JAKARTA (wartamerdeka.info) - Terpidana tujuh bulan penjara, Ruben PS Marey, SSos, MSi, diuji lagi kesabarannya karena Jaksa Penuntut Umum (JPU), Santoso, SH, banding atas putusan majelis hakim.
Akibat banding jaksa itu, Ruben yang sedianya bebas dari tahanan ahir April tahun 2019 ini, menjadi tertunda.
Ketua tim penasihat hukum Ruben, pengacara Hartono Tanuwidjaja, SH, MSi, MH mengatakan, Jaksa Santoso SH dari Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, telah kehilangan hati nuraninya sebagai penegak hukum.
Hartono Tanuwidjaja mengatakan kekecewaannya terhadap sikap Jaksa Santoso yang melakukan bading terhadap putusan majelis hakim Endah Desty Pertiwi SH yang menghukum Ruben selama 7 bulan penjara.
"Memenjarakan 1 orang Papua tidaklah menghapus kemerdekaan 100 juta orang Papua. Kacau tuh Jaksa," kata Hartono Tanuwidjaja kepada wartawan di Jakarta, Kamis (15/4), menanggapi Jaksa Santoso yang banding terhadap vonis hakim terhadap kliennya tersebut.
Tambah Hartono, Jaksa Santoso telah kehilangan hati nuraninya. Padahal dalam kasus Ruben ini terdapat kesalahan Jaksa dalam menentukan tempus delicti (waktu peristiwa terjadi). Tapi masih juga banding sekalipun vonis hakim sudah hampir 60% dari tuntutan Jaksa. Apa yang Jaksa cari? hanya dia yang tahu.
Seorang pengunjung sidang yang hadir dalam sidang pembacaan vonis, tapi tidak mau disebut namanya mengatakan bahwa, kasus Ruben hanya kepemilikan E-KTP ganda, bukan kasus, korupsi, teroris atau narkoba.
"Kenapa Jaksa banding, padahal putusan hakim itu sudah lebih dari separuh tuntutan 12 bulan Jaksa. Apa ada maksud tertentu, atau motif lain, saya tidak tahu," katanya.
Biasanya jaksa selalu mengatakan pikir pikir kalau ditanya sikapnya atas vonis majelis hakim. Tapi ini jaksa Santoso langsung menyatakan banding sebelum lapor atasan. Ada apa, kata pengunjung itu.
Ruben dihadapkan kemejahijau Pengadilan Negeri Jakarta Pusat didakwa memiliki KTP ganda. Dimana sebelumnya Ruben ber-KTP Papua, tapi sejak tahun 2016 memiliki KTP DKI Jakarta dengan alamat Rusun Dakota, Rt. 014/Rw. 914 Kebon Kosong, Kemayoran Jakarta Pusat.
Terungkap dalam sidang, Ruben membuat KTP DKI Jakarta ini, tujuannya tak lain untuk membuat rekening di Bank Mandiri cabang Jakarta Kota, karena Ruben dijanjikan oleh seseorang akan mendapat bantuan berupa uang untuk pembangunan daerah Papua.
Terdorong ingin daerahnya cepet maju, maka Ruben melaksanakan apa yang disaratkan, yaitu, membuat Rekening di Bank Mandiri cabang Jakarta Kota dengan syarat ber-KTP DKI
Jakarta.
Atas kepemilikan KTP ganda tersebut, Ruben berurusan dengan pihak berwajib dan diadili di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dan dituntut Jaksa 12 bulan yang kemudian divonis 7 bulan penjara.
Selain kecewa terhadap jaksa pengacara senior Hartono Tanuwudjaja, mengungkapkan kepada wartawan bahwa perkara kliennya Ruben PS Maray sangat unik dan banyak kejanggalan.
Kejanggalan itu menurutnya, dimulai dari penyidik dalam hal ini Polda Metro Jaya.
“Masak dalam sehari Kepolisian dapat melakukan 11 tindakan/kebijakan. Mulai dari pelaporan sampai penetapan tersangka sekaligus perintah penahanan. Tersangka teroris saja belum tentu sedemikian kilat prosesnya di Kepolisian,” tutur Hartono mengungkap dokumen yang ada padanya.
Kasusnya sendiri, menurut Hartono, berubah-ubah. Awalnya disebutkan terkait kasus uang raja-raja nusantara yang nilainya cukup fantastis yakni Rp 23,9 Triliun.
Namun ujungnya kasus itu ditangani dalam kaitan pemalsuan KTP. Terus uang Rp 23,9 triliun yang membuat Ruben dan Deden menjadi tersangka penipuan dan penggelapan di mana? Siapakah di antara raja-raja nusantara yang ditipu?
Semula klien kami dipersangkakan pasal 378 dan 372 KUHP. Lalu berubah dengan pasal 263 jo pasal 44 Undang-Undang No 24 tahun 2013.
“Apa penyidik Polda Metro Jaya kebingungan dalam menetapkan Ruben Cs sebagai pelaku penipuan dan penggelapan karena tidak ada bukti dan pihak yang merasa dirugikan kemudian diputar menjadi pemalsu identitas,” kata Hartono Tanuwidjaja bertanya.
Pada perkara ini tampil Jaksa Penuntut Umum (JPU) Marly Daniel Olo SH dari Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta dan jaksa Santoso dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Pusat. (dm)
Tags
Hukum