Arafah dan Makna Maaf yang Menyeluruh: "Haji yang Menyembuhkan Jiwa" (3)

Oleh: Ulul Albab*
Ketua ICMI Jawa Timur
Ketua Bidang Litbang DPP Amphuri

Editor : W. Masykar
Inspirasi Menuju Haji Mabrur 
Menyambut keberangkatan para calon haji Indonesia yang mulia, ICMI Jawa Timur kembali menurunkan serialnya. Kali ini bagian ketiga dari serial "Menuju Haji Mabrur". Pada seri ini, kita akan merenungkan salah satu titik puncak ibadah haji, yaitu Arafah, yang membawa makna mendalam bagi setiap jemaah yang mempersiapkan diri untuk menjadi haji mabrur.

Di Arafah, seluruh umat manusia berkumpul untuk memohon ampunan kepada Allah. Di sini, segala bentuk perbedaan status, kekayaan, dan ketenaran menjadi hilang, tak berarti lagi. Yang ada hanyalah umat manusia yang serba lemah dan penuh dosa, berdiri memohon belas kasih Ilahi. Arafah adalah simbol kesucian hati dan keikhlasan dalam berdoa.

Arafah: Momen Pembebasan dari Dosa
Arafah adalah tempat dimana Nabi Muhammad SAW menyampaikan khutbah terakhirnya. Di sana, beliau mengingatkan umat untuk memperlakukan sesama manusia dengan adil dan menghargai harkat dan martabat setiap individu, tidak peduli dari mana asalnya. Di Arafah, kita diajak untuk kembali kepada fitrah, kepada kesucian hati, dan membuang segala kedengkian serta kebencian yang kita simpan dalam jiwa.

Sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Aisyah radhiyallahu 'anha yang menyebutkan: "Tidak ada hari yang Allah lebih banyak membebaskan hamba dari api neraka, selain hari Arafah. Sesungguhnya Allah mendekat dan membanggakan mereka di hadapan para malaikat seraya berfirman, 'Apa yang mereka inginkan?'" (HR. Muslim no. 1348).

Hadis lain dari Jabir radhiyallahu 'anhu juga menyebutkan: "Tidak ada hari yang lebih utama di sisi Allah melainkan hari Arafah. Pada hari itu Allah turun ke langit dunia, dan Dia membanggakan penduduk bumi di hadapan penduduk langit seraya berkata, 'Lihatlah hamba-hamba-Ku yang datang kepadaku dengan tubuh lusuh penuh debu...'" (HR. Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibbân, Al-Bazzâr, Abu Ya'la, dan Al-Baihaqi).

Jemaah haji yang datang ke Arafah merasakan momen yang luar biasa; mereka berdiri di padang luas, berjuta-juta umat yang meminta ampun kepada Allah dengan penuh penyesalan dan harapan. Inilah momen penyucian jiwa, di mana setiap orang bisa merasakan kebesaran Allah yang Maha Pengampun.

Keistimewaan Arafah tentu saja tidak hanya soal doa yang dipanjatkan. Ada makna besar yang tersembunyi dalam setiap langkah dan detik yang kita jalani di sana, yaitu: maaf yang menyeluruh. Maaf totalitas. Apa itu maaf menyeluruh?Makna Maaf yang Menyeluruh
Saat kita mendekatkan diri kepada Allah di Arafah, kita bukan hanya memohon ampunan untuk dosa-dosa yang kita perbuat kepada-Nya, tetapi juga kepada sesama manusia. Di sinilah momen yang sangat penting, di mana kita diajak untuk memaafkan dan meminta maaf, untuk melepaskan beban hati, dan berdamai dengan diri sendiri dan orang lain.

Tidak ada tempat untuk dendam di Arafah. Dendam dan kebencian yang kita simpan dalam hati justru akan menghalangi kita untuk meraih kesempurnaan dalam ibadah. Karena itu, sebelum kita meminta ampun kepada Allah, sangat penting untuk kita terlebih dahulu memaafkan kesalahan orang lain, baik yang besar maupun yang kecil.

Arafah mengajarkan kita untuk melihat ke dalam diri, memeriksa hubungan kita dengan sesama, dan mulai membangun kedamaian dalam hidup kita. Tanpa kedamaian, sulit rasanya bagi kita untuk mendekatkan diri kepada Allah, apalagi merasakan ketenangan dalam beribadah.Refleksi bagi Umat Muslim
Mungkin, kita sebagai umat muslim yang menjalani kehidupan sehari-hari sering kali terjebak dalam rutinitas duniawi yang penuh tekanan. Dalam perjalanan hidup, kita tidak jarang melakukan kesalahan, baik secara sadar maupun tidak. Sering kali kita menunda untuk meminta maaf atau bahkan merasa tak perlu untuk melakukannya. Padahal dosa sekecil apapun dapat menghalangi keberkahan hidup kita.

Arafah adalah momen yang sangat baik untuk bermuhasabah (introspeksi diri), mengingatkan kita untuk tidak menunda permohonan maaf, untuk tidak mengumpulkan kebencian, dan untuk saling memahami satu sama lain. Seperti kata pepatah, "Memaafkan adalah kunci kebahagiaan." Namun memaafkan diri sendiri dan orang lain membutuhkan kekuatan jiwa yang besar, dan di Arafahlah para jamaah haji berkesempatan untuk meraih itu.

Memaafkan untuk Meraih Kedamaian
Sering kali kita mendengar kata "haji mabrur". Haji yang diterima bukan hanya karena kelengkapan ritualnya, tetapi karena transformasi batin yang terjadi di dalam diri setiap kita yang berhaji. Untuk itu, mari kita merenungkan: apakah kita telah memaafkan? Apakah kita telah membersihkan hati kita sebelum menunaikan ibadah haji?
Selamat menunaikan ibadah haji bagi yang akan berangkat, dan semoga kita semua diberikan kesempatan untuk melaksanakan haji dengan ikhlas dan memperoleh segala keberkahan di dunia dan akhirat. (*)
*Keterangan penulis:
Ulul Albab adalah Akademisi Unitomo Surabaya, Pemerhati dan Peduli Persoalan Kebangsaan dan Keumatan.


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama