Dibawah Langit Mangkoso, Menetes Air Mata Haru Anregurutta

Catatan Syamsu Marlin

Langit Mangkoso pagi itu tidak hanya menaungi, tapi seolah ikut bersujud saat berlangsung Halaqah Nasional dan Peresmian Toserba Terpadu Ponpes DDI Mangkoso. 

Embusan angin pelan menggoyang pucuk-pucuk pohon rindang di pelataran pesantren puteri DDI Mangkoso di kampus 3 Bululampang.  Suasana hening, nyaris seperti doa yang belum diucap. Di bawah tenda yang berjejer, ribuan pasang mata tertuju pada satu sosok: Anregurutta H. M. Faried Wadjedy, Lc., MA.


Gurutta duduk dengan tenang, diapit oleh Wakil Bupati Barru Abustan Andi Bintang dan Emelda Yusuf Kalla, puteri Mantan Wapres H. M. Yusuf Kalla. tetapi ada yang menggetarkan. Tangannya bertaut di atas pangkuan, dan matanya, meski berusaha menahan, perlahan berkaca. Karena pagi itu, bukan sembarang puisi yang dibacakan. Tapi untaian kata yang menjadi cermin empat dekade pengabdian. 

Puisi berjudul “40 Tahun: Pelita Zaman”.

Disusun dan dibacakan oleh salah seorang alumni terbaik, Dr. Fatmawati Hilal, angkatan I’dadiyah II 1986/1993, puisi itu bukan hanya rangkaian metafora. Ia adalah hati yang dituangkan dalam bait-bait yang lembut namun dalam. Seperti luka yang akhirnya dijahit dengan kasih. Seperti rindu yang akhirnya menemukan pangkuannya.

"Empat puluh tahun Anregurutta berdiri di garda terdepan, menggenggam tongkat kepemimpinan dengan iman, mengangkat panji pendidikan di atas pundak zaman..." suara Fatmawati lirih, nyaris pecah.

Ia membacanya bukan sebagai penyair, tapi sebagai seorang anak yang menulis surat untuk ayah yang telah memberikan segalanya, tanpa pernah meminta balas.

Anregurutta Faried tidak bergeming. Tapi air matanya berkata lebih banyak dari seribu pidato. Di hadapan ribuan santri dan alumni yang kini telah tersebar dari kampung-kampung pelosok hingga kota-kota besar, sang guru meneteskan air mata haru, bukan karena pujian, tapi karena cinta yang tulus dari anak-anak ruhaniahnya.

"Tak satu hari pun Anregurutta memilih istirahat, meski tubuhmu memanggil pulang..."

Bait Puisi itu melukis ulang perjalanan yang tidak semua mata bisa lihat. Bahwa kepemimpinan Gurutta bukan tentang kursi atau gelar. Tapi tentang sujud panjang dalam gelap, tentang langkah-langkah senyap yang penuh beban tetapi tak pernah ditampakkan. Tentang keyakinan, bahwa ilmu dan akhlak adalah dua cahaya yang harus terus diwariskan, walau tubuh mulai renta.

Tak sedikit hadirin yang nampak ikut menyeka air mata. Termasuk Wakil Bupati Barru Abustan Andi Bintang yang duduk berdampingan dengan Gurutta. Begitu pula Alumni yang datang dari jauh, para santri yang baru mengenal beliau lewat kisah-kisah harian, hingga tamu undangan yang baru pertama kali menginjakkan kaki di Mangkoso, semua hanyut dalam keharuan yang lembut dan suci.

"Kami bukan hanya santrimu, Puang... kami adalah penjaga bara yang Engkau sulut, penyambung doa-doamu..."

Di akhir bait, suasana menjadi senyap. Seolah semua menyadari, hari itu bukan sekadar perayaan 40 tahun kepemimpinan. 

Tapi juga sebuah pernyataan cinta kolektif: bahwa dari pondok pesantren ini, telah lahir seorang guru yang bukan hanya mengajarkan ilmu, tapi menanamkan hidup.

Anregurutta Faried Wadjedy, dengan segala kesahajaannya, telah menjadi pelita yang tak padam di tengah gelap zaman. Dan hari itu, pelita itu tak bersinar sendiri. Ia dikelilingi ribuan cahaya kecil—santri, alumni, dan para penerus perjuangan yang akan terus membawa terangnya ke penjuru negeri.

Di tanah suci Mangkoso, langit menjadi saksi bahwa seorang guru 'mungkin' bisa saja dilupakan dunia. Tapi tidak oleh murid-muridnya. Tidak oleh doa-doa yang ia ajarkan. Dan tidak oleh Allah yang mencatat setiap langkah sujudnya yang menjadi cahaya. 

Dan, momen ini sekaligus menjadi salah satu bagian paling emosional dalam rangkaian peringatan 40 Tahun Kepemimpinan Anregurutta H. M. Faried Wadjedy di Pesantren DDI Mangkoso. Sebuah penanda bahwa cinta, bila tumbuh dardani keikhlasan dan ilmu, akan dikenang bukan hanya oleh manusia, tapi juga oleh langit yang menyaksikan. Salamakki Tapada Salama' (*)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama