Komisi II DPRD Purwakarta Kecewa, Pengusaha Tambang Batu Tidak Transparan Jelaskan Hasil Produksi Yang Terkena Pajak


PURWAKARTA  (wartamerdeka. Info)  - Rapat Dengar pendapat Komisi II DPRD Kabupaten Purwakarta dengan 9 Perusahaan Tambang Batu yang beroperasi di wilayah Purwakarta  di ruang gabungan Komisi DPRD , Jum:at (8/11/2019) berjalan alot dan sengit.  Pasalnya, terjadi perdebatan terkait ketidaksingkronan dalam menentukan hasil produksi yang terkena pajak antara Bapeda dan Pengusaha Tambang

Hadir dalam rapat itu antara lain Ketua Komisi II DPRD Purwakarta , Alaikasalam, SH.I (Fraksi PKB), Anggota Fitri Maryani (Fraksi Gerindra), Conrad Surawijaya (Fraksi DPN), Agus Sugianto, SE (Fraksi Berani), Hj. Putriarti Putik H, SE (Fraksi Golkar) serta perwakilan Bapenda  Wilayah III Provinsi Jawa Barat Tedy beserta jajarannya, Kepala Bapenda Purwakarta Hj. Nina Herlina, S.Sos, M.Si beserta jajarannya, Kabag Hukum Setda Dani Abdurrahman, SH, MH, dan sejumlah pengusaha tambang batu yang beroperasi di Purwakarta. 

Ketua Komisi II Alaikasalam mengatakan, rapat ini sengaja digelar karena pendapatan pajak MBLB (Mineral Bukan Logam dan Batuan), yang dibebankan kepada Bapenda Purwakarta hingga memasuki Triwulan III, masih jauh dari harapan.  Pasalnya, dari 9 perusahaan yang masih aktif beroperasi di wilayah Purwakarta pajak MBLB yang berhasil diraih Bapenda hanya Rp. 8,2 M dari target sebesar Rp. 55 M sebagaimana tertuang dalam APBD 2019.

"Bagaimana  rumusan pengenaan pajak ini? Apa saja kendalanya? Kenapa capaian target Bapenda masih terlalu rendah , Kita  ingin tau Will dari para pengusaha," papar Alaikasalam.

Lebih rinci Alaikasalam menerangkan,  sebenarnya kalau pihak pengusaha tambang punya niat baik sudah jelas kok dalam UU No. 28/2009 diatur tentang Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan.

Khususnya ayat (1) Pasal 59 disebutkan dasar pengenaan pajak MBLB adalah nilai jual Hasil Pengambilan Mineral Bukan Logam dan Batuan. Ayat (2) menyebutkan Nilai Jual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung dengan mengalikan volume/tonase hasil pengambilan dengan nilai pasar atau harga standard masing-masing jenis MBLB.


"Kenapa para pengusaha tambang seolah-olah berbelit-belit dan menutup-nutupi, ketika dicecar pertanyaan oleh Anggota komisi II. Pajak ini untuk kepentingan masyarakat Purwakarta, terus terang kami kecewa," egas Alaikasalam

Sementara Fitri Maryani (Fraksi Gerindra) menyesalkan Direktur PT  Batu Cemerlang Andalan Eko dan Direktur PT Panca Putra Sejahtera Yogi bukannya menjawab pertanyaan secara eksplisit, tapi justru lebih banyak bercerita tentang teknis operasional perusahaannya seperti blesting (pengeboman) dan berapa besar bahan peledak yang digunakan. 

“Tidak semua hasil produksi yang terkena pajak MBLB, karena masih ada turunan Andesit, yaitu bescose, split, abu dll," kata Fitri.

Kepala Bapenda Purwakarta Nina Herlina menjelaskan kendala yang terjadi, selama ini para pengusaha self assessment (menghitung sendiri) dalam penentuan pembayaran pajak, karena Bapenda tidak punya alat ukur yang harganya sekitar Rp. 1,5 M.

Setiap tahun pajak MBLB ini memang tidak pernah memenuhi target dalam APBD. Ia hanya berharap dari komitmen para pengusaha, karena mereka sendiri yang mampu menghitung.

"Ke depan kita akan berkoordinasi dengan Bapeda Jawa Barat, karena sekarang  perusahaan disyaratkan harus menyusun RKAB oleh Provinsi Jawa Barat sebelum operasional, sehingga Bapenda Purwakarta bisa mendapatkan tembusan dari RKAB itu, yang nantinya bisa menditeksi volume produksi mereka setiap harinya," lungkas Nina.(A.Budiman)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama