Praktisi Pendidikan SMA N 1 Paciran
Dalam dinamika politik dan militer Kesultanan Demak pada awal abad ke-16, muncul figur-figur lokal yang memainkan peran penting dalam ekspedisi jihad maritim dan pertahanan wilayah pesisir utara Jawa. Salah satu tokoh yang nyaris terabaikan dalam historiografi adalah Ayah dari Pate Amiza, yang dalam narasi ini akan kita sebut sebagai Pate Amiza Senior. Ia merupakan pemimpin generasi pertama Kadipaten Sedayu yang berperan penting dalam ekspedisi Demak ke Malaka (1513), dan meletakkan fondasi kekuasaan lokal maritim di pesisir antara Tuban dan Gresik.
Sedayu tepatnya Sedayulawas pada akhir abad ke-15 adalah pelabuhan penting di antara Gresik dan Tuban. Terletak di panta utara Jawa menghadap langsung ke laut Jawa bukan di Muara Bengawan Solo yang berada di selat Madura. Tepatnya berada di Teluk dan muara sungai Sedayu dan strategisnya berada tepat jalan poros utara Kuno saat ini adalah Jalan Daendels.
Kala itu wilayah ini menjadi di antara pangkalan armada laut Demak dalam perjalanannya menyerang Portugis di Malaka. Catatan Tomé Pires dalam Suma Oriental (1512–1515) menyebutkan nama-nama pelabuhan penting di pesisir utara Jawa, dan Sedayu diduga termasuk di dalamnya sebagai daerah dengan pengaruh Giri dan Demak yang kuat.
Berdasarkan laporan Suma Oriental karya Tomé Pires, sekitar tahun 1513 terdapat seorang penguasa muda di Sedayu bernama Pate Amiza, yang masih berusia 20 tahun. Disebutkan bahwa ia memiliki seorang paman yang memerintah atas nama dirinya—dikenali sebagai Pate Bagus. Hubungan kekerabatan ini mengindikasikan keberadaan generasi sebelumnya, yaitu ayah Pate Amiza, yang kemungkinan wafat sebelum 1513, tetapi meninggalkan struktur politik yang kuat.
Meski Tomé Pires tidak menyebut nama ayah Pate Amiza secara eksplisit, narasi Pires menyiratkan bahwa Sedayu merupakan bagian dari jejaring aristokrasi Islam Jawa yang terkait erat dengan keluarga Pate Unus (Adipati Jepara), Pate Morob (Rembang), dan Pate Rodim (Demak) juga Pate Zainal (Giri) sebagai besannya. Maka sangat mungkin ayah Pate Amiza adalah kerabat darah dari keluarga elit Demak generasi pertama, yang juga terlibat langsung dalam ekspedisi militer ke Malaka.
Pate Amiza usia 20 pada tahun 1513
D. Peran dalam Ekspedisi Malaka (1513)
Dalam ekspedisi besar pertama Demak ke Malaka tahun 1513, di bawah pimpinan Pate Unus (yang kelak dikenal sebagai Sultan Jepara), Pate Amiza Senior dipercaya ikut serta membawa laskar Sedayu ke Selat Malaka. Hal ini didasarkan pada catatan Pires tentang keterlibatan berbagai panglima lokal dari pesisir utara Jawa.
“There were many lords who joined Pati Unus in his expedition against the Portuguese, among them were from Japara, Rembang, and Sudayo [Sedayu]...” (— Tomé Pires, Suma Oriental, ca. 1515)
Pate Amiza Senior mungkin menjabat sebagai panglima utama Sedayu dalam ekspedisi tersebut, dan wafat dalam salah satu pertempuran laut di perairan Malaka, seperti juga banyak tokoh lainnya yang gugur bersama Pate Unus. Kehilangannya membuat putranya, Pate Amiza, yang saat itu masih terlalu muda, tidak dapat langsung memerintah. Oleh sebab itu, kekuasaan dijalankan oleh pamannya, Pate Bagus.
