Pengadilan Tipikor Jakarta Mulai Sidangkan Perkara Jaksa PSM


JAKARTA (wartamerdeka.info) - Persidangan perkara oknum Jaksa, Pinangki Sirna Malasari, mulai digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (23/9/2020).

Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung RI, yang diketuai Jaksa Rony, mendakwa Pinangki dengan pasal pidana berlapis.

Sementara Jaksa Pinangki Sirna Malasari (PSM),  dalam menghadapi persidangan  tampil dihadapan majelis hakim Pengadilan Tipokor Jakarta, dengan gaun Muslimah.

Tampilan terdakwa PSM cukup menarik pengunjung sidang karena dia terlihat anggun. Perempuan bergelar doktoral ilmu hukum itu terlihat cukup tenang tampil di kursi terdakwa.

Jaksa PSM didakwa menerima janji suap sebanyak 1 juta dolar US dari Djoko Tjandra dalam pengurusan fatwa bebas di Mahkamah Agung. 

Selanjutnya jaksa penuntun umum Roni menyatakan sebanyak US$ 500 ribu telah diterima Pinangki.

“Telah menerima pemberian atau janji berupa uang sebesar  500 ribu dolar US dari sebesar 1 juta, dolar US,” kata Roni saat membacakan surat dakwaannya di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Kasus ini kata Jaksa, bermula dari pertemuan antara Pinangki, pengacara Anita Kolopaking dan pihak swasta bernama Rahmat pada September 2019 di sebuah restoran di Jakarta. Dalam pertemuan itu, Pinangki meminta Rahmat untuk diperkenalkan dengan Djoko Tjandra yang berstatus buronan kasus korupsi cessie Bank Bali.

Djoko, kata jaksa, pada akhirnya bersedia bertemu karena melihat foto Pinangki yang berseragam jaksa. Di sisi lain, Pinangki meminta Anita untuk menghubungi kenalannya di Mahkamah Agung mengenai kemungkinan mengeluarkan fatwa agar Djoko tak bisa dieksekusi. Jaksa menyebut Anita memiliki banyak koneksi di MA.

Pertemuan pertama antara Djoko Tjandra dan Jaksa Pinangki terjadi pada November 2019 di Kuala Lumpur, Malaysia. Dalam pertemuan itu, Pinangki dan Djoko membahas rencana untuk mendapatkan fatwa bebas MA melalui Kejaksaan Agung. Djoko setuju rencana itu, serta biaya-biaya yang dibutuhkan.

Pinangki berjanji akan membuat proposal dan mengajak kawannya yang pengacara. Ia juga menyanggupi mengajak seorang swasta untuk menjadi perantara uang.

Djoko Tjandra menolak menyerahkan uang secara langsung kepada Pinangki yang berstatus jaksa. Belakangan, pihak swasta itu diketahui bernama Andi Irfan Jaya, atau mantan politikus Partai Nasdem yang juga dijadikan tersangka oleh Kejaksaan Agung RI.

Pertemuan berikutnya terjadi pada 25 November 2019 di Kuala Lumpur. Dalam pertemuan yang juga diikuti Anita dan Andi Irfan itu, Pinangki menyodorkan proposal berjudul Action Plan pengurusan fatwa MA yang dibanderol  100 juta dolar US. Ada sepuluh tahapan dalam rencana yang dibuat Pinangki itu, termasuk aktifitas surat menyurat antara Jaksa Agung ST Burhanuddin dan Ketua MA, Hatta Ali.

Djoko Tjandra menolak harga yang ditawarkan Pinangki. Ia hanya menyetujui  10 juta dolar US. Sebagai realisasi dari pertemuan itu, Djoko menghubungi adik iparnya untuk menyerahkan 500 ribu dolar US kepada Pinangki, melalui Andi Irfan.

Uang itu akhirnya diserahkan pada 26 November 2019. Namun, menurut Jaksa Roni, hingga Desember tak ada satupun rencana Action Plan yang terealisasi hingga pada akhirnya Djoko membatalkan perjanjian pengurusan fatwa MA dengan  Pinangki. (dm)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama