. Apalagi tadi pagi sempat membaca undangan makan malam bareng anggota labo, nanti sore di suatu restoran. Suasana labo sudah agak sepi karena para professor sudah pulang duluan dan tinggal beberapa teman doktor yang sama-sama lembur riset di labo.
Suasana terasa sepi, apalagi terngiang selalu di pikiran Sabiq tentang surat panggilan tersebut. Sabiq tidak menuju ruang kerja nya, tetapi menuju ruang komputer di labo itu. Sabiq membuka email dan mulai tangannya seperti dituntun otomatis untuk menulis email ke mailist dan cerita ke teman-temanya di Komite Zakat tentang surat tersebut.
« Tenang Sabiq, insyaa Alloh tidak terjadi apa-apa, kamu akan baik-baik saja… apalagi kamu khan PNS dan mendapat tugas resmi dari negara, beda dengan saya…. jadi jangan khawatir » teman Sabiq dari Canada meyakinkan.
« Justru karena saya PNS ini, yang membuat saya lebih bingung. Karena jika sampai saya tidak selesai studi doctor, tentu harus mengembalikan beasiswa. Belum lagi menjelaskan ke kampus dan lain-lain” jawab Sabiq.
Diskusi di mailist itu berhenti di situ dan selanjutnya membahas program penyaluran dana ke Indonesia.--ooOoo--