"Anugerah Terindah" (9)


Novel Karya : YM. Sjahrir Tamsi, 
Tomakaka Adaq Jambu Cappa Bate Dara' Kerajaan Binuang Mandar (Ketua Adat/Kepala Distrik Jambu, Cappa Bate Dara' Kerajaan Binuang Mandar).

Editor : W. Masykar. 
Seri 16. YM. Pangeran Arya Dirgantara Beranjak Remaja.
Waktu berlalu dengan cepat, dan kini YM. Pangeran Arya Dirgantara mulai beranjak remaja. Tubuhnya tumbuh tinggi dengan postur yang gagah, wajahnya semakin menampakkan pesona seorang pemimpin, dan kecerdasannya kian memukau semua orang di Istana Kerajaan. Sebagai calon penerus Takhta Kerajaan, dia tidak hanya diasah dalam lembaga pendidikan formal dan agama, akan tetapi juga ditempa dengan berbagai keterampilan atau manajemen kepemimpinan.

Pendidikan Karakter dan Kepemimpinan
Seiring bertambahnya usia, Raja PYM. Sjamsi dan Permaisuri YM. Mirah semakin serius mempersiapkan Putranya, YM. Pangeran Arya Dirgantara jelang masa depannya. Mereka memanggil para Penasihat Istana dan Tokoh-Tokoh Kerajaan untuk memberikan Pelatihan khusus kepada YM. Pangeran Arya Dirgantara.

Salah satu pelajaran yang diberikan adalah Teknik Berpidato. Dalam suatu latihan, seorang Penasihat Kerajaan yang berwibawa dan disegani, YM. Ikhtiarsi meminta YM. Pangeran Arya Dirgantara untuk berpidato di hadapan para Petinggi Istana. Dengan suara yang tegas, lantang dan penuh percaya diri, YM. Pangeran Arya Dirgantara berpidato dengan singkat dan padat : "Seorang pemimpin harus mendengarkan, belajar, dan bertindak dengan bijaksana. Aku berjanji untuk menjadi pemimpin dan melayani rakyat dengan sepenuh Hati."

Pidato itu sangat inspiratif dan membuat semua orang terkesan kagum. Raja PYM. Sjamsi tersenyum bangga, "Engkau sudah menunjukkan bakat kepemimpinan, Ananda. Tapi ingat, jalanmu masih panjang, dan Ananda harus terus belajar dengan tekun"

Persahabatan dan Tantangan Remaja
Sebagai seorang remaja, YM. Pangeran Arya Dirgantara tidak hanya disibukkan dengan pelajaran tentang Istana. Ia juga membentuk persahabatan dengan anak-anak sebaya dari kerabat dalam dan luar Istana. Atas izin orang tuanya, ia sering bermain di luar Istana untuk memahami kehidupan rakyatnya secara langsung.
Namun, tidak semua perjalanannya mudah. Suatu hari, saat sedang bermain di desa, ia bertemu dengan dua orang pemuda bernama Arwinas dan Ali Haedar. Mereka meragukan kemampuannya sebagai calon Raja. "Pangeran Arya Dirgantara hanya tahu kehidupan Istana, ucap Arwinas. Bagaimana Pangeran Arya bisa memahami penderitaan kami?" tantang Arwinas, Ali Haedar pun menyimak terlihat senyum tersipu-sipu di sampingnya .

YM. Pangeran Arya Dirgantara tidak tersinggung. Dengan tenang ia menjawab, "Aku di sini untuk belajar dan mendengar. Jikalau kamu punya saran untukku sebagai calon pemimpin, aku akan mendengarnya dengan hati terbuka."

Jawaban itu membuat Arwinas dan Ali Haedar nampak diam dan mulai kagum bahkan menghormati dengan sedikit menundukkan kepala dan menjabat tangan dengan tangan kanan YM. Pangeran Arya Dirgantara. Sejak saat itu, Arwinas dan Ali Haedar menjadi sahabat setianya dan sering memberikan pandangan dari perspektif rakyat pada umumnya.

Pelatihan Fisik dan Bela Diri
Selain pendidikan karakter, YM. Pangeran Arya Dirgantara juga dilatih dalam seni bela diri dan strategi perang. Di bawah Bimbingan dan Praktik langsung dari Panglima Kerajaan (Punggawa atau Pangngulu Musuh) YM. Rustamsi, ia belajar memanah, berkuda, dan memainkan pedang.

"Seorang pemimpin harus kuat, tidak hanya secara pikiran, akan tetapi juga tubuh," kata Panglima, YM. Rustamsi dalam sebuah latihan.

YM. Pangeran Arya Dirgantara menunjukkan bakat luar biasa dalam berkuda dan memanah. Dalam sebuah kompetisi kecil di Istana, ia berhasil mengalahkan beberapa prajurit senior, yang membuatnya mendapat tepuk tangan meriah dari seluruh Keluarga Besar Kerajaan.

Perubahan Emosional dan Nilai Keluarga
Masa remaja juga membawa perubahan emosional bagi YM. Pangeran Arya Dirgantara. Ia mulai menunjukkan ketertarikan pada nilai-nilai keluarga yang diajarkan oleh orang tuanya. Suatu malam, dalam percakapan santai, ia bertanya kepada Raja PYM. Sjamsi, "Ayahanda : Apa yang membuat Ayah menjadi pemimpin yang Baik dan Dikagumi?"

PYM. Sjamsi menjawab sambil tersenyum, "Dua hal, Ananda : Cinta kepada rakyat dengan setulus hati dan Keteguhan dalam Prinsip. Jika Ananda memimpin dengan Cinta dan Hati yang tulus, maka niscaya Ananda akan dicintai. Jikalau teguh pada Prinsip, Ananda tentu akan  dihormati."

Permaisuri YM. Mirah menambahkan : "Dan jangan lupa untuk selalu Rendah Hati. Kekuasaan tanpa Kerendahan Hati adalah awal kehancuran."

Nasihat itu melekat di Hati YM. Pangeran Arya Dirgantara dan menjadi panduan dalam setiap tindakannya.Menginspirasi Rakyat
Ketika YM. Pangeran Arya Dirgantara menginjak usia tujuh belas tahun, ia mulai aktif dalam acara-acara Kerajaan. Salah satunya adalah menghadiri pertemuan dengan para Tomakaka/Kepala Distrik, Pemangku Adat (Dewan Adat atau Perangkat Adat) Dalam pertemuan itu, seorang Pemangku Adat berkata, "Kami melihat harapan Besar di matamu, YM. Pangeran Arya Dirgantara. Kami percaya Ananda Yang Mulia akan menjadi pemimpin yang membawa kejayaan bagi Kerajaan ini."
YM. Pangeran Arya Dirgantara menjawab dengan penuh rasa hormat, "In Sha Allah, Aku tidak akan mengecewakan harapanta (ta artinya Kita) semua para Yang Mulia. Aku berjanji untuk belajar dan bekerja keras demi kesejahteraan semua."
Jawaban itu membuat rakyat semakin mencintainya, dan ia mulai dianggap sebagai simbol harapan masa depan.
Seri ini menampilkan perjalanan YM. Pangeran YM. Arya Dirgantara sebagai remaja yang mulai memahami tanggung jawabnya sebagai calon pemegang Tahta Mahkota Raja. Dengan Bimbingan dan Konseling dari Orang Tua, Guru, dan para Sahabatnya, ia tumbuh menjadi pemuda yang cerdas, bijaksana, dan penuh empati. Perjalanan ini baru permulaan dari kisah seorang pemimpin Besar yang akan membawa perubahan bagi Kerajaannya. (Bersambung)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama