Mutasi Kasek SMAN/SMKN, Menguji Meritsystem

Prof. Zainuddin Maliki: Kasek Harus Visioner dan Miliki Kompetensi

Prof. Zainuddin Maliki, anggota DPR RI Dapil Lamongan-Gresik

Oleh : W. Masykar

Stephen J. McNamee,  dalam The Meritocracy Myth (2014), menulis meritokrasi adalah sebuah sistem yang menekankan pada kepantasan atau kelayakan seseorang dalam menduduki posisi atau jabatan tertentu.

Bahkan jauh sebelumnya, Michael Young dalam bukunya, Rise of the Meritocracy (1958), dan (dia yang pertama memunculkan istilah meristokrasi atau meritsystem), menyebut meristokrasi adalah sebuah sistem yang memberikan kesempatan pada seseorang untuk menjadi pemimpin, berdasar pada kemampuannya, bukan pada koneksi politisnya. Tidak juga berdasarkan KKN dan Nepotisme.

Pada konteks mutasi kasek SMAN/SMKN dinas Provinsi Jawa Timur belum lama ini,
Ketua Dewan Pendidikan Provinsi Jawa Timur 2 periode, (2006-2011 dan 2011-2016), Prof. Zainuddin Maliki melalui pesan WA nya mengatakan, supaya sekolah kita maju, maka pengangkatan kepala sekolah (kasek)  harus memperhatikan prinsip meristokrasi. Artinya pilih yang profesional, memiliki dedikasi sekaligus kompetensi.

"Termasuk didalamnya, memiliki jiwa leadership yang kuat, visioner dalam arti mampu membaca masalah yang dihadapi sekarang dan memecahkannya sehingga memiliki modal kuat membawa  lembaga sekolahnya ke masa depan, yang berkemajuan," ungkap anggota DPR RI Dapil Lamongan-Gresik ini.

Setidaknya, perbincangan ini muncul ke publik menyusul mutasi kasek SMAN/SMKN oleh dinas pendidikan propinsi, terutama untuk wilayah Lamongan.

Pengangkatan kasek SMAN 1 dan SMKN 1 kota Soto itu, oleh banyak kalangan dinilai mengabaikan prinsip meristokrasi.

Keduanya, baru setahun dilantik menjadi kasek, tiba tiba belakangan menempati sekolah besar.

Kasek SMKN 1, misalnya sebelumnya adalah kasek SMKN Sarirejo dan belum lama menjabat di sekolah yang berlokasi di kecamatan Sarirejo itu. toh, kalau seandainya memilih yang lebih senior dan berprestasi masih banyak.

Berbeda dengan tradisi selama ini, (lembaga SMAN/SMKN masih ikut Pemkab), dua sekolah yang difavoritkan itu, selalu diisi kasek senior yang berpengalaman dan memiliki rekam jejak prestasi.

Dari banyak perbincangan bisa disimpulkan, pertama merasa prihatin dengan kondisi pendidikan saat ini. Apalagi, mutasi kasek SMAN/SMKN dinilai sangat tidak profesional dan proposional.

Lantas, pada titik inilah, pengalaman dan prestasi menjadi tidak berarti ketika koneksi menjadi "kartu sakti" untuk merebut posisi. Walhasil, meristokrasi akan terus diuji.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama