Yahdil A. Harahap, SH, MH, anggota Komisi III DPR: Atasi Blank Spot dan Bandar Narkoba Untouchable Jauh Lebih Penting dari Sidak ke Lapas

JAKARTA (wartamerdeka.com) - Ramainya pemberitaan dugaan penamparan WamenkumHAM terhadap sipir Lapas (Lembaga Pemasyarakatan) Pekanbaru, membuat Menteri Hukum dan HAM sempat memutuskan MOU (Memorandum Of Understanding) program pemberantasan narkoba dengan BNN (Badan Narkotika Nasional). Dan anehnya, pemberitaan saling-silang dugaan penamparan tersebut, jauh lebih santer dari substansi tujuan sidak (inspeksi mendadak) program kerjasama pemberantasan narkoba.
Padahal, masih banyak persoalan besar pemberantasan jaringan narkoba, yang jauh lebih penting diatasi, dari sekedar sidak narkoba ke Lapas.

Menanggapi masalah itu, Yahdil A. Harahap, SH, MH, anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PAN (Partai Amanat Nasional),  menyatakan masih banyak hal yang jauh lebih penting  dari sekedar ribut soal sidak ke Lapas.

“Masih banyak hal-hal yang jauh lebih penting dilakukan KemenkumHAM dan BNN, jika Negara ingin lebih serius memberantas narkoba, daripada ribut-ribut soal sidak ke Lapas,” ungkap Yahdil, di Jakarta, kemarin .

Kendati dikatakan sidak ke Lapas memang diperlukan, namun mestinya tidak harus dilakukan secara emosional seperti itu dan seolah-olah untuk pencitraan. Dengan atau tanpa MoU-pun, mestinya BNN harus tetap jalan, dan bisa sidak ke Lapas.


“Menurut saya, WamenkumHAM kan sebagai bagian dari pembuat kebijakan. Sebenarnya tak perlu harus orang nomor satu atau orang nomor dua dari KemenkumHAM, turun langsung. Bisa siapa saja yang dipercaya. Jadi ini kesannya semacam show of force dan seolah-olah untuk pencitraan,” imbuhnya.

Lebih lanjut Yahdil mengatakan, masih banyaknya blank spot (titik kosong) area masuknya peredaran narkoba ke Indonesia, dan bandar narkoba yang selama ini masih untouchable (tak tersentuh), mestinya itu yang menjadi fokus utama.

“Mestinya di blank spot itu yang perlu dibendung. Seperti di sisi bagian Timur Sumatera, Kalimantan, dan lain-lain. Pihak imigrasi, bea cukai harus komit untuk menghadang masuknya peredaran narkoba dari titik-titik kosong area tersebut,” terangnya.

“Bila perlu, TNI Angkatan Laut dilibatkan. Polisi Air juga dibentuk di blank spot tersebut,” tandasnya.
Hal ini diakui akibat masih lemahnya sistem pengawasan dan peralatan di daerah-daerah atau perbatasan laut yang dimiliki Negara kita, sehingga kadangkala membuat para sindikat narkoba berani menerobos wilayah-wilayah blank spot sebagai titik masuk peredaran narkoba.

“Jadi sekali lagi, secara keseluruhan, jika Negara kita ini memang serius memberantas narkoba, maka area-area pintu masuk yang masih lemah dan masih kosong itu yang harus diperkuat penjagaan dan pengawasannya,” tandasnya.

Selain itu, dia mengatakan, dibandingkan peredaran narkoba di Lapas, jauh lebih besar efektifitasnya, jika membasmi para bandar narkoba yang masih untouchable.

“Sudah jadi rahasia umum. Dimana area-area peredaran narkoba. Ibu-ibu bahkan nenek-nenek juga tau. Tapi kenapa masih ada yang untouchable seperti itu?,” tandasnya justru mempertanyakan.

Dikatakan anggota DPR yang membidangi komisi yang berkaitan dengan hukum dan HAM, BNN dan Imigrasi ini, mestinya penindakan itu yang harus dilakukan secara tegas.

“Menurut saya, itulah yang harus diterobos lebih dulu, kalau mau serius. Tapi kenapa itu belum dilakukan penindakan secara optimal?,” pungkasnya.

Dilanjutkan anggota DPR dari daerah pemilihan Sumatera Utara ini, jika memang Negara betul-betul serius, maka bandar-bandar besar itu yang harus diberantas.

“Apalagi sudah beberapa kali PPATK menginformasikan, bahwa adanya arus peredaran transaksi besar yang mencurigakan yang diindikasikan sebagai transaksi yang berkaitan dengan perdagangan narkoba. Ini saya kira salah satu yang perlu ditindaklanjuti secara serius,” imbuhnya.

Menurutnya, jika menghitung peredaran narkoba di Lapas, maka secara logika tidak terlalu signifikan, jika dibandingkan dengan yang beredar di luar.

“Ya, kita memang masih perlu data, seberapa besar jumlah narkoba yang sekarang beredar di Lapas-lapas. Tapi, secara logika, itu kan akan sulit dikelola peredarannya, sekalipun misalnya ada bandar narkoba yang sedang menjalani hukuman di Lapas,” bebernya.

Dikatakan, justru yang aneh dan berlangsung selama ini, sumber atau muara dari peredaran narkoba tersebut, belum benar-benar diberantas.

Pemberantasan Narkoba Sama Dengan Pemberantasan Korupsi

Ditanya mengenai makin besarnya jumlah transaksi terkait narkoba belakangan ini yang konon mencapai Rp 125 triliun, dikaitkan lagi dengan keberadaan BNN yang makin mengukuhkan diri di tingkat provinsi, Yahdil mengatakan, memang perlakuan terhadap pemberantasan narkoba, mestinya harus sama dengan pemberantasan korupsi.  

“Justru itu. Tindakan pemberantasan narkoba saya kira perlu diperlakukan sama seperti pemberantasan korupsi. Seperti KPK menangkap koruptor miliaran. Tidak bisa dilakukan secara sporadis. Harus terintegrasi. Bahkan BNN juga tidak akan sanggup sendiri, karena selain SDM-nya terbatas, perangkat-perangkatnya juga belum maksimal,” paparnya.

Ditanya lagi, siapa saja yang berkompeten terhadap pemberantasan korupsi secara keseluruhan tersebut, pria tinggi besar ini mengatakan seluruh unit yang berkaitan.

”Pokoknya seluruh unit-unit kerja Pemerintah yang berkaitan dengan pemberantasan korupsi. Ya, BNN sendiri, Kepolisian, Imigrasi, Bea Cukai, dan lain-lain. Ya imigrasi untuk orangnya, Bea Cukai untuk barangnya,” tandasnya.

Bahkan dikatakan, tidak tertutup kemungkinan di Bea Cukai ada lubang-lubang tertentu yang bisa dijadikan pintu masuk jaringan peredaran narkoba.

“Sebab itu, saya kira lebih penting melakukan pengawasan di jajaran Bea Cukai daripada di Lapas. Karena titik kerawanannya bisa jadi berawal darisana,’ terangnya mengakhiri pembicaraan.  

Senada dengan Yahdil, Teno Saja, pemerhati masalah-masalah social masyarakat, yang sering menamakan dirinya ‘si Rakyat Jelata’ mengatakan: “Pemikiran pak Yadil itu sangatlah benar. Narkoba harus diberantas seperti memberantas korupsi.”

 Menurut Teno, narkoba sudah menjadi musuh masyarakat, dan harus ditangani secara serius oleh Negara.

“Jika masalah peredaran narkoba tidak ditangani secara serius seperti penanganan KPK terhadap para koruptor, maka ancaman rusaknya para generasi muda bangsa ini sudah diambang pintu,” tandasnya mengingatkan.

Dikatakan, kesulitan ekonomi masyarakat menjadi salah satu penyebab, selain uang yang menggiurkan.

“Ya, sulitnya ekonomi, menjadi salah satu pemicu mereka untuk nekad menjadi kurir pendistribusian narkoba. Mereka mendapat imbalan menggiurkan,” sergahnya.

Dalam pantauannya, belakangan anak-anak SD-pun bsudah anyak yang dilibatkan para pengedar. Bagi anak-anak itu, yang penting dapat uang.

“Ini benar-benar sangat memprihatinkan. Anak-anak SD-pun sudah dilibatkan dengan iming-iming dapat uang jajan yang menggiurkan. Luar biasa,” bebernya.

Sebab itu menurutnya, BNN perlu ditingkatkan otoritasnya seperti KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), atau BNN digabung menjadi sebuah lembaga ad hoc seperti KPK, agar pemberantasan narkoba dapat dilakukan secara optimal. (DANS)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama