Sidang Pembelaan Terdakwa Ditunda Lagi Karena Surat Dakwaan Dan Tuntutan Jaksa Membingungkan


JAKARTA (wartamerdeka.info) -  Pembacaan nota pembelaan terdakwa "TY"  yang sudah dituntut  2 tahun penjara di persidangan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, tiga pekan lalu, terpaksa ditunda lagi gara gara baru 2 hari (Selasa 13/8), menerima berkas perkara dari Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Permohonan penundaan pembacaan pledoi terdakwa tersebut merupakan yang kedua kalinya setelah pekan lalu, disampaikan secara tertulis kepada majelis hakim.

"Mengingat berkas perkara baru kami terima 2 hari yang lalu, (tanggal 13), setelah 5 bulan persidangan berjalan itupun dengan permintaan berulang kali kami masih membutuhkan waktu utk menelaah berkas perkara tersebut termasuk beberapa barang bukti berbahasa asing yang tidak ada terjemahannya tetapi dilampirkan dalam Daftar Barang Bukti," tutur terdakwa TY, dalam permohonan tertulis kepada ketua majelis hakim Saifudin Zuhri, SH, MH.

"Mungkin saudara Jaksa memahami bahasa asing tersebut dengan mudah, tetapi kami perlu menterjemahkannya. Kami pun sudah mengalami kerugian atas keterlambatan pemberian berkas perkara tersebut karena tidak dapat mengkonfrontir atau mengcross-check barang bukti pada saat pemeriksaan saksi-saksi," tambah TY.

"Kami sampaikan juga bahwa copy Surat Tuntutan dan Surat Dakwaan belum kami terima meskipun Yang Mulia telah memerintahkan Panitera Pengganti untuk memberikannya kepada kami pada sidang yang lalu. Alasan yang diberikan kepada kami adalah karena sudah diberikan oleh Jaksa. Namun sebagaimana yang kita ketahui dan buktikan, Surat Dakwaan yang diserahkan JPU kepada hakim dan yang diserahkan kepada terdakwa isinya berbeda. Sehingga hal tersebut sangat merugikan kami yang akhirnya eksepsi kami berisi hal-hal yang tidak ada di Surat Dakwaan versi hakim atau dianggap mengada-ngada."

"Berdasarkan hal tersebut, kami tidak ingin Pledoi kami juga nantinya dianggap kabur atau mengada-ada. Bahkan kami mengalami kesulitan dalam membuktikan dan mendalami Surat Tuntutan yang diberikan kepada kami oleh Jaksa karena susunan halaman pada Surat Tuntutan tersebut tidak sesuai (acak). Sedangkan JPU tidak memberikan nomor halaman maupun nomor rujukan poin. Hal ini juga kami yakini akan merepotkan majelis hakim dalam melakukan cross-check.

"Bahkan kami bingung harus mendasarkan pledoi kami berdasarkan Surat Dakwaan yg mana? Karena kami tidak memiliki Surat Dakwaan dengan nomor yang diputuskan sah dalam putusan Sela. Dan Surat Dakwaan sendiri ada beberapa versi."

"Demikian yang dapat kami sampaikan. Kami harap yang mulia bila memungkinkan, meminta JPU untuk menyusun ulang Surat Tuntutan dengan diberi nomor poin dan nomor halaman yang jelas agar majelis hakim tidak terjebak dalam irama kriminalisasi yang terjadi kepada terdakwa," pungkas terdakwa TY.

Persidangan perkara TY jadi viral di media Online karena banyak kejanggalan dan terkesan JPU mengkriminalisasi terdakwa TY yang didampingi pengacaranya Dr (c) Harry Syahputra, SH, MKn., CLA.

Dugaan kriminalisasi tersebut dapat dibuktikan dalam, Surat Tuntutan JPU terdapat nama saksi fiktif. Empat nama saksi meringankan dihilangkan oleh JPU. Barang Bukti yang diperlihatkan oleh JPU diduga fiktif. Saksi pelapor Naoki Wada tidak memiliki legal standing sebagai pelapor mengatasnamakan PT Matsuzawa Pelita Furniture Indonesia (PT MPFI).

Kepada awak media, Terdakwa TY mengungkapkan keanehan sikap JPU, Moh Januar Ferdian, SH. dari Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat yang dinilainya banyak kejanggalan, sehingga dirinya merasa ada upaya-upaya kriminalisasi.

Pertama, Jaksa sudah menuntut sejak tiga minggu lalu (25/7), namun ia baru mendapatkan berkas perkara lengkap dua hari sebelum jadwal sidang pembacaan pledooi.

“Saya baru diberikan waktu oleh JPU pada hari Rabu (7/8) untuk melihat dan mencocokkan barang bukti (BB). Padahal, saya sudah minta sejak 4 (empat) bulan lalu, tapi baru ini diberikan kesempatan untuk melihat barang bukti, sedangkan tuntutan telah dibacakan JPU tiga minggu lalu," kata TY mengulang pernyataan.

Setelah terdakwa melihat barang bukti yang ada pada JPU, yaitu surat invoice, surat jalan, surat laporan keuangan dan lain-lainnya, ternyata seluruhnya tidak ada satupun yang asli. Semuanya hanya foto copy saja, dan  diakui oleh JPU bahwa memang yang diterima dari pihak penyidik seperti itu, artinya seluruhnya foto copy saja.

Terdakwa menegaskan bahwa barang bukti yang diperlihatkan oleh JPU diduga fiktif dan diduga direkayasa, karena format surat-suratnya berbeda serta bukan merupakan format dokumen yang biasa digunakan kedua belah pihak perusahaan yang sebelumnya sering melakukan transaksi.

Tentang kejanggalan tersebut, terdakwa sempat mengajukan keberatan kepada majelis hakim pada sidang sebelumnya mengenai legal standing Saksi.

Sebagaimana dalam Dakwaan dan Tuntutan, Korban dalam kasus ini adalah PT MPFI, sehingga pada saat Pelapor Naoki Wada didengar kesaksiannya dalam persidangan dan mengaku sebagai Wakil Presiden Direktur MPFI,  Saksi Naoki Wada harusnya dapat menunjukkan legal standingnya untuk bersaksi.

Namun ternyata Naoki Wada tidak mampu menunjukkan hal tersebut. Terdakwa TY juga sempat memperlihatkan Akta Perusahaan MPFI, dimana pada Akta Perusahan tidak ada nama Naoki Wada, Terdakwa juga telah memperlihatkan Surat Pengunduran Diri Pelapor Naoki Wada dari perusahaan, sehingga sesungguhnya Pelapor Naoki Wada tidak dapat mewakili Perusahaan lagi.

Terdakwa juga mengungkap bahwa Pelapor Naoki Wada yang melaporkannya ke penyidik tidak memiliki legal standing sebagai Pelapor. Sebab dia tidak memiliki surat kuasa dari perseroan maupun dewan direksi ataupun dewan komisaris. Tapi surat kuasa yang ada pada Penyidik, dibuat dan ditandatangani sendiri dengan mengatasnamakan perusahaan, sehingga legal standingnya saksi Pelapor Naoki Wada itu apa dan dari siapa?

Lucunya lagi, pelapor diambil BAP nya oleh penyidik setelah pelapor dikeluarkan dari perusahaan. Jadi BAP pelapor seharusnya cacat hukum dan dengan demikian, batal demi hukum.

“Jadi apabila Pelapor Naoki Wada mengaku bahwa dia adalah seorang Direksi pada persidangan ini, mohon agar dapat dibuktikan keabsahan pengakuan tersebut, namun apabila tidak terbukti atau tidak dapat menunjukkan bukti, maka kami harap majelis hakim dapat bersikap tegas dan adil untuk menuntut saksi pelapor tersebut telah memberikan keterangan palsu di persidangan, selanjutnya segera diproses secara hukum yang berlaku,” pinta terdakwa TY.

Masih banyak lagi kejanggalan yang disampaikan TY kepada wartawan sebagai  bukti dirinya dikriminalisasi. Karenanya pengusaha ini (terdakwa), berencana melaporkan JPU ke Jamwas dalam waktu dekat ini. (dm)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama