
Karya : Bayu W.
"Kemah atau Ikut UN"
Bagian 2 (episode 5)
Editor : W. Masykar
Seminggu setelah masuk sekolah awal tahun di kelas VI, Sabiq dan anggota regu pramukanya dipanggil untuk menghadap Pak Adi. Sabiq bukan ketua regu pramuka, tetapi karena dia kebetulan lewat dekat ruang guru maka dipanggil untuk ngasih tahu teman-temannya kumpul di ruang perpustakaan.
Kenaikan kelas kemarin, dari kelas V ke kelas VI, seperti biasa Sabiq bukanlah yang rangking 1, tetapi hanya rangking 3. Selama sekolah, memang Sabiq belum pernah rangking 1, hanya rangking 3 terkadang rangking 2.
Setelah semua kumpul, maka Pak Adi mulai menyampaikan maksudnya.
“Alhamdulillaah …. wah asyik kita akan kemah”, bisik anak-anak.
“Waktunya masih tiga bulan lagi, jadi kalian masih bisa tetap berlatih," tambah Pak Adi.
“Nanti kalian akan dibimbing oleh Pak Warsan,” tutup Pak Adi.
Regu Sabiq terdiri dari 10 murid putra dengan ketua regunya Syamsul. Mayoritas dari anggota regu pramuka tersebut adalah murid-murid yang pintar-pintar di sekolah Sabiq. Kebetulan pula, 7 murid dari 10 anggota regu tersebut adalah murid yang sekolah dobel, pagi di SD dan siang di Madrasah, termasuk Sabiq.
Teman Sabiq di madrasah kelas VI, satu kelas hanya 15 murid, 9 putra dan 6 putri. Ke-15 anak yang sekolah dobel itu, sebagian besar merekalah yang menjadi rengking 1 sampai 20 an di SD. Jadi rengking 1 – 20 an dari 90 murid kelas VI A dan B di SD, diduduki anak-anak yang sekolah dobel, SD dan Madrasah. Bahkan di kelas-kelas sebelumnya juga mereka yang menduduki rengking.Setelah diumumkan oleh Pak Adi saat itu, regu kemah itu, semakin rajin berlatih pramuka dan dibimbing oleh Pak Warsan. Latihan terdiri dari kecepatan mendirikan tenda, tali temali, tali simpul, kekompakan regu dan lain-lain. Tanggal perlombaan persami belum diumumkan.
Bagi Sabiq dan teman-temannya, tentu kemah tingkat kecamatan adalah kebanggaan yang luar biasa, karena selama ini hanya kemah antar SD di satu desa. Itupun sudah banyak karena, SD negeri di desa Sabiq berjumlah 6 SD, dan madrasah ada sekitar 4 madrasah. Jadi saat ada kemah SD satu desa, sudah ada sekitar 20 – 30 tenda lebih, karena tiap SD biasanya mengirimkan 2 – 3 regu. Biasanya diadakan di lapangan sepak bola dekat balai desa.
Teman-teman madrasah Sabiq yang berjumlah 15 anak tersebut sangat kompak. Meski terkadang juga saling mengejek, siram-siraman air saat wudhu.
Pernah suatu sore murid putra semua dihukum oleh Pak Hadi, guru Tilawah. Gara-garanya saat wudhu, anak-anak perempuan sedang wudhu, disiram air oleh salah satu murid putra dari atas. Sehingga bajunya basah dan mengadu ke Pak hadi. Tempat wudhu di masjid antara yang perempuan dan laki-laki dibatasi dinding setinggi 2 meteran, sehingga bisa dipanjat. Karena tidak ada yang mengaku, maka semua murid putra dihukum untuk ngepel masjid sampai selesai. Sore itu, Sabiq dan teman-temannya pulang persis menjelang adzan magrib.Tidak terasa sudah hampir 3 bulan pembelajaran berjalan. Sore itu, murid madrasah mendapat edaran jadwal ujian persamaan akhir tahun yang harus dilakukan di madrasah negeri, jauh sekitar 5 km. Madrasah tempat Sabiq belajar adalah madrasah swasta filial, cabang dari madrasah negeri, maka semua ujian diadakan di madrasah negeri.
Anak-anak juga senang karena dengan ikut ujian itu, nantinya akan mendapat ijazah resmi dari kementerian agama. Ujian akan berlangsung 3 hari, mulai hari Kamis sampai hari Sabtu.
Selang dua hari dari informasi jadwal ujian madrasah tersebut, jadwal kegiatan kemah Persami juga keluar. Waktunya bersamaan pada minggu yang sama. Kemah mulai hari Kamis siang berangkat ke kecamatan dan selesai hari minggu.
“Saya mendapat informasi bahwa kalian tidak bisa berangkat kemah karena ada ujian di madrasah? Benar Sabiq?” tanya Pak Adi.
“Mohon maaf, benar Pak Adi” jawab Sabiq pelan sambil takut.
Semua anak-anak di ruangan itu menunduk.
« Padahal kalian sudah berlatih pramuka sejak lama dan kita sudah terpilih mewakili SD di desa kita ini” kata Pak Adi dengan agak kesal.
“Sudah begini saja, kalian lebih mementingkan madrasah atau sekolah kita” gertak Pak Adi.
Anak-anak hanya bisa diam. Sehingga siang itu, tidak ada keputusan apa-apa.
Sore hari, ketika masuk madrasah, Syamsul menghadap kepala madrasah, Pak Salamun, dan menjelaskan semuanya.
Kepala madrasah,
“Ya, terserah kalian, mau pilih yang mana, kalau tidak ikut ujian ya nantinya tidak dapat ijazah” jawab Pak Salamun.
“Pak, ijazah madrasah kita nantinya diakui resmi apa tidak, bisa untuk mendaftar di SMP apa tidak?” tanya Sabiq.
“Ya resmi dan diakui, khan kita filial dengan madrasah negeri,” jawab Pak Salamun.
Maka sore itu, anak-anak diskusi. Akhirnya memutuskan untuk memilih ikut ujian madrasah.
Keesokan harinya, ketika masuk SD, Syamsul dan Sabiq menghadap kepada Pak Adi. “Assalaamu’alaikum, mohon maaf ijin Pak,” kata Syamsul.
“Wa’alaikum salam, ayo silahkan masuk,” kata Pak Adi.
“Begini Pak, setelah kami diskusi, kami mohon maaf bahwa kami memutuskan untuk memilih ikut ujian madrasah Pak,” kata Syamsul.
“Wah…. mengapa jadi begini, harusnya dulu kalian semua tidak kita tunjuk sebagai tim pramuka sekolah,” kata Pak Adi.
Pembicaraan berhenti di situ, Sabiq dan Syamsul akhirnya pamit meninggalkan ruang Pak Adi. Sore hari nya, tanpa sepengetahuan anak-anak, ternyata Pak Adi menemui Pak Salamun dan membicarakan tentang masalah tersebut.
Pak Salamun sepenuhnya menyerahkan kepada anak-anak dan orang tua dari murid tersebut. Akhirnya Pak Adi tidak bisa berbuat apa-apa. Keputusan akhirnya adalah SD Sumberkepuh III tidak mengirimkan tim regu kemah putra. Pak Adi juga menyadari berkat anak-anak yang sekolah dobel itu pula, SD sering mendapatkan juara cerdas cermat, karena yang mewakili adalah mereka juga.
Pagi itu, hari Senin, seperti biasa anak-anak bersiap-siap upacara bendera. Kebanggaan paling diharapkan anak-anak, sebagai petugas pengibar bendera. Lagi-lagi karena posturnya kecil Sabiq tidak pernah jadi petugas itu. Saat Sabiq lari-lari akan menuju barisan kelas VI, Bu Susi memanggilnya."Sabiq, ke sini dulu kamu," Bu Susi memanggil Sabiq.
"Sabiq, selamat ya …..!?," kata Bu Susi sambil menyalami dan mendekap Sabiq.
"Ada apa Bu?," tanya Sabiq, benar-benar tidak faham.
"Itu, lomba mengarang, alhamdulillah kamu dapat juara harapan ke-1 tingkat kabupaten," kata Bu Susi.
Sabiq benar-benar lupa, karena lomba mengarang itu dilakukan saat Sabiq duduk di kelas V, jadi tidak menyangka kalau ternyata masih berproses dan hasilnya 6 bulan kemudian, yaitu saat Sabiq duduk di kelas VI.
"O ya Bu ?," jawab Sabiq sambil kurang percaya.
“Nanti kamu siap-siap ya, sehabis upacara kamu akan dipanggil untuk maju ke depan oleh Pak Adi,” kata Bu Susi.
“Sudah, sana kamu menuju barisan kamu," perintah Bu Susi.
“Baik Bu, terima kasih,” kata Sabiq.
Benar. Sehabis upacara, anak-anak tidak boleh bubar barisan dan Pak Adi memanggil Sabiq untuk maju ke depan dan diumumkan ke semua siswa bahwa Sabiq mendapat juara harapan 1 tingkat kabupaten, lomba mengarang, artinya Sabiq masuk empat terbaik.
"Kami semua bangga dengan kamu, Sabiq," kata Pak Adi mengakhiri pengumumannya dan menyalami Sabiq, dan selanjutnya guru-guru yang lain juga ikut menyalami.
Pagi itu benar-benar Sabiq seperti mendapat anugrah yang luar biasa, Sabiq benar-benar menjadi kebanggaan sekolah. Pak Adi yang sebelumnya sempat kecewa karena tidak jadi mengirimkan regu kemah putra, jadi terhibur karena sekolah mendapat juara mengarang.
Siang itu, sambil jalan pulang sekolah, Sabiq sudah menghayalkan bermain sepak bola bersama teman-temannya dengan memaki sepatu dan naik sepeda mini. Selama ini jika main sepak bola, Sabiq tidak pakai sepatu. Sabiq sudah menghayal menerima hadiah lomba mengarang dengan piala besar dan uang banyak, maka dengan uang itu Sabiq akan membeli sepatu dan sepada mini. (*)