Ketua ICMI Jawa Timur
Rabu, 17 September 2025, Presiden Prabowo Subianto kembali merombak jajaran pemerintahannya. Sebelas pejabat dilantik di Istana Negara, mulai dari menteri, wakil menteri, hingga jabatan strategis di lingkaran dalam istana. Perombakan kabinet jilid III ini menimbulkan pertanyaan: sekedar pengisian kursi kosong atau strategi konsolidasi politik menghadapi tantangan besar di depan?
Nama-nama yang masuk cukup mencuri perhatian. Djamari Chaniago ditunjuk sebagai Menteri Koordinator Politik dan Keamanan, menggantikan Budi Gunawan. Erick Thohir, yang sebelumnya Menteri BUMN, kini dipercaya sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga, menggantikan Dito Ariotedjo.
Di jajaran wakil menteri, Afriansyah Noor menjadi Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Rohmat Marzuki Wakil Menteri Kehutanan, dan Farida Faricha Wakil Menteri Koperasi. Sarah Sadiqa didapuk sebagai Kepala LKPP, lembaga yang krusial dalam tata kelola pengadaan barang dan jasa pemerintah.
Lingkaran istana juga mendapat tambahan kekuatan. Angga Raka Prabowo menjadi Kepala Badan Komunikasi Pemerintah atau Presidential Communication Office, sementara Sonny Sanjaya dan Naniek S Dayang ditunjuk sebagai Wakil Kepala Badan Gizi Nasional. Ahmad Dofiri dipercaya sebagai Penasihat Khusus Presiden bidang keamanan dan reformasi Polri, dan Muhammad Qodari mengisi kursi Kepala Staf Kepresidenan.
Sebagian besar pejabat baru memiliki rekam jejak panjang. Erick Thohir dikenal piawai mengelola bisnis dan olahraga, dengan pengalaman menyelenggarakan event internasional. Tantangan baginya adalah memperkuat peran Kemenpora yang sering dianggap lemah dalam kebijakan jangka panjang.
Djamari Chaniago, sebagai Menko Polkam, memikul tanggung jawab besar menjaga stabilitas politik dan keamanan di tengah ancaman radikalisme maupun konflik sosial. Sementara itu, Muhammad Qodari membawa pengalaman sebagai analis politik. Kemampuannya membaca opini publik bisa membantu presiden, tetapi tantangannya adalah menjadikan KSP bukan sekadar corong komunikasi, melainkan pusat kendali koordinasi.

Sumber : BPMI Setpres/Cahyo
Reshuffle kali ini juga sarat nuansa politik. Presiden Prabowo membutuhkan konsolidasi dukungan di parlemen dan partai koalisi. Masuknya nama-nama dengan afiliasi politik menunjukkan adanya akomodasi. Rakyat pastinya tidak peduli hal itu, yang penting meritokrasi tetap dijaga. Reshuffle harus menjawab kebutuhan rakyat, bukan sekadar bagi-bagi kursi.
Ada setidaknya tiga tantangan utama bagi wajah baru kabinet. Pertama, stabilitas politik dan keamanan. Menko Polkam akan menjadi sorotan dalam merespons ancaman teror siber, konflik agraria, hingga dinamika politik yang memanas.
Kedua, komunikasi publik. Era digital membuat narasi pemerintah mudah dipelintir. Angga Raka Prabowo dan Muhammad Qodari memikul tugas berat membangun komunikasi yang transparan dan persuasif di tengah derasnya arus disinformasi.
Ketiga, reformasi kelembagaan. Dari pengadaan barang dan jasa hingga peningkatan gizi nasional, publik menunggu terobosan yang nyata. Keberanian dan integritas menjadi modal utama agar reformasi tidak berhenti pada retorika.
Reshuffle kabinet adalah sinyal bahwa Presiden Prabowo berupaya menata ulang mesin pemerintahannya. Namun, langkah ini juga menjadi ujian kepemimpinan. Rakyat akan menilai apakah pejabat baru mampu menjawab keluhan masyarakat tentang lambannya birokrasi, lemahnya koordinasi, dan maraknya praktik korupsi.
Bagi pejabat yang baru dilantik, waktu bekerja adalah sekarang. Rakyat tidak menunggu janji, tetapi hasil nyata. Bila reshuffle hanya sebatas akomodasi politik, kepercayaan publik bisa terkikis. Tetapi bila dijalankan dengan visi reformasi yang jelas, reshuffle dapat menjadi momentum lahirnya kebijakan yang lebih efektif dan berpihak pada rakyat.(*)