Mengawal Kepemimpinan Yes-Dirham (1)

 
Oleh: W. Masykar
"tidak mempraktikkan kepemimpinan inklusif. Hal ini bisa muncul dalam bentuk memberikan perlakuan istimewa kepada orang-orang yang mereka anggap sebagai “teman” atau pendukung mereka"
Kemenangan pasangan Yuhronur Efendi - Dirham Akbar Aksara atau populer disebut Yes Dirham pada kontestasi pilkada serentak di Lamongan sesungguhnya adalah kemenangan untuk warga masyarakat kabupaten Lamongan, dus Yes Dirham adalah Bupati dan Wakil Bupati kabupaten Lamongan. 

Dan oleh karena itu, baik paslon yang memenangkan kontestasi maupun paslon yang belum berhasil memenangkan kontestasi hendaknya secara legowo saling memahami dan menerima dengan bijak kenyataan yang ada.
Argumentasi - seperti yang beredar di medsos - paslon ini, kalah karena dicurangi, karena disabotase, karena ini, karena itu. Apapun argumentasi yang dibangun hanya akan memperkeruh suasana. Sebaliknya, paslon yang memenangkan kontestasi juga tidak sepatutnya harus euforia berlebihan bahkan bisa memancing suasana yang seharusnya kondusif menjadi gaduh. 

Apalagi, Yuhronur (sebagai incumbent) bekerja tidak menunggu pelantikan karena saat ini, masih aktif sebagai Bupati. Bahwa kita (masyarakat Lamongan) menaruh harapan besar kepada pasangan Yes Dirham untuk menata dan merubah kondisi kabupaten Lamongan menjadi lebih baik, mulai dari sektor infrastruktur sampai suprastruktur. Ekonomi, Pendidikan sampai pada peningkatan kualitas pelayanan yang menjadi lebih baik adalah harapan yang tidak bisa ditawar. Slogan Yes Dirham - "Menjaga Amanah, Menuntaskan yang Tertunda" - kelihatan sederhana tapi janji ini, agak cukup berat kalau tidak dikatakan sangat berat. Karena implementasi menjaga amanah saja tidak mudah, apalagi harus menuntaskan yang tertunda.

Nah, apa yang tertunda? Dengan hanya 3,5 tahun Yes Bro memimpin Lamongan, maka tidak sedikit program di periode pertama yang belum mampu diselesaikan. Waktu 3,5 tahun - apalagi dengan kondisi covid 19, di tahun tahun awal Yes Bro memimpin, sesungguhnya bukan hal yang mudah untuk melakukan banyak pembenahan dan mewujudkan janji dan program unggulan.
Pola Kepemimpinan
Maka, salah satunya, yang dipastikan akan dilakukan oleh pasangan Yes Dirham (ketika selesai di lantik) adalah merubah gaya dan pola kepemimpinan. Pak Yes (panggilan akrab Bupati Yuhronur Efendi) dipastikan akan belajar dari pengalaman di periode pertama.
"Pemimpin yang hebat bukanlah pemimpin yang sempurna, melainkan pemimpin yang mampu mengatasi kekurangan dan belajar dari setiap kesalahan." - Vince Lombardi
Misalnya, pola kepemimpinan toksik dipastikan akan dihindari oleh pasangan Yes Dirham, kepemimpinan toksik seperti pernah ditulis oleh Shonna Waters, PhD., antara lain, bahwa setiap orang memiliki ruang untuk belajar, namun para pemimpin toksik tidak mau mendengar kritik yang membangun. Dia sangat meyakini keputusan yang mereka pilih adalah yang terbaik. Maka, orang-orang yang memberikan kritik akan dianggap pengganggu. Dia bukannya berfokus pada isi kritik yang disampaikan yang menunjukan ada sesuatu hal yang harus diperbaiki, namun mereka berfokus pada siapa yang mengajukan kritik dan mengganggap mereka sebagai outsider.

Kemudian menempatkan kepentingan pada hierarki, yakni ingin mempertahankan kekuasaan sehingga sangat menghargai hierarki ini. Sekaligus akan memastikan itu tetap di tempatnya. Dia akan menghentikan inisiatif yang memungkinkan orang-orang di tim mereka menjadi lebih mandiri dan membuat keputusan sendiri. 

Para pemimpin toksik sangat percaya bahwa mereka tim yang dibentuk akan selalu benar, meskipun pada kenyataannya yang terjadi malah sebaliknya. Mereka cenderung membuat keputusan yang buruk dan akan berjuang untuk mempertahankannya. Mereka juga akan merendahkan orang lain dan meninggikan diri mereka sendiri. Mereka cenderung tidak menyadari ketidak kompetenan mereka, jika dihubungkan dengan Kurva Dunning Kruger Effect, mereka berada pada Peak of Mount Stupid. (terjadi ketika kurangnya pengetahuan dan keterampilan seseorang di bidang tertentu menyebabkan mereka melebih-lebihkan kompetensi mereka sendiri). 

Pemimpin toksik sering kali memiliki bias tersendiri terhadap orang-orang di timnya, baik positif maupun negatif. Mereka tidak mempraktikkan kepemimpinan inklusif. Hal ini bisa muncul dalam bentuk memberikan perlakuan istimewa kepada orang-orang yang mereka anggap sebagai “teman” atau pendukung mereka. 

Sebaliknya, mereka akan memberikan perlakuan tidak enak pada orang-orang yang mereka anggap “tidak seperahu dengan mereka”. Kebijakan yang ada di organisasi tidak berlaku, yang ada adalah kebijakan yang sesuai dengan keinginan pemimpin toksik tersebut. Suatu kebijakan dapat berlaku untuk si A, namun bisa tidak berlaku untuk si B, tergantung like and dislike pemimpin toksik tersebut. (Bersambung)


1 Komentar

  1. Wow... Mantap Cak..👍
    Ibarat semilir angin Laut Pantura yg menyejukkan..
    membawa kebaikan.
    Ada ungkapan bijak..seperti"
    Disaat Menempatkan sesuatu, tempatkanlah pada tempatnya "
    Kelihatannya mudah, enteng, tapi apa benar itu mudah... dilakukan!? Bukankah itu subyektif, ... Semoga Dengan kebijaksanaan dan keyakinan menjadi pas dan tepat jawabannya. Aamiin.,😊

    BalasHapus
Lebih baru Lebih lama