Denny: Keppres Pemberhentikan Hendarman Sudah Diteken Presiden

JAKARTA - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ternyata mematuhi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang kontroversial menyangkut jabatan Jaksa Agung. Jumat (24/9/2010) kemarin, Presiden SBY telah menandatangani Keppres pemberhentian Hendarman Supandji sebagai Jaksa Agung, dengan demikian terhitung sejak Jumat  kemarin, Hendarman sudah resmi tidak lagi menjabat jaksa agung.

"Iya, sudah resmi sejak ditandatangani Keppres itu," tegas staf khusus presiden bidang hukum, Denny Indrayana, Sabtu (25/9/2010) pukul 07.00 WIB.

Denny menegaskan, surat pemberhentian Hendarman diteken presiden Jumat kemarin. Keppres itu terbit seiiring dengan adanya rencana pergantian jaksa agung yang baru.

"Sekaligus juga untuk mematuhi putusan MK, telah menerbitkan Keppres yang memberhentikan dengan hormat Jaksa Agung Hendarman Supandji," imbuh Denny.

Kini tugas sementara jaksa agung akan dipegang oleh Wakil Jaksa Agung, Darmono. "Hingga ada jaksa agung yang baru," tutupnya.

Seperti diketahui, MK mengabulkan sebagian permohonan judicial review UU Nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan Agung RI yang menetapkan posisi Jaksa Agung Hendarman Supandji tidak lagi sah sejak diputuskan Rabu (22/9/2010) pukul 14.35 WIB.

MK menyatakan pasal 22 ayat 1 huruf d UU Kejaksaan Agung RI tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai "masa jaksa agung itu berakhir dengan berakhirnya masa jabatan kabinet dalam satu periode bersama-sama masa jabatan anggota kabinet atau diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Presiden dalam periode yang bersangkutan".

Hasil putusan MK mengenai posisi Hendarman Supandji memang sempat melahirkan beragam interpretasi dari berbagai pihak. Namun sebenarnya putusan itu justru memperjelas posisi Hendarman.

“Sebenarnya putusan itu jelas. Bahwa kedudukan Hendarman sebagai Jaksa Agung otomatis berhenti bersamaan dengan berhentinya jabatan Presiden SBY pada periode 2004-2009. Karena pada jabatan periode yang kedua 2009-2014, Presiden  SBY memang belum pernah mengangkat secara resmi seorang Jaksa Agung,”ujar pakar hukum dari Universitas Jayabaya Jakarta Abdulkadir, Sabtu (25/09/2010) kepada wartamerdeka.com.

Menurut Abdulkadir, putusan MK itu sebenarnya tidak multitafsir. Yang menjadikan hal itu berkepanjangan, sehingga seolah-olah terjadi multitafsir karena adanya pihak-pihak tertentu di pemerintahan yang tetap ngotot mempertahankan pendapat yang sebenarnya tidak punya dasar hukum yang kuat.

“Tapi untungnya Presiden SBY cukup bijak, dan segera mengeluarkan Keppres pemberhentian Hendarman. Jadi persoalannya menjadi clear. Tidak melebar kemana-mana,”ujar.

Ditambahkan Abdulkadir, pihak-pihak tertentu di kalangan istana tampaknya tidak mau kehilangan muka karena dianggap lalai dalam mengeluarkan Keppres pengangkatan Jaksa Agung yang pada saat pengumuman cabinet yang baru. “Padahal jelas, hal itu semata-mata adalah kecerobohan. Pengangkatan seorang pejabat, seperti menteri atau Jaksa Agung, batas waktu maksimalnya adalah sesuai dengan jabatan presiden yang mengangkatnya. Yakni lima tahun. Kalau di tengah perjalanan, sebelum lima tahun dinilai kinerjanya tidak memuaskan Presiden bisa mengganti, itu hak preogratif presiden. Jabatan Jaksa Agung berbeda dengan jabatan seorang Panglima TNI atau Kapolri,”tandas Abdulkadir.

Hal senada dikemukakan pula oleh pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Refly Harun.

Menurutnya, dengan keluarnya putusan MK, posisi jaksa agung sebenarnya jadi jelas.

Presiden SBY, oleh Refly, diminta untuk segera menerbitkan Keppres pemberhentian Hendarman. Dan jika SBY mau, ia tinggal kembali mengeluarkan Keppres pengangkatan Hendarman.

"Presiden jadi punya ruang untuk mengangkat kembali Hendarman. Mungkin setelah dua bulan pengangkatan lagi, jaksa agung bisa ada yang baru. Yang penting ada kepastian hukumnya," tegas Refly.

Refly menyesalkan, putusan MK ini justru melahirkan polemik di masyarakat. Suka atau tidak suka, menurut Refly, semua pihak harus menghormati hasil yang didapat oleh MK.

Hendarman pada hari Jumat kemarin masih tetap mengantor seperti biasa.

"Sampai hari ini saya kan masih terima gaji, jadi masih kerja di kantor," ujar Hendarman, yang tiba telat sekitar pukul 11.30 WIB di kantornya, di Kejaksaan Agung, Jakarta.

Saat tiba di gedung utama kejaksaan dengan menggunakan mobil dinas Toyota Royal Saloon B 1898 RFS, Hendarman langsung diserbu para pewarta yang menanyakan kejelasan status dan aktivitasnya mengantor dan fasilitas yang didapatnya meski sudah keluar putusan MK.

Terkait hal tersebut, Hendarman menjawab, "Kalau saya melihat pada pasal 19 ayat 2 diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Ini kan saya belum diberhentikan dalam jabatan itu sehingga saya pergunakan fasilitas itu. Tapi saya ngga berani pakai RI 46, jadi saya pakai nomor yang gede," ujarnya.

Akan tetapi, Hendarman mengaku masih menunggu Kepres presiden tentang status posisinya tersebut.(ar/dtc)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama