Nyoblos Siapa Ya???

Murfati Lidianto SE, salah seotang caleg DPRD Kora Bekasi yang getol menemui warga di dapilnya.

Oleh : Aris Kuncoro

Pemilu 2019 secara serentak akan digelar 17 April 2019. Ini adalah pemilu yang sangat bersejarah, bagi bangsa Indonesia,  karena untuk pertama kalinya suksesi kekuasaan legislatif dan eksekutif diselenggarakan dalam waktu yang bersamaan.

Bagi para caleg,  baik di tingkat DPRD Kabupaten / Kota,  DPRD Provinsi maupun DPR RI, Pemilu 2019 ini adalah tantangan tersendiri. Karena isu tentang Pilpres ternyata lebih menyita perhatian publik dibandingkan dengan Pileg.

Seakan pilpres jauh lebih penting dibandingkan pileg. Sistem pemerintahan presidenssiil memang  menunjukan betapa besar dan menggiurkan kekuasaan presiden tersebut, maka tidak heran kampanye kali ini seakan menenggelamkan pamor dan popularitas peserta pemilu lainnya yakni partai politik dan perseorangan (caleg DPD). Walau perlu disadari bahwa kekuasaan presiden sekalipun adalah tidak tak terbatas. Terlepas dari meriahnya kampanye pilpres dan alasan logis diseputarannya, bahwa di republik ini masih ada kekuasaan lain yang sangat penting juga yakni kekuasaan legislatif dan yudikatif.


Selain itu,  secara teknis, pelaksanaan Pemilu 2019 juga lebih rumit dibandingkan Pemilu 2014 atau pemilu sebelumnya.


Ada lima alasan pemilu 2019 lebih rumit daripada Pemilu sebelumnya,  yaitu :


1. Digelar Serentak

Pemilu 2019, baik pemilihan legislatif dan pemilihan presiden digelar di hari yang sama.


2. Banyaknya surat suara

Karena pileg dan pilpres digabungkan, maka surat suara yang harus dicoblos pemilih pun banyak, yaitu lima lembar.

Kelima lembar tersebut untuk memilih DPRD kabupaten/kota, DPRD provinsi, DPR RI, DPD RI, dan presiden.


3. Perlu lima kotak suara

Karena ada lima surat suara yang dicoblos, maka jumlah kotak suara pun berjumlah lima di setiap TPS.

Pemilih harus teliti saat memasukan surat suara agar surat suara masuk ke kotak yang tepat.

4. Dapil dan parpol bertambah


Pembagian daerah pemilihan pada pemilu 2019 lebih banyak dibanding pemilu 2014.

Khusus DPRD Jabar, misalnya, dapilnya bertambah. Dulu 13 Dapil untuk DPRD provinsi, sekarang 15 Dapil.

Jumlah parpol pun bertambah. Jika pada pemilu 2014, jumlah parpol hanya 12 parpol, maka pada pemilu 2019 berjumlah 15 parpol. Masyarakat jadi memiliki opsi lebih banyak.



5. Jumlah TPS Lebih Banyak

Pada pemilu 2019, dipastikan jumlah TPS akan lebih banyak dibanding Pilgub 2018 atau pemilu 2014.

Hal itu dikarenakan ada perubahan kebijakan dari KPU RI mengenai jumlah pemilih yang difasilitasi setiap TPS.


Di UU Pemilu itu Pemilu 2019 maksimal 500 pemilih untuk satu TPS. Namun KPU RI sudah membuat kebijakan 300 pemilih untuk satu TPS.

Sedangkan bagi warga yang akan memilih di luar kota atau di luar dapil, dapat melapor ke KPU setempat untuk mengurus hak pilih, paling lambat satu bulan sebelum pencoblosan.

Dengan begitu, ada kemungkinan seseorang tidak lagi mencoblos di lokasi TPS yang sama saat ia mencoblos pada Pilgub Jabar 2018 atau pemilu 2014.

Karena pemilu 2019 memiliki banyak perubahan, maka pemerintah dan KPU perlu sering menyosialisasikan peraturan, agar masyarakat tidak kebingungan.

Aris Kuncoro (penulis) 


Pilih Yang Layak

Selain masalah rumitnya, sistem Pemilu 2019,  masyarakat pun saat ini dilanda kebingungan dalam memilih calon legislatif di semua tingkatan,  mengingat banyaknya caleg yang harus dipilih.

Dan juga masih banyak warga bertanya-tanya apakah memilih caleg bisa memengaruhi suara calon presiden Joko Widodo (Jokowi)  atau Prabowo Subianto.

Di sini perlu ditegaskan bahwa memilih caleg di semua tingkatan, baik DPRD Kabupaten / Kota maupun DPRD Provinsi dan DPR RI tidak memengaruhi suara Capres. Karena kertas suara Capres berbeda dengan kertas suara caleg.

Oleh karena itu hendaknya masyarakat perlu menperhatikan siapa yang layak dan sepantasnya dipilih/dicoblos untuk duduk atau menguasai lembaga legislatif nantinya.

Penting untuk menentukan dengan bijak dan cerdas siapa yang akan kita pilih untuk menjadi wakil kita di lembaga legislatif, karena merekalah yang nantinya akan menjalankan fungsi legislasi, penganggaran dan bahkan pengawasan terhadap jalannya kekuasaan eksekutif yang dipimpin oleh Presiden. Secara demokrasi prosedural calon presiden saat ini adalah Jokowi dan Prabowo bersama pasangan mereka masing-masing, sudah pasti akan ada diantara mereka berdua yang akan menjadi presiden.

Bisa saja calon pemilih,  misalnya, memilih Jokowi, sebagai capres, namun untuk pileg memilih caleg dari Partai yang bukan pengusung Jokowi, misalnya Partai Gerindra.

Perlu diketahui,  bahwa tugas, wewenang, fungsi dan bahkan kedudukan anggota legislatif yang merupakan representasi dari partai politik peserta pemilu  sangat berpengaruh dalam jalannya pemerintahan republik Indonesia ini.


Pertanyaannya,  siapakah caleg yang benar-benar layak dan sepantasnya untuk dipilih/dicoblos pada saat pemilihan umum 2019 nantinya?


Ada dua pertimbangan yang disarankan untuk menentukan caleg yang hendak dicoblos atau dipilih. Yang pertama adalah dari Partai Politik mana caleg yang bersangkutan,  dan yang kedua, bagaimana Track Record caleg tersebut.


Tentang asal usul Parta Politik dari caleg,  salah satunya disarankan sering mengikuti hasil survei partai yang elektabilitasnya tinggi,  dan bagaimana kiprah partai tersebut dalam perpolitikan nasional.


Beberapa partai yang saat ini tercatat memiliki elektabilitas cukup tinggi,  di antaranya PDI-Perjuangan, Partai Golkar, Partai Gerindra, PKB,  Partai Demokrat, Partai Nasdem dan PPP.



Hal lain yang perlu dipertimbangkan  adalah apakah partai politik tersebut mendukung keberagaman dengan memberikan kesempatan yang sama kepada semua orang yang berasal dari berbagai latar belakang agama untuk menduduki posisi apa saja walau paling tinggi sekalipun?


Sementara itu, untuk memilih calon legislatif,  disarankan yang kita sudah kenal dengan baik yang tentunya juga harus memenuhi syarat utama yakni berkualitas.  Sslain itu perhatikan juga latar belakang sebelum jadi caleg, apakah orang ini jujur, dan apa pekerjaan sehari-harinya.

Pilihlah yang caleg tidak punya masalah di keluarga, tidak memiliki pinjaman atau susah membayar hutang atau pernah memakai uang komunitas atau uang rumah ibadah dan masih belum selesai dengan dirinya sendiri, misalnya anak-anaknya masih butuh sekolah atau caleg ini tidak punya pemghasilan yang memadai.

Soalnya jika caleg tersebut belum selesai dengan dirinya sendiri,  tentu nantinya setelah jadi legislatif sulit diminta pertanggung jawaban karena tuntutan keluarga atau komunitas lebih besar daripada gaji yang didapat,  sehingga akhirnya tidak lagi muncul ke masyarakat dan berakhir tragis korupsi karena tidak sanggup memikul keuangan keluarga.

Disarankan juga untuk memilih caleg yang sudah terbukti kinerjanya saat menjadi anggota DPR RI atau DPRD,  misalnya yang sering turun ke bawah menemui warga dan memperjuangkan aspirasi warga. Dan jangan terjebak dengan soal Pilpres.  Misalnya caleg yang kita anggap layak itu ternyata bukan berasal dari Partai pengusung Capres yang kita pilih,  maka kita harus tegas tetap memilih caleg tersebut.


Sebaliknya, jika sama sekali tidak ada caleg yang kita kenal, baik pribadinya dan apalagi kualitasnya juga tidak menjadi alasan kita untuk tidak ikut serta dalam pemilihan umum,  maka  cobloslah Partai Politik saja tanpa perlu mencoblos calon legislatifnya dengan terlebih dahulu melakukan ketentuan atau langkah-langkah seperti yang telah disampaikan di atas.


Jadi, memilihlah dengan cerdas dan bertanggungjawab. Dan jangan Golput atau memilih untuk tidak memilih pada pemilu nanti.  Golput adalah  sikap yang tidak bertanggungjawab sebagai warga negara dalam berbangsa dan bernegara.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama