Pentingnya Revolusi Mental Dalam Menciptakan integrasi Bangsa Pasca Aksi Pembunuhan Kelompok Separatis di Nduga Papua


Oleh : Kapten Purn. (K) Herlina Londong, S. Sos (Ketua DPC PEPABRI KOTA MAKASSAR, Prov. SULSEL) 

Kelompok Kriminal Separatis Bersenjata  (KKSB)  di Kabupaten Nduga Provinsi Papua  pada  2 Desember 2018, telah menewaskan puluhan karyawan PT Istaka Karya, meninggalkan duka sangat mendalam bagi keluarga dan handai tolan serta membuat trauma pada mereka yang masih hidup terkena tembakan.

Para pekerja itu lari menyelamatkan diri melalui hutan belantara yang tidak dapat diterima nalar. Sekujur tubuhnya ditusuk duri  saat menyusuri jalan berliku, tebing, serta sungai dengan berhari-hari. Mereka tidak makan dan tidak minum demi mencari perlindungan dan pertolongan agar dapat selamat dari pengejaran Kelompok Kriminal Separatis Bersenjata (KKSB).
Sungguh mengerikan. Penulis sendiri membayangkan peristiwa tersebut, bahkan dengan air mata terus mengalir.

Ini karena seorang dari pekerja yang nyaris tertembak, adik kandung penulis sendiri. Betapa tidak, mereka  mengalami trauma bukan saja pada dirinya tetapi kepada istri, anak dan orang tua serta keluarga lainnya yang sejak mendengar kejadian tersebut menjadi kalut bercampuraduk.

Seluruh kerabat hanya dapat menangis dan berharap mujizat Tuhan terjadi melalui tangan-tangan aparat TNI dan KEPOLISIAN yang telah mendapat perintah langsung dari Bapak Presiden Jokowi selaku Panglima Perang Tertinggi di negeri ini serta masyarakat setempat yang masih berempati.

Maka, revolusi mental dalam pembentukan karakter sejogyanya dilakukan terus-menerus secara terpadu dan menyeluruh serta terintegrasi dengan berbagai pihak utamanya lembaga negara baik di perkotaan maupun di daerah pedalam terpencil di seluruh wilayah RI.

Kekerasan yang terjadi di Papua bukan hal yg biasa dan  sangat sering terjadi. Mereka begitu brutal dan sadis karena mereka belum paham nilai-nilai Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika yg didalamnya terkandung nilai-nilai agama, budaya dan adat-istiadat yang harus dijunjung tinggi sebagai bangsa bermoral, beradab dan bermartabat guna mempersatukan seluruh komponen bangsa Indonesia.

Kebersamaan dalam bersatu-padu mengisi kemerdekaan Republik Indonesia harus dibangun dan dipertahankan secara berkesinambungan menuju masyarakat yang aman, damai dan sejahtera. 

Revolusi mental harus tersosialisasi dengan sungguh-sungguh melalui lembaga-lembaga terkait untuk memberikan pembinaan mental spiritual agar terbentuk karakter yang baik di setiap generasi anak bangsa.
Pembentukan karakter anak bangsa harus dimulai dari kelompok kecil yaitu rumah tangga dimana orang tua mengajarkan nilai-nilai agama dan budaya agar tertanam di dalam setiap benak anak-anak kita.

Dengan begitu,  mereka tumbuh dan berkembang memiliki karakter yang baik, dan menjadi generasi penuh harapan untuk membangun dan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kita tidak mengharapkan generasi yang senang dengan kekerasan, ketamakan, kesombongan, intimidasi, dendam, fitnah, kebencian, dan adu domba yang dapat berujung maut karena membunuh sebab menganggap diri paling benar.

Peristiwa berdarah di Nduga, memberi pelajaran kepada kita semua. Di sana, telah terjadi pembantaian tanpa perikemanusiaan. Orang yang diam bekerja dan benar-benar mengabdi untuk ibu pertiwi dikriminalisasi. Sungguh ironis dan mengerikan karena mereka tewas ditangan sesama anak bangsa.

Untuk itu, lagi-lagi, revolusi mental yang terdapat dalam NAWACITA harus benar-benar dikumandangkan keseluruh lapisan masyarakat baik kepada masyarakat  perkotaan maupun masyarakat desa. Pola-pola yang ditempuh dengan melakukan pembinaan mental spiritual melalui lembaga- lembaga agama, adat dan lainnya.

Dengan demikian, NAWACITA yang digaungkan Bapak Presiden Jokowi diharapkan benar-benar terwujud di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara menuju masyarakat yang maju, bermoral, bermartabat, dan dibanggakan dalam kondisi  negara aman, damai, bersahabat dan sejahtera.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama