"Ingin Pulang"
Bagian 3 (episode 11)
Editor : W. Masykar
"Kapten Laurent dan Sabiq"
"Bonjour", (selamat siang) kata Sabiq.
"Bonjour, asseyez-vous", (selamat siang, silahkan duduk) kata Prof Debloyet.
Sabiq datang ke ruang direktur ditemani Stéphane, pembimbing riset master Sabiq. Sebelumnya sabiq bilang ke Stéphane bahwa selesai master akan kembali ke Indonesia karena tidak ada beasiswa lagi.
“Stéphane m’a dit que vous allez retourner en Indonésie après votre master ?", (Stéphane bilang ke saya bahwa kamu akan kembali ke Indonesia setelah program master?) kata Prof Debloyet.
“Oui, parce que je n’ai plus de bourse d’étude et aussi mon université m’a demandé de retourner", (iya, karena saya tidak lagi punya beasiswa studi dan juga kampus saya meminta saya untuk kembali) jawab Sabiq.
Diskusi siang itu menjadi momentum penting karena memang sebelumnya Sabiq telah menerima 4 surat diterima (acceptance lettre) sebagai calon doktor dari beberapa universitas berbeda, pertama dari Canada, kedua dari Jerman, dan dua kampus dari Australia. Kesemuanya ada peluang mendapatkan beasiswa doktor. Pada bulan-bulan terakhir tahun kedua program master dan setelah nilai ujian teori keluar yang menyatakan kelulusan Sabiq, maka Sabiq mulai mencari peluang beasiswa untuk studi doctor.
Sesaat Sabiq ingat bagaimana mengawali komunikasi dengan banyak professor di luar Prancis, misalnya dengan Prof. Ronald, salah satu professor di Univeritas Quebec – Kanada. Sabiq sengaja mencari professor yang ada di Quebec karena Quebec merupakan salah satu provinsi di Kanada yang menggunakan Bahasa Prancis.
“Baik, terima kasih atas ketertarikan Saudara dengan tema riset saya. Jika Saudara mau, akan saya kirimkan semua daftar publikasi grup riset saya yang terkait tema Magneto Optik tersebut”, kata Prof. Ronald dalam salah satu kalimat email balasannya.
Sejak jawaban yang sangat komunikatif tersebut, Sabiq rutin berkirim email dan diskusi dengan Prof. Ronald tentang risetnya. Setelah beberapa bulan dan sudah sangat akrab, akhirnya Sabiq memberanikan diri memohon surat rekomendasi kepada Prof. Ronald agar bisa melanjutkan program doktor di Universitas Quebec. Dengan jawaban yang cepat, Prof. Ronald meminta Sabiq berkirim CV dan bahkan bersedia sebagai promotor dan memberikan beasiswa riset untuk program doktor. Sabiq sangat senang.
Sabiq tersadar dari lamunannya, Ketika Prof Debloyet mulai menyapa Sabiq dan Stephane yang duduk di depannya. Prof. Debloyet sangat menginginkan agar Sabiq mau melanjutkan doktor di labo nya. Hal ini karena hasil riset master Sabiq sangat baik dan cemerlang.
Semua tim laboratorium mengetahui bahwa riset sejenis sebelumnya selalu gagal, dan baru Sabiq yang berhasil. Itu alasan Prof Debloyet menahan Sabiq untuk pulang. Tentu situasi itu sangat berbeda ketika Sabiq menempuh tahun pertama program master yang hampir DO. Saat ini Sabiq justru sangat dibutuhkan dan memiliki nilai tawar yang tinggi.
"On va essayer de trouver la solution pour votre bourse étude de doctorat ici", (kita akan mencoba untuk menemukan solusi untuk beasiswa program doktor kamu di sini) kata Debloyet meyakinkan Sabiq agar tetap mau melanjutkan program doktor di labo nya.
Saat itu, Stéphane hanya diam saja mendengarkan pembicaraan Sabiq dan Prof Debloyet. Setelah pertemuan siang itu, anggota labo rapat dan memutuskan akan memberi beasiswa kepada Sabiq untuk program doctor.
Hasil cemerlang riset program master, menjadikan Sabiq sebagai rebutan dua professor untuk membimbingnya untuk program doctor. Dua professor senior sama-sama tertarik membimbing Sabiq, yaitu Prof Debloyet dan Prof Dubuc. Keadaan ini sangat berbeda ketika Sabiq gagal di tahun pertama.
Sabiq memilih Prof Debloyet karena dia berfikir jika dibimbing oleh professor senior dan berkualitas memang sulit, namun akan lebih mudah kelulusannya. Seperti saat memilih pembimbing saat skripsi S1.
Ketika mendengar kabar bahwa Sabiq lanjut ke program doctor, teman-teman dari Indonesia yang juga sedang ikut program master di luar negeri heran, karena harusnya selesai program master, Sabiq kembali ke tanah air. Namun karena mendapat beasiswa dari labo maka Sabiq mendapat ijin untuk studi lanjut ke program doctor.Setelah keputusan itu, Sabiq harus berkirim surat ke professor yang telah bersedia menerima Sabiq untuk program doctor. Sabiq masih ingat bahwa professor yang dari Canada sangat kecewa terhadap keputusan Sabiq tersebut. Melalui emailnya, professor tersebut menjelaskan bahwa kampus telah mengalokasikan dana beasiswa atas nama Sabiq dan program sudah ditutup sehingga tidak bisa digantikan oleh calon mahasiswa lainnya.
Program doctor sangat berbeda dengan program master. Pada jenjang program doctor tidak ada kuliah lagi di kelas, tetapi kerja riset dengan target-target yang telah disepakati dengan pembimbing. Oleh karena itu, karena program doctor tersebut merupakan kelanjutan riset program master, maka Sabiq merasa lebih ringan.
Sabiq dapat mengatur waktu dan juga banyak beraktivitas sosial maupun kegiatan pelajar Indonesia di Prancis. Keleluasaan mengatur waktu dan tanggung jawab inilah yang menjadikan Sabiq banyak aktif mendukung kegiatan-kegiatan sosial, di antaranya Sabiq mencalonkan diri sebagai ketua wilayah maupun ketua pusat PPI Prancis.(*)