Merujuk pada gaya penamaan dan kekerabatan yang disingkapkan Pires, struktur keluarga Pate Amiza dapat direkonstruksi sebagai berikut:
• Pate Amiza Senior (ayah), menjabat sebagai panglima Sedayu, gugur pasca ekspedisi 1513
• Pate Bagus (adik/saudara ipar ayah), bertindak sebagai wali penguasa
• Pate Amiza (putra), diangkat sebagai Adipati muda Sedayu, menikah dengan putri Raja Gresik (Sunan Giri)
• Keluarga Sepupu: Pate Morob (Rembang), Pate Rodim (Demak), dan Pate Unus (Jepara)
Keluarga ini berafiliasi erat dalam jaringan pesisir elite Islam Demak—mengindikasikan Dinasti Sedayu bukanlah entitas terpisah, tetapi bagian penting dari arsitektur politik maritim Demak.
Nama asli Pate Amiza Senior tidak disebutkan langsung oleh Tomé Pires, namun penelusuran babad dan pitutur lokal memberi beberapa hipotesis:
1. Dalam Babad Demak versi Mataraman, ada tokoh "Ki Demang Sudaya" yang menjadi panglima laut dari daerah antara Gresik dan Tuban, yang gugur saat mengikuti Syekh Maulana Makhdum Ibrahim (Sunan Bonang) ke Malaka.
2. Dalam Serat Kanda, terdapat tokoh "Ki Amisya" dari pesisir Giri yang wafat dalam ekspedisi Malaka—nama ini mungkin adalah varian fonetik dari "Amiza".
Keduanya dapat merujuk pada tokoh yang sama, dan menegaskan keberadaan figur leluhur Sedayu yang kuat, religius, dan militan.
Warisan utama Pate Amiza Senior adalah:
1. Membangun legitimasi dinasti lokal: Ia menempatkan Sedayu sebagai kadipaten yang berdiri sejajar dengan Jepara, Gresik, dan Rembang.
2. Memperkuat aliansi strategis: Melalui ikatan keluarga dengan Gresik dan Jepara, ia memperkuat posisi politik Sedayu di tengah kekuatan Islam yang tumbuh di pesisir.
3. Mewujudkan pelabuhan sebagai pusat Islam dan niaga: Di bawah kepemimpinannya, Sedayu menjadi bagian dari jaringan perdagangan rempah dan logistik dakwah Islam, menjembatani jalur dagang dari Kalimantan, Madura, hingga ke Malaka.
4. Warisan terbesar dari Pate Amiza Senior bukan sekadar kepemimpinan militernya, tetapi jaringan kekuasaan yang berlanjut selama hampir satu abad kemudian di Sedayu. Putranya, Pate Amiza Muda, menjadi penguasa mapan, dan mungkin juga ayah dari tokoh selanjutnya: Pate Sodayo (Sudayo) yang disebut Ferdinand Mendez Pinto pada tahun 1546, dan Raja Lella dalam laporan Cornelis de Houtman (1596).
5. Warisan Pate Amiza Senior tak hanya dalam bentuk kekuasaan politik, tetapi juga dalam bentuk identitas budaya Islam pesisir yang menekankan semangat jihad, perdagangan, dan tasawuf. Dialah representasi dari pahlawan lokal yang tidak hanya membela tanah air, tetapi juga menegakkan keyakinan dengan semangat yang kuat dan konsisten.
Dengan demikian, Pate Amiza Senior menandai fondasi dari Dinasti Maritim Sedayu, yang aktif dalam diplomasi dan peperangan laut selama era Demak, Giri, hingga awal kolonial Belanda.
Pate Amiza Senior adalah tokoh penting dalam sejarah lokal dan nasional Indonesia yang belum banyak diangkat. Sebagai ayah dari seorang adipati muda, panglima ekspedisi Malaka, dan leluhur dinasti Sedayu, ia menjadi contoh dari elit Islam maritim yang tangguh, religius, dan setia kepada perjuangan kolektif dunia Islam Nusantara melawan dominasi Portugis. Kajian lebih lanjut melalui sumber babad dan arkeologi lokal seperti nisan tua di Sedayulawas dapat membuka kembali lembar sejarah yang terlupakan ini.
• Pires, Tomé. The Suma Oriental of Tomé Pires (1512–1515). Trans. Armando Cortesão. London: Hakluyt Society, 1944.
• Mendez Pinto, Ferdinand. The Travels of Mendes Pinto. London: J. M. Dent, 1918.
• Ricklefs, M. C. A History of Modern Indonesia Since c.1300. Stanford University Press, 2001.
• Babad Tanah Jawi, edisi transliterasi R. Ng. Poerbatjaraka.
________________________________________
Lamongan, Akhir April 2025
Fathur Rahman (Piyantun Sedayulawas)