Politisasi Anggaran, Jelang Pilkada Lamongan


Oleh: W. Masykar

Pilkada serentak, yang akan berlangsung pada 23 September 2020, termasuk salah satunya di Lamongan, tetap menarik untuk diperbincangkan. Salah satunya, terkait politik anggaran dan politisasi ASN (birokrasi).

Meski di kota nasi Boranan ini, petahana tak lagi bisa maju dalam bursa pertarungan, karena sudah dua kali menjabat bupati, namun ada pejabat penting yang bakal berencana maju, yakni Sekda, Yuhronur Efendi dan wakil bupati Kartika Hidayati. Bahkan, salah satu putra bupati juga diproyeksikan bakal ikut meramaikan kontestasi itu, Dedi Noerdiawan.

Diluar tiga tokoh ini, ada banyak lagi yang mulai ancang-ancang maju menjadi Bacalon bupati.

Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Yenny Sucipto dalam suatu kesempatan pernah membeberkan, hasil kajiannya.

Menurut dia,  ada beberapa modus politisasi penyalahgunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD),
Sedikitnya ada lima peluang, untuk melakukan itu,

Pertama, calon dari petahana berpotensi memanfaatkan APBD, antara lain melakukan mark down pendapatan asli daerah (PAD), yang dicurigai bisa dimanfaatkan untuk tambahan modal.
Kedua, memanfaatkan belanja hibah dan bantuan sosial, ini juga kerap dimanfaatkan oleh kubu petahana.

Ketiga, memanfaatkan sisa lebih penggunaan anggaran (Silpa) yang disimpan ke bank BUMN.

Keempat, penyalahgunaan suntikan modal ke Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
Dia juga menyebut, jelang tahun politik BUMD sering dijadikan bancakan lantaran tidak adanya prosedur yang jelas dalam investasi, laba dan  dividen.

Kelima, peluang memanfaatkan perizinan investasi pembangunan.

Fitra, bahkan menyorot pengusaha yang menjadi penyandang dana calon kepala daerah tak jarang akan meminta imbal balik dengan intervensi untuk meloloskan proyek tertentu.

Dan, bahkan, modus perizinan ini akan berlanjut jika calon sudah menjabat kepala daerah, proyek-proyek pembangunan akan dimintai fee saat sudah berjalan.
Pola dan cara-cara seperti ini, selalu muncul ketika menjelang pelaksanaan pemilihan kepala daerah.

Oleh karena itu, untuk menghindari munculnya kecurigaan mempolitisasi anggaran, pembahasan dan penempatan anggaran pada pos pos tertentu harus lebih transparan dan rasional.

Sekaligus bisa mengeliminir pandangan publik yang selama ini sudah kadung menanam stigma bahwa kubu petahana banyak kesempatan dan peluang untuk dimanfaatkan.

Apalagi, banyaknya Bacalon bupati yang berkeinginan maju untuk ikut bertarung pada kontestasi tahun depan itu, memunculkan sikap saling mengawasi, saling mengintip bahkan saling mencari celah untuk digoreng ke publik. Maka, permainan akan semakin fair dan suasana menjadi nyaman jika kecurigaan-kecurigaan tersebut bisa terus ditekan sekecil mungkin.

Sebab, dari pantauan, ada sejumlah pihak dari kubu masing-masing bakal kandidat yang sudah menaruh curiga terhadap bakal kandidat tertentu. Terutama, bakal kandidat yang saat ini menguasai birokrasi. Selain, dianggap menguasai birokrasi sejumlah kandidat ini, ditengarai memiliki basis dukungan yang sangat fanatis dan tangguh, mereka adalah Yuhronur Efendi, Kartika Hidayati dan Dedi Noerdiawan.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama