PP KBPII Keberatan RUU HIP Karena Bertentangan Dengan UUD 1945


Laporan: Sudono Syueb

Dalam Rapat Paripurna DPR RI tanggal 12/5/2020 yang dilakukan secara virtual, telah disetujui Draft Rancangan Undang Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) sebagai inisiatif DPR.

RUU HIP ini, sebagaimana tercantum dalam Naskah Akademik dan draft RUU HIP-bertujuan untuk menjadikan Pancasila sebagai pedoman dalam penyelenggaran kehidupan berbangsa dan bernegara, serta
menjadi acuan dalam penyusunan perencanaan, impelementasi dan evaluasi kebijakan pembangunan bidang politik, hukum, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan, serta menjadi landasan bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

"Namun secara konseptual, RUU HIP ini memiliki banyak kelemahan dan ketidakjelasan secara paradigmatic dan filosofis. Hal ini karena Pancasila yang seharusnya menjadi Norma Dasar (Ground
Norm) dalam pembentukan semua undang-undang, serta Pancasila juga sebagai dasar filsafat (Philosofisch Grondslag) yang mengandung pikiran, filsafat yang sedalam dalamnya bagi pendirian negara Indonesia, ketika menjadi sebuah undang-undang, maka Pancasila menjadi turun derajatnya
(downgrade) menjadi norma biasa sebagaimana norma umum lainnya. Pancasila tidak lagi menjadi sumber dari segala sumber hukum bagi semua produk hukum yang ada. Penghapusan sendi pokok Ketuhanan Yang Maha Esa dalam RUU HIP dan menggantikannya dengan Keadilan Sosial, berpotensi memarginalisasi peran agama dalam pembangunan nasional," kata Nasrullah Larada, Ketum PP KBPII.

Lebih lanjut Nasrullah menyampaikan, RUU HIP memandang agama sebagai sumber masalah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Jika hal ini terjadi, maka wajah pembangunan nasional akan semakin jauh dari nilai nilai agama (sekuler) yang selama ini berperan membentuk Manusia Indonesia Beriman dan Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

RUU HIP menurunkan derajat (downgrade) Pancasila dari norma dasar (ground norm) menjadi norma biasa (common norm) serta menjadikan RUU HIP setara, bahkan menjad tandingan dengan konstitusi UUD 1945. Padahal penafsiran paling autentik dari Pancasila adalah UUD 1945 mulai dari pembukaan hingga keseluruhan isi batang tubuhnya. Oleh sebab itu RUU HIP berpotensi memisahkan Pancasila dengan UUD 1945.

RUU HIP disusun hanya untuk melegitimasi kelembagaan tertentu dalam hal ini Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) ketimbang kebutuhan bersama seluruh Bangsa Indonesia. Dalam situasi kita sedang bersama-sama menghadapi pandemic global Covid-19 dan fokus kepada pemulihan ekonomi nasonal pasca Covid 19, keberadaan RUU HIP tidak begitu penting dan mendesak untuk dibahas.

"Berdasarkan uraian diatas, Pengurus Pusat Keluarga Besar Pelajar Islam Indonesia (KBPII) menyatakan sikap terkait Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila," tandas Nasrullah.

Inilah surat pernyataan resmi PP KB PPI:

1. KBPII keberatan dengan keseluruhan isi (bab, pasal dan ayat) dalam RUU HIP dan meminta DPR untuk tidak melanjutkan pembahasan RUU HIP.

2. RUU HIP bertentangan dengan konstitusi UUD 1945, dan apabila disahkan akan merusak dan mengacaukan aturan hukum bernegara.

3. Mendesak kepada Presiden untuk tidak mengeluarkan Surat Presiden (Surpres) pengiriman wakil pemerintah dalam pembahasan RUU HIP dan menolak membahasnya.

4. Mengajak kepada semua ormas keagamaan, organisasi profesi, kampus, LSM, media massa, dan komunitas masyarakat lainnya untuk bersama-sama mengkritisi dan menolak keberadaan RUU HIP karena akan merugikan kehidupan berbangsa dan bernegara.

5. Bangsa Indonesia sekarang ini tidak membutuhkan UU HIP, tapi lebih membutuhkan keseriusan pemerintah untuk mewujudkan tujuan nasional sebagaimana yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 alinea keempat yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan
ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Demikian pernyataan sikap KBPII sebagai wujud kepedulian dalam memelihara kemurnian ideologi Pancasila dari setiap penyelewengan dan penyimpangan melalui monopoli penafsiran tunggal oleh
siapapun termasuk mereka yang berkuasa, karena ini akan mengganggu kehidupan kita dalam berbangsa dan bernegara.

Jakarta, 17 Syawal 1441 H / 09 Juni 2020 M

PP KBPII PERIODE 2019-2023

Ketua Umum
Nasrullah Larada, S.IP., M.Si.

Sekretaris Jenderal
Ir. Asep Efendi

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama