Kapten Laurent dan Sabiq (bagian 2 episode 6)

 "Kapten Laurent dan Sabiq"
"Drumband SMP"
Bagian 2 (episode 6)
Editor : W. Masykar
Karya : Bayu W.
"Kapten Laurent dan Sabiq"
“Sabiq, kamu mau melanjutkan ke SMP atau ke Tsanawiyah?,” tanya Pak Kholil.
Pak Kholil adalah tetangga rumah Sabiq, Bapak nya Binti, teman madrasah Sabiq.
“Ke tsanawiyah saja, sama dengan Binti,” tambahnya sebelum Sabiq menjawab.
“Belum tahu Pak Lek,” jawab Sabiq.
“Nanti terserah kakak-kakak saja,” tambah Sabiq.
Saat itu, Sabiq baru saja selesai ujian akhir SD dan berjalan lewat depan rumah Pak Kholil. 

Maka, sore itu Sabiq ditanya kakak-kakaknya. 

“Mau lanjut sekolah ke mana Sabiq?," tanya kakaknya.

Kakak Sabiq saat itu duduk di kelas I SMP di SMP Warujayeng, merupakan SMP negeri tua dan menjadi salah satu sekolah unggulan di Kabupaten Nganjuk.

“Mungkin mau mondok saja,” jawab Sabiq singkat.

"Nggak bakalan diizinin kalau kamu mau mondok oleh Bapak," tegas kakaknya. 

"Kita nggak punya biaya untuk mondok," tambah kakak Sabiq.

"Lha terus bagaimana ?," jawab Sabiq.

“Kalau kamu nanti ketrima di SMP Warujayeng, jelas kamu nanti akan bebas SPP, karena kita dua orang kakak beradik di sana,” tambah kakak Sabiq.

Benar! Dua minggu kemudian setelah pembicaraan itu. Pendaftaran sekolah lanjutan dibuka. Sabiq ingin daftar ke pondok pesantren.

"Sabiq kamu ikut test ke SMP saja, agar nanti SPP tidak bayar karena sudah ada kakak mu di sana," kata Pak Joyo.

"Lho, Sabiq ingin ke pondok,” kata Sabiq.

“Ya, kalau begitu tanya dulu, ada biayanya atau tidak, jika ada ya kita tidak sanggup,” kata Pak Joyo.

Besoknya Sabiq menemui teman madrasahnya, Syamsul. Ternyata di pondok masih ada biaya tiap bulan untuk membantu kebersihan pondok dan biaya beli beras. Akhirnya Sabiq test daftar SMP. Alhamdulillaah diterima. Mulailah Sabiq belajar di SMP Warujayeng. Jarak kampung tempat tinggal Sabiq ke SMP sejauh 7 km.

Sabiq diterima di kelas I-F, satu bangku berdua dengan Wanto. Jumlah siswa dalam satu kelas 40 anak, dengan parallel kelas I-A sampai kelas I-L. Jadi jumlah siswa kelas I sekitar 480 an anak. Sabiq bersepeda setiap hari ke sekolah.Suatu pagi, saat tiba di sekolah dan menaruh sepeda di tempat parkir, Sabiq melihat seorang teman kelas sebelah, kelas I-G. Sabiq belum tahu namanya, tetapi Sabiq ingat betul bahwa anak tersebut adalah yang sama-sama bertemu saat pembagian hadiah juara mengarang saat kelas VI SD dulu.

Ya, namanya Syaefudin. Maka tanpa ragu, sambil menuju kelas, karena kelasnya berdampingan maka Sabiq menyapanya.

“assalaamu’alaikum, maaf sepertinya saya pernah ketemu kamu,” kata Sabiq.

“waalaikum salam, o iya … kapan ya?,” jawab Syaefudin.

“benar ya, kamu dulu yang juara dua saat lomba mengarang saat kelas VI SD? Kita ketemu saat sama-sama pembagian hadiah,” kata Sabiq.

“O iya, saya ingat …. Kamu yang di sebelah saya, karena saat itu yang juara tiga, perempuan telat naik panggung ya,”  Syaefudin menjelaskan lebih detail sambil mengingat-ingat saat itu.

“iya, betul. Saya Sabiq, di kelas I-F, kamu di kelas mana?,” tanya Sabiq sambil mengulurkan tangannya.

“saya, Syaefudin, di kelas I-G,” jawab Syaefudin.

Tidak terasa mereka berdua sudah sampai di depan kelas I-G, maka mereka berpisah. Sabiq melangkah lebih jauh sedikit dan masuk di kelas I-F.

Sabiq tidak konsentrasi mengikuti pelajaran Sejarah yang diajar oleh Pak Hendro, wali kelas I-F, pagi itu. Ingatan Sabiq menerawang jauh ke belakang sekitar 1 tahun lalu.

Saat itu Sabiq sangat senang ketika dipanggil ke depan oleh Pak Adi, dan diumumkan juara mengarang di depan semua siswa SD. Sabiq sangat berharap mendapat hadiah uang banyak hadiah lomba mengarang agar dapat membeli sepeda mini.

Seminggu kemudian Sabiq ditemani Bu Susi datang ke kabupaten memenuhi undangan kepala dinas Pendidikan. Untuk pertama kalinya Sabiq ke kota Nganjuk. Gedung yang megah untuk ukuran Sabiq, anak kampung. Benar-benar membuat kagum. Sabiq baru agak sadar saat tertinggal beberapa Langkah dari Bu Susi yang memanggilnya.

“Sabiq, ayo jalan agak cepat. Kita laporan dulu ke panitia," panggil Bu Susi.

Saat itu Sabiq berjalan pelan sambil melihat kemegahan gedung itu. Yang hadir banyak sekali, sepertinya para kepala sekolah se Kabupaten, pikir Sabiq. Karena acara itu bersamaan dengan kegiatan upacara hari guru tingkat kabupaten.

“Iya Bu!,” jawab Sabiq sambil jalan cepat mengejar Bu Susi. 

Saat itu Sabiq benar-benar menjadi murid kesayangan Bu Susi. Sabiq dan Bu Susi duduk di depan di kursi yang sudah disiapkan, ada namanya. Sabiq mengenakan baju seragam batik, yang sebelumnya dikirimkan ke sekolah oleh panitia lomba. 

Para juara maju ke depan dan berdiri di atas panggung. Sabiq sempat bergetar grogi saat dipanggil maju ke panggung, hampir terpeleset saat menaiki tangga sekitar 1 meter.  Saat itulah Sabiq berdiri berjajar dengan Syaefudin yang juara ke-2, sekarang menjadi temannya di SMP. 

Ketika pembagian hadiah sebagai juara harapan ke-1, ternyata para pemenang hanya menerima piagam, buku bacaan, dan satu kotak buku tulis lengkap dengan pensil. Serta, para siswa juara mengarang dinobatkan sebagai duta anak menulis tingkat kabupaten. Itu saja.

Hilang sudah harapan Sabiq untuk bisa membeli sepatu dan sepeda mini seperti teman-temannya yang lain. Akhirnya sekarang, untuk ke sekolah SMP, Sabiq menggunakan sepeda besar, dan kakinya tidak nyampe ke tanah, karena posturnya yang kecil.

Sabiq baru menyadari lamunannya, ketika Pak Hendro berteriak sambil melempar potongan kecil kapur ke salah satu temannya yang ramai ngobrol sendiri di belakang.

Pembelajaran terasa cepat, tidak terasa semester pertama selesai. Saatnya pembagian raport. Siang itu, Sabiq merasa galau karena Pak Hendro wali kelas saat pembagian raport sengaja akan memanggil maju ke depan yang mendapat rengking di kelas. Dan hanya diumumkan 4 urutan terbaik saja. Sabiq kaget, karena dipanggil pertama, ternyata Sabiq mendapat rengking 4 di kelas, dengan rata-rata nilai 7,77. Sabiq mengira bahwa dirinya yang rengking 1, rupanya yang dipanggil duluan maju adalah yang rengking 4, baru rengkin ke 3, 2, dan terakhir rengking 1. Syukurlah, yang penting masuk dalam kelompok yang terpanggil maju ke depan, pikir Sabiq.

Suatu pagi, sebualn memasuki awal semester ke-2 kelas I, ada pengumuman melalui para ketua kelas bahwa siswa yang memiliki rata-rata raport 7 ke atas, agar kumpul di lapangan basket, belakang gedung. 

“Sabiq, ayo ke belakang?,” kata Wanto teman Sabiq satu bangku. 

Karena rata-rata nilai raport Wanto juga di atas 7,0. 

“Sebentar, saya ambil topi dulu,” jawab Sabiq.

Di lapangan basket sudah banyak berkumpul para siswa yang memiliki rata-rata raport di atas 7,0. Sabiq sebenarnya sudah menduga bahwa akan ada pemilihan pemain grup drumband SMP sebanyak 75 an anak. Sabiq sangat ingin menjadi anggota grup drumband, karena menjadi kebanggan.

Tampak Pak Andi, guru olah raga dan juga pelatih drumband memegang speaker dan meminta para siswa untuk segera berbaris. 

“Ayo anak-anak segera membentuk barisan, yang perempuan di sebelah kiri dan yang laki-laki sebelah kanan. Diberi jarak 3 langkah antara barisan laki-laki dan perempuan,” perintah Pak Andi dengan suara keras.

Para siswa mulai membentuk barisan.

“Memanjang ke belakang dengan 4 banjar, ayo cepat, tidak harus berdekatan yang satu kelas, bebas saja,” kata Pak Andi.

“O iya, barisan mulai dari yang tinggi di depan dan ke belakang semakin kecil," tegas Pak Andi.

Jumlah siswa yang kumpul di lapangan sekitar 200 an siswa, banyak sekali. Jumlah anggota grup drumband hanya 75 siswa. Ternyata Pak Andi dan Bu Kesi yang saat itu bersama para siswa, dengan mudah memotong barisan dari depan sejumlah sama antara perempuan dan laki-laki, sebanyak 75 murid. Setelah dipilih, maka yang barisan depan diminta maju 3 langkah ke depan.

Selanjutnya, barisan yang belakang, diminta kembali ke kelas. Selesai sudah pemilihan anggota grup drumband sekolah. Sabiq dan Wanto yang sama-sama baris di urutan kedua dari belakang terpaksa jalan lemas kembali ke kelas, tidak terpilih. Sedih.

Setelah kegiatan itu masuk kelas lagi, kebetulan pelajarannya Pak Pingi, Biologi. Guru yang disenangi Sabiq. Sebelum mengakhiri pelajaran, seperti biasa Pak Pingi memberi nasehat kepada murid-murid.

“Anak-anak, saya mau kasih nasehat, agar anak-anak tidak pusing dalam mengejar cita-cita,” kata Pak Pingi mengawali nasehatnya.

“Saya, tidak pernah berharap agar anak-anak itu menjadi yang terpandai atau terbaik, tidak perlu”. “yang penting anak-anak cukup menjadi bagian dari yang terseleksi, begitu saja,” kata Pak Pingi. 

Pak Pingi kemudian menjelaskan dalam Bahasa Jawa dengan istilah yaitu “katutan” artinya selalu ikut terseleksi atau terpilih dalam hal kebaikan.

“Jadi, misalnya jika ada seleksi dipilih 10 siswa yang terbaik”, “anak-anak nggak usah sedih, yang penting masuk terpilih meskipun urutan yang ke-10,” kata Pak Pingi.

Murid-murid di kelas Sabiq, semua diam mendengarkan nasehat Pak Pingi tersebut. Sabiq melamun, ingat bahwa minggu lalu sudah tidak masuk terseleksi dalam grup anggota drumband SMP.

“Kalau dipilih 5 yang terbaik, tidak harus nomor 1, yang ke-5 juga tidak apa-apa, yang penting katut (ikut),” lanjut pak Pingi.

Sampai akhirnya Pak Pingi mencontohkan hal seperti itu juga dinasehatkan kepada anak-anak nya di rumah. Kebetulan anak Pak Pingi ada yang satu kelas dengan Sabiq, namannya Neni. Maka Sabiq sudah menduga, lanjutan nasehat Pak Pingi, kalau dipilih 3 yang terbaik…. Nggak apa-apa menjadi urutan yang ke-3, yang penting katut, dan seterusnya. Padahal, anak Pak Pingi, si Neni rengking 1 di kelas dan rengking 3 di sekolahan, seluruh kelas I.

Namun, nasehat Pak Pingi tersebut benar-benar selalu terngiang di pikiran Sabiq. Sabiq ingat ketika, di SD, belum pernah juara 1 di kelas … selalu rengking 3 atau 4, yang terbaik Sabiq pernah rengking 2. Sabiq belum pernah rengkin 1, tetapi yang jelas Sabiq termasuk yang selalu disebut namanya sebagai juara, ketika pembagian raport. 

Sabiq juga ingat, ketika lomba mengarang, juara harapan ke-1 atau juara ke empat dan tidak ada juara ke-5. Hampir saja, tidak terpanggil ke kabupaten. Terakhir juga demikian, saat bulan lalu pembagian raport semester 1, Sabiq juga kepanggil oleh Pak Hendro untuk maju ke depan sebagai rengking 4 di kelas.

Namun, Sabiq tidak katut, ketika pemilihan anggota tim drumband karena memang posturnya yang kecil.Seperti biasa, Sabiq pulang sekolah selalu penuh aktivitas membantu pekerjaan rumah. Pak Joyo juga senang ketika mendengar bahwa Sabiq tidak terseleksi sebagai anggota drumband karena teman Sabiq, tetangga rumah yang ikut terpilih, tiap minggu latihan drumband di sekolah. Tentu pak Joyo, bapak nya Sabiq akan marah jika tiap hari Sabiq ke sekolah, akhirnya tidak ada yang membantu pekerjaan rumah.

Memasuki tengah semester kedua, ada pengumuman lagi bahwa siswa yang memiliki rerata nilai raport di atas 7,75 agar kumpul di ruang rapat sekolah. Kali ini jumlah muridnya tidak banyak, sekitar 45 anak. Karena tiap kelas hanya sekitar 3 – 4 anak. Di kelas Sabiq ada 4 anak, termasuk Sabiq urutan yang ke 4. Dan nilai Sabiq sangat dekat dengan syarat itu. 

Saat itu pertemuan dipimpin oleh Pak Darmo, wakil kepala sekolah bidang kesiswaan. Sabiq belum tahu, akan ada kegiatan apa. Rupanya semua anak yang di ruang itu akan dilantik sebagai pengurus Osis. Alhamdulillaah, akhirnya Sabiq masuk anggota pengurus Osis, meski Sabiq termasuk urutan yang di bawah. Pengurus Osis memiliki kedudukan lebih bergengsi dibandingkan dengan anggota tim drumband. Akhirnya Sabiq menjadi salah satu pengurus Osis, meskipun kalah ketika bersaing untuk mewakili sekolah dalam kontingen kemah remaja tingkat nasional di Cibubur.

Selama menempuh pendidikan di SMP, Sabiq belum pernah menduduki rengking 1, prestasi terbaik Sabiq adalah rengking 2 di kelas III. Alhamdulillaah saat pembagian raport, nama Sabiq selalu tersebut sebagai rengking kelas, meski rengking 3. Persis seperti nasehat Pak Pingi.(*)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama